Flatfish atau lebih dikenal dengan nama ikan sebelah adalah ikan Nabi Musa yang dikisahkan didalam Al Qur’an, dengan bentuk tubuh ikan yang memang hanya sebelah atau datar, dengan kedua mata yang terletak di bagian atas tubuh. Hal ini membuat ikan ini terlihat hanya memiliki sebelah bagian badan.
Di sini diceritakan bahwa Nabi Musa menjadikan ikan sebelah ini sebagai bekal makanan saat akan mencari Nabi Khidir. Tetapi Nabi Musa hanya memakan sebelah badannya saja dan menyisakan sebagiannya lagi kemudian saat Nabi Musa tertidur dengan kuasa Allah SWT. Ikan sebelah ini dihidupkan kembali dan dituntun oleh Allah ke laut, kemudian ikan ini menuju ke lautan dengan sisa badannya hanya sebelah dan berkembang biak sampai sekarang.
Ikan ini memiliki ciri-ciri bentuk tubuh yang sangat pipih, yang mendukungnya dalam mencari makan di dasar laut. Warna tubuhnya berbeda, untuk bagian atasnya lebih gelap terlihat seperti pasir, yang mirip dengan lingkungan sekitarnya, sedangkan bagian tubuh bawahnya berwarna sedikit terang.
Surat Al-Kahfi Ayat 61
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
Artinya: Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Penafsiran Ikan dalam Al-Kahfi Ayat 61
Di dalam ayat ini, Allah menceritakan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusya sampai ke pertemuan dua laut, mereka berhenti. Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa tempat itulah yang harus dituju. Sebab, Allah tidak memberi tahu dengan pasti tempat itu. Hanya saja Allah memberi petunjuk ketika ditanya oleh Nabi Musa sebelum berangkat, sebagaimana sabda Rasul saw ketika menceritakan pertanyaan Nabi Musa itu :
Ya Tuhanku, bagaimana saya dapat menemukannya? Allah berfirman, “Bawalah seekor ikan dan masukkan pada sebuah kampil, manakala ikan itu hilang, di situlah tempatnya.” (Riwayat al-Bukhari dari Ubay bin Ka’ab).
“Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu”. Yakni keduanya sampai di suatu tempat yang menjadi tujuan keduanya beristirahat di tempat mereka akan bertemu dengan Khidir- (mereka lalai akan ikannya) yakni lalai kepada ikannya dan tidak diketahui ke mana perginya dan Allah menjadikan kehilangan ikan itu sebagai pertanda akan bersua dengan orang yang dicarinya. (Tafsir Munir Marah Labid, Bandung; Algasindo, 2018)
“Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu)”. Yakni ikan itu hidup kembali berkat sejuknya air dari mata air itu yang mengenai dirinya, dan ikan bergerak di dalam keranjangnya lalu melompat dan menceburkan dirinya ke dalam laut. Lalu, ikan mengambil jalannya di laut itu dengan cara yang menakjubkan, yaitu menempuh jalan seperti terowongan. Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa murid Musa mencuci ikannya yang penuh dengan garam. Tiba-tiba ikannya bergerak dan hidup, lalu masuk ke dalam laut.
Pendapat ulama tafsir berbeda-beda tentang makna ‘mereka (berdua) lupa ikan mereka’. Ada yang berpendapat bahwa Yusya’ lupa membawanya setelah mereka beristirahat di suatu tempat dan Nabi Musa sendiri lupa mengingatkannya. Ada juga yang berpendapat bahwa Yusya’ lupa menceritakan ihwal ikan yang dilihatnya mencebur ke laut. Namun di sini Allah menisbatkan kelupaan kepada mereka berdua padahal yang lupa adalah Yusya’. (M. Quraish Shihab, Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Kisah Nabi Musa dan Ikan
Di atas sebuah batu besar di tempat itu, Nabi Musa dan muridnya merasa mengantuk dan lelah. Keduanya pun tertidur dan lupa pada ikannya. Ketika itu, ikan yang ada dalam kampil tersebut hidup kembali dan menggelepar-gelepar, lalu keluar dan meluncur menuju laut. Padahal kampil waktu itu ada di tangan Yusya. Kejadian ini, yaitu ikan mati menjadi hidup kembali, merupakan mukjizat bagi Nabi Musa AS. Setelah bangun tidur, mereka pun melanjutkan perjalanan. Yusya pun lupa tidak menceritakan kepada Nabi Musa kejadian yang aneh tentang ikan yang sudah mati hidup kembali.
Ikan sebelah ini kemudian membelah air laut dan belahan tersebut tidak bisa kembali lagi. Inilah ayat Allah yang sangat menakjubkan. Ikan ini memberikan persaksian bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah SWT untuk menghidupkan kembali makhlukNya yang telah mati sekaligus mematahkan logika teori dan ilmu yang tak masuk akal bagi manusia karena ilmu yang ada pada makhluk-Nya pun adalah sedikit dari karunia Allah SWT.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply