Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 3: Iman Itu Dibuktikan dengan Sembahyang

Darah
sumber: unsplash.com

Mereka yang percaya kepada yangghaib, dan merekayangmendirikan sembahyang, dan dari apa yang Kami anugerahkan kepda mereka, mereka dermakan.

ayat 3

Inilah tiga tanda pada taraf yang pertama. Percaya kepada yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tidak dapat disaksikan oleh panca indera; tidak nampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indera yang utama dari kelima (panca) indera kita. Tetapi dia dapat dirasa adanya oleh akal. Maka yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, zat yang menciptakan sekalian alam, kemudian itu percaya akan adanya hari kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitkan dari maut.

Iman yang berarti percaya, yaitu pengakuan hati yang terbukti dengan perbuatan yang diucapkan oleh lidah menjadi keyakinan hidup. Maka iman akan yang ghaib itulah tanda pertama atau syarat pertama dari takwa tadi. Kita sudah sama tahu bahwa manusia itu dua juga coraknya; pertama orang yang hanya percaya kepada benda yang nyata, dan tidak mengakui bahwa ada pula di balik kenyataan ini sesuatu yang lain. Mereka tidak percaya ada Tuhan, atau malaikat, dan dengan sendirinya mereka tidak percaya akan ada lagi hidup akhirat itu.

Malahan terhadap adanya nyawa pun, atau roh, mereka tidak percaya. Orang yang seperti ini niscaya tidak akan dapat mengambil petunjuk dari al-Quran. Bagi mereka koran pembungkus gula sama saja dengan al-Quran. Kedua ialah orang-orang yang percaya bahwa di balik benda yang nampak ini ada lagi hal-hal yang ghaib. Bertambah banyak pengalaman dalam arena penghidupan, bertambah mendalamlah kepercayaan mereka kepada yang ghaib itu.

Kita kaum muslimin yang telah hidup empat belas abad sesudah wafatnya Rasulullah Saw. dan keturunan-keturunan kita yang akan datang di belakang pun insya Allah, bertambah lagi keirnanan kepada yang ghaib itu, karena kita tidak melihat wajah beliau. Itupun termasuk iman kepada yang ghaib.

Baca Juga  Buya Hamka dan Proyek Di Balik Penyusunan Tafsir Al-Azhar

Maka tersebutlah pada sebuah hadis yang dirawikan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, al-Baqawardi dan Ibnu Qani di dalam Majma’ush Shahabah, dan ikut juga merawikan lmam Bukhari di dalam tarikh-nya, dan at-Thabarani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada Abi Jum’ah al-Anshari:

“Berkata dia (Abu Jum’ah al-Anshari): aku bertanya; ya Rasulullah! Adakah suatu kaum yang lebih besar pahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikut akan engkau? Berkatalah beliau: Apalah akan halangannya bagi kamu (buat beriman kepadaku), sedang Rasulullah ada di hadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu (langsung) dari langit- Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan datang sesudah kamu, datang kepada mereka kitab Allah yang ditulis di antara dua Luh, maka mereka pun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di dalamnya. Mereka itu adalah lebih besar pahalanya daripada kamu.”

Dan mengeluarkan pula at-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam tarikh-nya, at-Thabarani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili.

“Berkata dia (Abu Umamah), berkata Rasulullah Saw.: “Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan bahagia (pulalah) basi siapa yang beriman kepdaku, padahal dia tidak melihat aku (tujuh kali).”

Hadis ini dikuatkan lagi oleh yang dirawikan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dari Abu Said al-Khudri.

“Bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw. Bahagialah bagi siapa yang melihat engkau dan beriman kepada engkau. Beliau pun menjawab: Bahagialah bagi siapa yang melihat aku dan beriman kepadaku; dan berbahagialah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku.”

Kita tidak melihat wajah beliau. Bagi kita beliau adalah ghaib. Kita hanya mendengar berita dan sejarah beliau atau bekas-bekas tempat beliau hidup di Makkah, namun bagi setengah orang yang beriman, demikian cintanya kepada Rasulullah, sehingga dia merasa seakan-akan Rasulullah itu tetap hidup, bahkan kadang-kadang titik air matanya karena terkenang akan Rasulullah dan ingin hendak menjadi ummatnya yang baik dan patuh, ingin mengerjakan sunnahnya dan memberikan segenap hidup untuk melanjutkan agamanya.

Baca Juga  Haedar Nashir Dukung Penuh Penyelesaian Tafsir at-Tanwir

Maka orang begini pun termasuk orang yang mendalam keimanannya kepada yang ghaib. Maka keimanan kepada yang ghaib dengan sendirinya diturutinya dengan mendirikan sembahyang. Tegasnya kalau mulut telah tegas mengatakan iman kepada Allah, malaikat, hari kemudian, Rasul yang tidak pernah dilihat dengan mata, maka bila panggilan sembahyang datang, bila azan telah terdengar, dia pun bangkit sekali buat mendirikan sembahyang. Karena hubungan di antara pengakuan hati dengan mulut tidak mungkin putus dengan perbuatan.

Waktu datang panggilan sembahyang itulah ujian yang sangat tepat buat mengukur iman kita. Adakah tergerak hati ketika mendengar azan? Atau timbulkah malas atau seakan-akan tidak tahu? Kelak kita akan sampai kepada ayat 45 dari surah ini, yang diterangkan di sana memohon pertolonganlah kepada Allah dengan sabar dan sembahyang, tetapi dijelaskan lagi bahwa sembahyang itu amat berat kecuali bagi orangyang khusyu’ hatinya.

Dan kita akan bertemu lagi di dalam surah Thaha, (surat 20, ayat 132), yang menyuruh kita mendidik anak isteri bersembahyang dan memperkuat kesabaran di dalam mengerjakannya, sebab cobaan mengerjakan sembahyang itu banyak pula. Maka jika waktu sembahyang telah datang dan kita tidak gesser (tidak perduli) juga, tandanya iman belum ada, tandanya tidak ada kepatuhan dan ketaatan. Dan itu diujikan kepada kita lima kali sehari semalam.

Kadang-kadang sedang kita asyik mengobrol, kadang-kadang sedang asyik berapat, bagaimanakah rasanya pada waktu itu? Kalau tidak ada getarnya ke dalam hati, tandanya seluruh yang kita mintakan kepada Tuhan telah percuma belaka. Petunjuk yang kita harapkan tidaklah akan masuk ke dalam hati kita. Sebab: “lman ialah kata dan perbuatan, lantaran itu dia bisa bertambah dan bisa kurang.”

Baca Juga  Beberapa Karakteristik Paradigma Tafsir Kontemporer (2)

Dan sembahyang itu bukan semata dikerjakan. Di dalam al-Quran atau di dalam hadis tidak pernah tersebut suruhan mengerjakan sembahyang, melainkan mendirikan sembahyang. Tandanya sembahyang itu wajib dikerjakan dengan kesadaran, bukan sebagai mesin yang bergerak saja. Dan yang menarik hati lagi, ialah 27 kali lipat pahala sembahyang berjamaah daripada sembahyang sendiri. Sehingga orang yang berumah dekat mesjid atau langgar, sembahyangnya di mesjid lebih diutamakan daripada sembahyangnya menyendiri di rumah.

Malahan ada hadis yang mengatakan bahwa jiran mesjid hendaklah sembahyang di mesjid. Nanti pun akan berjumpa kita dengan ayat 38 dari surah as-Syura (surah 53), bahwa mukmin sejati itu ialah yang segera mengabulkan panggilan Tuhan, lalu bersembahyang dan segala urusan mereka, mereka musyawaratkan di antara mereka. Tandanya sembahyang itupun hendaklah menimbulkan masyarakat yang baik dan musyawarat yang baik pula. Keterangan tentang sembahyang akan berkali-kali berjumpa dalam al-Quran kelak.

Dan setelah mereka buktikan iman dengan sembahyang, mereka pun mendermakan rezeki yang diberikan Allah kepada mereka. Itulah tingkat ketiga atau syarat ketiga dari pengakuan iman. Di tingkat pertama percaya kepada yang ghaib, dan kepercayaan kepada yang ghaib dibuktikan dengan sembahyang, sebab hatinya dihadapkannya kepada Allah yang diimaninya. Maka dengan kesukaan memberi, berderma, bersedekah, membantu dan menolong, imannya telah dibuktikannya pula kepada masyarakat.

Orang mukmin tidak mungkin hidup nafsi-nafsi dalam dunia. Orang mukmin tidak mungkin menjadi budak dari benda, sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah itu daripada sesamanya manusia. Orang yang mukmin apabila dia ada kemampuan, karena imannya sangatlah dia percaya bahwa dia hanya saluran saja dari Tuhan untuk membantu hamba Allah yang lemah.

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura

Tanwir.id
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.