Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Kisah Khawarij Ajaridah dan Penolakannya terhadap Surah Yusuf

Ajaridah
Gambar: Pinterest

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa di dalam Islam terdapat sekte-sekte atau aliran-aliran teologi yang cukup banyak jumlahnya. Salah satu aliran teologi yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah Khawarij. Aliran ini sudah muncul sejak zaman khulafaur rasyidin, tepatnya masa khalifah Ali bin Abi Thalib.

Pergolakan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali menyebabkan meletusnya peperangan antar sesama umat muslim yang salah satunya adalah perang Shiffin. Perang ini mempertemukan kubu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, peperangan berakhir bukan dengan kemenangan di salah satu pihak melainkan dengan diadakannya tahkim (arbitrase).

Peristiwa tahkim ini menimbulkan pro dan kontra. Terdapat sebagian kelompok yang sangat kontra dengan tahkim dan menganggap semua yang mengikuti tahkim berdosa besar bahkan kafir, kelompok inilah yang kemudian dinamakan Khawarij. Mereka memisahkan diri dari mayoritas umat Islam dan kemudian membuat prinsip-prinsip beragama sendiri. Kaum Khawarij memiliki slogan “laa hukma illa lillah” (tidak ada hukum kecuali hukum Allah).

Prinsip Beragama Kelompok Khawarij

Kaum Khawarij memiliki beberapa prinsip-prinsip dalam beragama yang disepakati, antara lain:

  • Menghukumi orang-orang yang berseberangan dengan mereka sebagai kafir dan boleh dibunuh. Negeri yang didiaminya juga disebut negeri kafir, maka kaum Khawarij harus hijrah dari negeri kafir tersebut.
  • Masyarakat muslimin harus berdiri di atas amar makruf dan nahi munkar. Berdasarkan ini kelompok Khawarij mengkafirkan para pelaku dosa. Mereka juga mengkafirkan para pelaku tahkim termasuk Ali dan Muawiyah karena dianggap melakukan dosa besar.
  • Keharusan berlepas diri (bara’ah) dari pemimpin-pemimpin zalim, jika tidak berlepas diri maka dianggap kafir.
  • Berpegang dengan zahir nash-nash Al-Qur’an dan menggali hukum-hukumnya berdasarkan zahirnya.
  • Baiat hanya milik Allah, prinsip ini berarti ajakan untuk melakukan pemilihan umum demi memilih sang pemimpin.
Baca Juga  Apakah Al-Quran adalah Wahyu?

Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan sikap ekstrim dalam agama dan politik, menentang terhadap penguasa negara Islam; baik pada zaman akhir khilafah Ali, selama masa kekuasaan Bani Umayyah maupun masa-masa setelahnya.

Meskipun memiliki prinsip-prinsip yang disepakati bersama, pada perkembangannya kaum Khawarij juga berselisih tentang sebagian prinsip-prinsip tersebut. Perselisihan ini menyebabkan perpecahan di antara mereka sehingga muncul bermacam-macam kelompok dalam Khawarij, antara lain: Al-Azariqah, Al-Ibadhiyah, Ash-Shafariyah, Al-Baihasiyah, An-Najdah, dan Al-Ajaridah.

Dari beberapa kelompok tersebut ada sebuah kelompok yang memiliki paham unik, yaitu Al-Ajaridah yang menolak surah Yusuf termasuk bagian dari Al-Qur’an. Paham semacam ini sangat jarang ditemui dalam sekte-sekte Islam, karena hampir semua sekte Islam sepakat bahwa Al-Qur’an yang dipakai adalah sama.

Khawarij Ajaridah

Khawarij Ajaridah adalah para pengikut Abdul Karim bin Ajrad. Asy-Syahrastani dalam al-Milal wa Nihal mengatakan bahwa Khawarij Ajaridah adalah bagian dari kelompok Abu Baihas (Baihasiyah). Kemudian berbeda pendapat dengannya dan membuat kelompok sendiri. Menurut al-Ajaridah, kita tidak boleh mengatakan kafir atau muslim terhadap anak seorang muslim sampai ia telah diajak memeluk Islam, dan wajib diajak memeluk Islam ketika sudah usia baligh.

Sedangkan anak orang kafir di neraka bersama orang tuanya. Mereka memandang hijrah sebagai keutamaan bukan kewajiban, mereka mengkafirkan para pelaku dosa besar sebagaimana kelompok Khawarij lainnya.

Diriwayatkan bahwa mereka mengingkari surat Yusuf sebagai bagian dari Al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa surat Yusuf hanyalah kisah belaka. Menurut mereka, kisah cinta dan kerinduan tidak mungkin termasuk dalam Al-Qur’an.

Dikarenakan perbedaan-perbedaan pendapat, Khawarij Ajaridah sendiri terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masing membawa nama tokohnya. Kelompok-kelompok kecil tersebut antara lain Ash-Shalthiyah (para pengikut Utsman bin Abi Ash-Shalt), Al-Maimuniyah (para pengikut Maimun bin Khalid). Kemudian Al-Hamziyah (para pengikut Hamzah bin Adrak), Al-Khalafiyah (para pengikut Khalaf Al-Khariji). Lalu Al-Athrafiyah (para pengikut Ghalib bin Syadzak), Asy-Syu’aibiyah (para pengikut Syu’aib bin Muhammad), Al-Hazimiyah (para pengikut Hazim bin Ali).

Baca Juga  Tafsir Aktual: Landasan Al-Qur'an Menghadapi Krisis Pangan

Semua kelompok tersebut tergabung dalam kelompok Al-Ajaridah dalam hal pokok. Namun terpecah dari mereka dan membentuk kelompok-kelompok kecil yang berdiri sendiri dengan pendapat-pendapatnya.

Paham yang menolak sebagian dari Al-Qur’an atau salah satu surah dari Al-Qur’an adalah paham yang amat sangat langka dalam sekte-sekte Islam. Perbedaan dalam penafsiran sudah lumrah terjadi, tetapi sejauh manapun perbedaan penafsiran tidak akan sampai pada penolakan sebagian ayat-ayat dari Al-Qur’an.

Surah Yusuf sebagai Kisah Terbaik

Surah Yusuf dianggap bukan bagian dari Al-Qur’an oleh kelompok Khawarij Ajaridah, padahal Allah Swt. menyebut surah ini sebagai ahsanal qashash (kisah yang paling baik). Kisah dalam surah Yusuf memang memiliki perbedaan pola daripada di surah-surah lain, karena kisah di surah Yusuf menceritakan secara kronologis dan panjang tentang kehidupan Nabi Yusuf as.

Sedangkan kalau di surah-surah lain penyajian kisah biasanya terpisah-pisah dan tidak panjang. Namun, perbedaan ini seharusnya menjadi bukti bahwa surah Yusuf memang pantas menyandang sebutan ahsanal qashash, bukan malah menafikannya sebagai bagian dari Al-Qur’an.

Penyunting: Bukhari