Akhir-akhir ini seringkali kita jumpai banyak orang yang tidak jelas belajarnya, mengambil posisi yang semestinya bukan bidangnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para da’i atau juru dakwah dadakan (Jawa:karbitan) yang memimpin umat. Di satu sisi banyak juga golongan tertentu yang memegang urusan agama, padahal secara disiplin ilmu bukan bidangnya.
Alih-alih, banyak masyarakat yang mudah terpengaruh oleh doktrin cendikiawan yang bergelar professor, doktor dan semacamnya. Meskipun, sejatinya mereka belum tentu membidangi ilmu agama. Bisa jadi, terpengaruhnya masyarakat tersebut karena takjub tatkala mendengar tutur katanya.
Padahal jika kita merujuk pada al-Qur’an, hal tersebut bukan tolak ukur untuk mempercayai seseorang. Karena amat banyak golongan-golongan tertentu yang bicaranya menarik dan memukau padahal hatinya mempunyai misi tertentu. Dalam hal ini, Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran); isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.(Qs. al-Baqarah 2:204)
Tafsir Ali al-Shabuni
Sehubungan dengan hal ini, yang menjadi tolak ukur tidak lain adalah kepribadian setiap individu, bukan perkataan atau bicaranya!. Karena pada zaman Rasulullah Saw. banyak sekali golongan yang bicaranya menarik, yang sedikit-dikit mengatas namakan Allah dan Rasul-Nya. Padahal hatinya dipenuhi rasa bimbang dan ingkar kepada Islam, sebagaimana bunyi firman-Nya :
وَمِنَالنَّاسِمَنْيَقُولُآمَنَّابِاللَّهِوَبِالْيَوْمِالْآخِرِوَمَاهُمْبِمُؤْمِنِينَ
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami berimankepada Allah dan Hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (Qs al-Baqarah 2:8).
Terkait ayat di atas, jika kita cermati dan telaah secara mendalam, terdapat pelajaran supaya berhati-hati kepada seseorang yang sedikit-dikit; membawa-bawa nama Allah dan Rasul-Nya. Kenapa kok demikian ? karena penggalan kata “min al-annas”pada ayat di atas jika ditinjau dalam kaidah ulum al-Qur’an mengindikasikan makna yang sangat umum dan tidak ditentukan secara pasti waktu dan tempatnya. Artinya, kriteria kelompok atau orang tersebut sepajang zaman akan ada selalu di sekeliling kita.
***
Sehubungan Interpretasi Q.S al-Baqarah ayat 8, Muhammad Ali al-Shabuni dalam tafsirnya telah memberi catatan bahwa “sebagian manusia ada yang pura-pura beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka menyatakan keimanannya secara terang-terangan dengan lisan mereka, padahaal perbuatan mereka sama sekali tidak dapat dibenarkan! karena pada hakikatnya golongan tersebut mempunyai keraguan yang amat besar dihati mereka. Sedangkan pernyataan yang mereka lakukan, semata-mata hanya pembelaan terhadap diri mereka saja. Tegas, al-Shabuni.(al-Shabuni, sofwahtafasir, h.28).
Dalam penjelasan ini, Ali al-Shabuni ketika menafsirkan ayat yang disorot di atas, mengutip pendapatnya al-Baidawi yang berbunyi :
[ وما هم بمؤمنين( . قال البيضاوي : هذا هو القسم الثالث المذبذب بين القسمين ، وهم الذين آمنوا بأفواههم ولم تؤمن قلوبهم ، وهم أخبث الكفرة وأبغضهم إلى الله ، لأنهم موهوا الكفر ،
“Imam Baidhowi pernah menyatakan bahwa iman mereka hanya terucap di mulut saja, sedang di hatinya sama sekali tidak ada keimanan. Perlu diketahui bahwa hal tersebut merupakan sekeji-kejinya orang kafir yang membenci Allah. Dikatakan keji, karena kelompok yang demikian ini menghiasi atau memolesi diri dengan keimanan. Padahal dihatinya tersimpan keraguan yang amat terhadap Islam, akibatnya golongan manusia yang seperti ini dicela di dalam al-Qur’an.”
Perbuatan kelompok yang disorot di atas sebenarnya hendak menipu Allah dan orang yang beriman dengan menampakan sesuatu yang tampak dari perkara-perkara yang berhubungan dengan iman; dan dibalik layar sebenarnya mereka gembira dengan apa yang telah dilakukannya. Mereka juga meyakini bahwa yang sedang dilakukannya dapat memberi kemanfaatan baginya.( Ali-Shabuni, Sofwah Tafasir, h.29)
***
Padahal yang mereka lakukan sejatinya hanya menipu dirinya sendiri, hanya saja mereka tidak menyadari hal itu, dan siapapun yang mendustakan kebenaran (perkara yang haq). Maka akibatnya perbuatan tersebut akan kembali kepada yang melakukannya. Sebagai tambahan, kriteria seseorang yang disorot tersebut juga bisa dikategorikan sebagai orang-orang munafik, sebagaimana pernyataam Ibnu Katsir yang dikutib Ali al-Shabuni dalam tafsrinya :
قال ابن كثير : النفاق هو إظهار الخير ، وإسرار الشر وهو أنواع : (اعتقادي) وهو الذي يخلد صاحبه فى النار ، و(عملى) وهو من أكبر الذنوب والأوزار ، لأن المنافق يخالف قوله فعله ، وسره علانيته
“Ibnu Katsir berkata: nifak itu adalah menampakan kebaikan dan menyembunyikan kejelekan. Kemunafikan terklasifikasikan menjadi dua bagian: pertama, nifak i’tiqodi: jenis kemunafikan ini bisa menyebabkan pelukanya kelak di dalam neraka. Kedua, nifak amali: kriteria ini merupakan salah satu dosa besar, karena sesungguhnya orang munafik itu perkataan sama tindakanya tidaklah sama (berbeda).
***
Dari pernyataan Ibnu Katsir di atas, dapat disimpulkan bahwa tindakan kelompok atau golongan yang tersorot di atas dikarenakan dalam hati mereka ada penyakit berupa kemunafikan. Akibatnya, Allah menambahkan penghalang yang tinggi di dalam diri mereka disebabkan perbuatanya. Selaras dengan hal ini, Ibnu Aslam juga menyatakan: jika penyakit itu ada di dalam jasad, maksudnya ialah keraguan terhadap Islam. (ali-Al-Shabuni, Safwah Tafasir, h.29).
Walhasil, sebagai umat muslim hendaknya tetap bersikap waspada terhadap seseorang yang pandai bertutur kata; dan jangan sekali-kali mudah terprovokasi terhadap seseorang yang belum diketahui kepribadiannya. Karena tolak ukur kebaikan seseorang itu bukan hanya sekedar pandai dalam ber-orasi, tetapi juga harus komitmen dalam mengimplementasikan ilmunya dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Editor: An-Najmi Fikri R
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.