Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Memaknai Lagu “Tafsir Cinta” dengan Pendekatan Tafsir Al-Qur’an

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=0XyE_4oZqTw

Dalam menjalani kehidupan, tentu kita tidak selalu dalam keadaan yang diinginkan. Bisa saja hari ini bahagia, kemudian di hari yang lain menemukan perasaan yang kurang bahagia. Kadang berada pada posisi kesulitan, begitupun sebaliknya. Kadang diri ini lah yang bersikap seolah-olah semuanya terlihat baik-baik saja, menerima dengan ikhlas pada keadaan yang ada. Mendengarkan lagu “Tafsir Cinta” karya Panji Sakti, berbeda dengan kebanyakan lagu-lagu yang beredar dengan dimensi kegalauan dan tidak menerima sebuah penderitaan. Bahkan, terus berputus asa hingga tidak bersemangat hidup.

Penulis berasumsi bahwa Panji Sakti dengan lagunya ini ingin memberikan pemahaman bahwa dengan penderitaan adalah cara Tuhan memperkenalkan diriNya. Penderitaan hidup merupakan bagian dari nikmat, penderitaan bukan untuk ditolak dan membuat hidup tidak terarah. Justru penderitaan diterima agar membuat hidup lebih bergairah.

Penafsiran Lagu Tafsir Cinta

Sejalan dengan apa yang disampaikan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah memaknai Q.S Al-Insyirah ayat 5-6, bahwa setiap kesulitan akan disusul atau dibersamai dengan dua kemudahan. Masih didalam Tafsir Al-Misbah bahwa peryataan tersebut juga diperkuat penjelasan Imam Malik bahwa Allah menjamin setelah penderitaan itu dengan kelapangan. Penulis mencoba untuk merenungi makna lagu ini dengan pendekatan ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan kondisi lirik lagu tersebut. 

Dalam tulisan ini, penulis bukan sedang memaksakan makna ayat Al-Qur’an kedalam lagu. Namun, meminjam istilah Mohammad Arkoun yang disebutkan Abdul Mustaqim dalam Madzahibut Tafsirnya dengan pemaknaan aktual dalam Al-Qur’an atau istilah dari Hasan Hanafi dengan Tafsir Transformatifnya. Maksudnya, yaitu berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan lirik lagu tersebut dengan pendekatan penafsiran Al-Qur’an.

S’lalu aku jatuh cinta

Saat aku pejamkan mata

Seketika ringkih Cahaya

Menekuni retakan hati

Aku cintai kesakitan ini

Sambil menunggu cahaya itu

Bertegur sapa dalam dada

***

Perasaan jatuh cinta pasti tidak bisa lepas dalam kehidupan manusia. Memaknai lirik tersebut, penulis berasumsi memaknai rasa sakit bukan sebagai sebuah penderitaan. Namun, dari rasa sakit itu timbul secercah cahaya dalam hati. Karena itu lah membuat cinta dengan rasa kesakitan karena proses itu mendekatkan padaNya.

Baca Juga  Memahami Penyebutkan Kata Hayyu dalam Al-Qur'an

Sejalan dengan Tafsir Q.S Asy-Syuara ayat 78, Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah menyebutkan bahwa segala bentuk yang dihadapi manusia. Mulai dari makan, minum, kematian dan rasa sakit merupakan kenikmatan-kenikmatan Allah yang wajib disyukuri.

Maka, nikmatilah rasa sakit itu, hingga kita bersyukur dengan kenikmatan rasa sakit tersebut menumbuhkan rasa cinta kepada Allah. Lirik menunggu cahaya bertegur sapa dalam dada, penulis memaknai dengan proses kontemplasi mengenali diri sendiri, sejalan dengan kutipan dalam Buku Banjir Pahala Saat Sakit karya Atiqah Hamid, selain karena sakit sebagai media bagi Allah mendekatkan hambaNya. Namun, rasa sakit juga sebagai media untuk mengenali diri sendiri.

Jangan Kau ambil tangisan ini

Jika hanya ini yang Kau bagi

Jangan keringkan air mataku

Jika dengannya, ku bisa membaca-Mu

Jangan Kau ambil tangisan ini

Jika hanya ini yang Kau bagi

Jangan keringkan air mataku

Jika dengannya, ku bisa menatap-Mu

Jangan Kau ambil tangisan ini

Jika hanya ini yang Kau bagi

Jangan keringkan air mataku

Jika dengannya, ku bisa bersama-Mu

***

Rasa sakit disini diinterpretasikan dengan tangisan. Dalam Q.S An-Najm ayat 43; “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan tertawa dan menangis”. Mengutip dari Tafsir As-Sa’di, pakar tafsir abad ke-14 tersebut dalam tafsirnya menyebutkan dibalik sebab-sebab menangis, baik itu kesedihan dan kebahagiaan, dibalik semua itu ada hikmah yang tinggi.

Memahami lirik tersebut, Penulis berasumsi bahwa Panji Sakti ingin menyampaikan hikmah dari tangisan dan penderitaan ketika dihadapi dengan rasa syukur dan nikmat itu dengan tiga garis besar, yaitu membaca-Mu, menatap-Mu dan bersama-Mu. Titik temu dari tiga garis besar tersebut adalah selalu mengingat Allah.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 46: Siapakah Orang yang Khusyu'?

Aku bisa bersama-Mu 4x

S’lalu aku jatuh cinta

***

Puncaknya, selalu mengingat Allah atas dasar rasa cinta, bahkan ingin selalu bersama Allah. Memahami dari Buku Amalan Hati karya Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa puncak dari ibadah, yaitu dengan atas dasar rasa cinta, takut dan harap. Mulai awal hingga akhir lirik lagu tersebut, penulis memahami bahwa terakumulasinya seluruh puncak ibadah itu. Rasa takut dan harap disampaikan, karena khawatir diambilnya nikmat tangisan yang menjadi sebab timbul rasa cinta kepada Allah.

Pemaknaan lagu “Tafsir Cinta” dengan pendekatan ini bisa saja tidak sesuai dengan yang dimaksud Panji Sakti. Namun, dibalik itu semua, penulis memaknai lagu ini dengan pendekatan ini bahwa rasa sakit bukan sebagai penderitaan yang berujung pada keputus asaan. Lagu ini mengajarkan menikmati rasa sakit dengan makna yang mendalam, bahkan menumbuhkan rasa cinta, puncaknya ingin selalu mengingat Allah walaupun dibalut dengan rasa sakit.

Wallahu a’lam.

Editor: An-Najmi

Najihus Salam
Mahasiswa Semester 2 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UMS Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran