Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Perdagangan Sebagai Jihad: Tafsir Surat As-Saff ayat 10-11

Sumber: islam.nu.or.id

Berdagang menjadi salah satu pekerjaan yang menguntungkan. Di samping itu, perdagangan adalah pekerjaan yang mudah. Apalagi tidak membutuhkan banyak keahlian. Jadi, siapapun bisa melakukannya tanpa ada hambatan.

Namun tak jarang, dari kemudahan berdagang itu, muncul benih-benih kejahatan. Demi meraih banyak keuntungan, segala cara dilakukan. Padahal keuntungan di dunia tidak seberapa jika dibandingkan dengan keuntungan di akhirat.

Allah Swt telah menegaskan terkait perdagangan yang menguntungkan. Yaitu perdagangan yang dilaksanakan atas keimanan kepada Allah. Selain itu, harta tersebut digunakan untuk berjihad di jalan-Nya.

Sebagaimana Allah berfirman pada QS. As-Saff [61] ayat 10-11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (١٠) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١١)

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih. (10). Engkau beriman kepada Allah dan Rasulnya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. (11)”.

Dilihat dari sebab-turun QS. As-Saff [61] ayat 10-11, telah memberikan penawaran bagi orang-orang yang beriman tentang amal yang dicintai Allah dan paling afdhal daripada mereka berjihad tapi tidak pernah melakukannya baik memukul, menusuk maupun membunuh. Andaikata mereka mengetahui, niscaya mereka akan turut ikut memberikan harta benda dan keluarga.

Iman dan amal saleh adalah juru penyelamat dari api neraka

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan maksud kata tijarah pada ayat di atas sebagai amal saleh. Memang Al-Qur’an seringkali menggunakan kata itu untuk makna tersebut. Karena motivasi beramal saleh oleh banyak orang adalah untuk memperoleh ganjaran persis seperti perniagaan yang digunakan seseorang untuk memperoleh keuntungan.

Baca Juga  Jenis-Jenis Transaksi yang Dilarang dalam Islam

Imam Baighawi dalam tafsir Baighawi juga menjelaskan, bahwa perdagangan itu menguntungkan. Namun, dengan ridha Allah sehingga mendapat surga-Nya dan tertolong dari api neraka.

Sementara Imam As-Syaukani dalam tafsir Fathul Qadir menjelaskan ayat 10 di atas sebagai balasan. Allah menjadikan amal tersebut seperti perniagaan. Karena mereka akan memperoleh keuntungan di dalamnya, yaitu memasukkan mereka ke surga dan menyelamatkan mereka dari neraka.

Kata tunjikum pada ayat 10 di atas diterjemahkan mufassir dengan menyelamatkan atau membebaskan dari sesuatu. Dari kata ini juga terbentuk kata najwah yang berarti tempat yang tinggi yang dapat memberi keselamatan.

Dengan demikian, ayat 10 di atas dengan mudah dapat dipahami. Bahwa Allah Swt menawarkan satu bentuk tijarah perdagangan yang akan menyelamatkan dan membebaskan manusia dari api neraka.

Sepintas dapat dikatakan bahwa keselamatan dari siksa api neraka bukan merupakan dambaan bagi para pedagang. Maka dengan kata lain tidak rugi bukanlah harapan mereka tetapi yang mereka harapkan adalah keuntungan.

Jadi, orang yang beriman dan beramal saleh akan memperoleh keuntungan. Sebagaimana halnya orang yang berdagang dan memperoleh keuntungan yang seolah tak pernah berhenti.

Ajaran Islam memiliki tingkat tertentu yang sangat abstrak. Seperti balasan bagi orang yang beriman dan beramal saleh. Hal ini akan sulit dipahami bagi masyarakat Arab masa itu yang telah hidup pada dunia yang serba material dan pragmatis. Bangsa Arab hidup dari perdagangan terutama masyarakat Makkah dan kota-kota besar lainnya.

Para pedagang tentu saja ingin memperoleh keuntungan. Sampai-sampai praktik riba juga dilakukan untuk memperoleh keuntungan tersebut. Oleh sebab itu, pada saat Allah mengumpamakan iman dan amal saleh seperti pedagang yang beruntung, maka mereka akan mudah memahami. Apabila mereka beriman dan beramal saleh, mereka juga akan memperoleh keuntungan dari Allah Swt berupa terbebas dari siksa api neraka.

Baca Juga  Mengenal Fase Pengharaman Riba dalam Al-Quran

Perdagangan adalah perjuangan di jalan Allah

Selanjutnya, pada ayat 11. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan kalimat tujahidu fii sabilillah memiliki makna bahwa perniagaan itu adalah perjuangan di jalan Allah. Jika kamu mau maka berimanlah kepada Allah dan Rasulnya. Yaitu dengan meningkatkan iman dan memperbaharuinya dari waktu ke waktu. Selain itu, juga berjihad secara sungguh-sungguh dengan mencurahkan apa yang kamu miliki. Baik berupa tenaga, pikiran, waktu dan dengan harta-harta dan jiwa masing-masing di jalan Allah.

Dengan demikian, beriman dan berjihad secara sungguh-sungguh, maka nilainya sangat tinggi lagi luhur bagi kamu. Tentu saja jika kamu mengetahui, kamu akan mengerjakannya.

Di bagian akhir ayat, terdapat kalimat inkuntum ta’lamuun. Menurut Quraish Shihab, makna kalimat itu mengandung kecaman yang keras. Karena seseorang yang tidak berpengetahuan, tidak dianggap benar amalannya, maka tidak akan memperoleh ganjaran bahkan tidak memiliki kebaikan.

Maka dari itu, Allah kembali menegaskan. Jika di dalam iman dan amal saleh ada kebaikan, di dalam perdagangan yang sesuai dengan syari’at juga ada kebaikan.

Sayangnya banyak manusia yang tidak tahu. Semoga kita adalah orang yang tahu tentang kebaikan yang ada di dalam perdagangan itu sendiri.

Tiga Nilai Perdagangan Qur’ani

Selain itu, ayat 11 ini juga memberikan pelajaran berharga. Setidaknya ada tiga poin yang dapat kita ambil;

Pertama, seorang pedagang ketika menjalankan dagangannya, sejatinya ia tetap dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Kedua, sebagai pedagang, termasuk dari amal saleh jika ia mampu melayani penjual dengan baik. Lalu, memberikan produk yang terbaik dan menghindarkan diri dari perbuatan seperti gharar dan batil. Pendek kata, perdagangan itu sendiri menjadi ladang amal setiap pedagang.

Baca Juga  Mengenal Imam Al-Baghawi Beserta Kitab Tafsirnya

Ketiga, perdagangan sesungguhnya adalah bagian dari jihad. Setidaknya, seorang pedagang berjihad untuk menghidupi keluarganya. Lebih-lebih dari perdagangannya, ia juga menghidupkan anak-anak yatim piatu. Lewat perdagangannya juga, bisa jadi ia menjadi donatur bagi lembaga pendidikan dan lain sebagainya. Jadi, semua itu adalah bagian dari jihad.

Dari pemaparan di atas, keuntungan berdagang atau jual beli memiliki dimensi yang sangat luas dari sekedar meraih keuntungan harta. Harta memang penting tapi tidak sepatutnya harta kita jadikan acuan dalam setiap melakukan kebaikan.

Manusia bisa saja terkena siksa api neraka karena hartanya begitu juga sebaliknya. Maka, perdagangan yang berasaskan iman dan amal menjadi upaya untuk menjauhi siksa-Nya.

Oleh karena itu, Jihad bukan melulu soal perang. Berdagang jika dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai syari’at tidak lain adalah bagian dari jihad itu sendiri. Wallahu ‘alam.

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho