Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tiga Keutamaan Berwirausaha dalam Al-Qur’an

Berwirausaha
Gambar: https://www.mbizmarket.co.id/

Berwirausaha dalam Al-Qur’an memiliki kaitan dengan usaha, risiko, kejujuran dan keadilan. Dengan kaitan itu bekerja merupakan sebab pokok yang dapat menjadikan manusia memiliki kesempurnaan spiritual dan harta kekayaan (QS. al-Mulk [67]: 15) (Bahri, 2018: 69). Karenanya ia adalah jalan bagi manusia untuk melakukan aktivitas bisnis sekaligus bertransaksi yang melibatkan tujuan memperoleh adanya kesempurnaan spiritual dan harta kekayaan.

Urgensi tulisan ini mengkaji keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an adalah melihat adanya relasi manusia dan Tuhan yang krisis. Artinya, wirausaha sebagai aktivitas manusia hanya didasari secara material dan mengabaikan aspek spiritual. Padahal, kesempurnaan spiritual dalam pengertian implikatif dari wirausaha akan menimbulkan sikap jujur dan adil. Jadi, dimensi material yang hanya fokus terhadap harta kekayaan saja menjadi problem dalam aktivitas wirausaha.

Fokus pembahasan tulisan ini adalah bagaimana keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an. Karena itu setidaknya ia mencakup tiga pembahasan meliputi: keutamaan wirausaha yang mengarah kepada ketaatan terhadap perintah-Nya, kesadaran dalam bersosialisasi dan mandiri memenuhi kebutuhan diri sendiri. Tiga pembahasan itu akan mengurai relasi manusia terhadap Tuhan dalam aktivitas wirausaha yang sesuai landasan proseduralistik.

Keutamaan Berwirausaha Pertama: Ketaatan Kepada Tuhan Semakin Solid

QS. al-Nur [24]: 52 membahas tentang Allah Swt. dalam menjelaskan karakter orang mukmin dan munafik menyangkut persoalan ketaatan. Maka kemenangan yang berasal dari Tuhan, berupa ketaatan yang mengandung pengertian patuh terhadap perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Serta bersikap mengarah kepada ketakwaan (Zuhayli (al), 2014: 9/560).

Kaitan QS. al-Nur [24]: 52 dengan aktivitas berwirausaha menyoal adanya relasi manusia dan Tuhan menjadi hubungan yang solid. Kesempurnaan spiritual sekaligus harta kekayaan sebagai tujuan wirausaha adalah posisi manusia menempati kedudukan yang melibatkan prinsip kejujuran dan keadilan. Artinya, ketidakjujuran dan ketidakadilan sama sekali tidak diharapkan dalam berwirausaha.

Baca Juga  Hikayat Hayy ibn Yaqzhan: Sang Tarzan Versi Filsafat Islam

Ketaatan kepada Allah Swt. yang semakin solid menjadi keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an ditandai dengan satu gerakan. Oleh karenanya berwirausaha harus dimaknai dalam pengertian aktivitas bisnis sekaligus bertransaksi yang sesuai dengan prinsip kejujuran dan keadilan. Maka relasi manusia dan Tuhan tidak sekedar terhubung secara rasional saja, melainkan juga ruhiyyah.

Relasi manusia dan Tuhan yang terhubung secara rasional, berwirausaha sebagai kegiatan pragmatis. Jadi, kejujuran dan keadilan itu kebutuhan mensejahterakan konsumen. Adapun relasi manusia dan Tuhan yang terhubung secara ruhiyyah, berwirausaha sebagai kegiatan aktualisasi diri. Jadi, kejujuran dan keadilan itu implikasi dari sikap takwa, yang mengarah pada kepatuhan akan perintah-Nya.

Keutamaan Berwirausaha Kedua: Kesadaran Bersosialisasi Menjadi Intens

QS. al-Nisa>’ [4]: 29 membahas tentang hubungan solidaritas sosial antar sesama dan negara yang saling kokoh. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok rakyatnya. Sedangkan, rakyat berkewajiban mendukung negara dengan menyalurkan hartanya di jalan Allah Swt. sebagai pokok untuk membangun kemaslahatan umat (Zuhayli (al), 2014: 3/59).

Kaitan QS. al-Nisa’ [4]: 29 dengan aktivitas berwirausaha adalah relasi manusia dan Tuhan yang memiliki satu gerakan. Hal itu lebih mengarah kepada aspek usaha yang dipahami manusia sebagai jihad di jalan Allah Swt. Maka tolak ukur kesempurnaan spiritual dan kekayaan harta adalah kemaslahatan umat, yang mampu mengantarkan rakyat semakin memiliki jiwa solidaritas sosial.

Keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an tentang kesadaran bersosialisasi menjadi intens bersifat praktis. Artinya, berwirausaha harus dilakukan dengan usaha yang butuh perjuangan sebagai aktualisasi jihad. Aktivitas bisnis dan bertransaksi lantaran tidak dipahami sekedar mendistribusikan barang saja. Melainkan aktivitas bisnis dan bertransaksi dipahami juga sebagai refleksi sikap empati.

Relasi manusia dan Tuhan dengan persoalan di atas tentu terhubung dalam pengertian kemaslahatan umat. Karena, kesempurnaan spiritual dan kekayaan harta sebagai tujuan dari berwirausaha itu implementasinya adalah jiwa solidaritas sosial. Sehingga sadar akan pentingnya bersosialisasi didasarkan pada kebiasaan individualistik dalam melakukan refleksi sikap empati secara terus-menerus.

Baca Juga  Goldziher dan Daya Dobrak di Dunia Arab

Keutamaan Berwirausaha Ketiga: Mandiri Akan Kebutuhan Diri Sendiri

QS. al-Najm [53]: 39 membahas tentang manusia tidak diberi pahala atau ganjaran kecuali atas amalnya sendiri (Zuhayli (al), 2014: 14/162). Lebih tepatnya manusia diberi balasan atas amal dan usahanya dengan balasan yang utuh. Satu kejelekan dibalas sepadan dan sama. Sedangkan, satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat (Zuhayli (al), 2014: 14/167).

Kaitan QS. al-Najm [53]: 39 dengan aktivitas berwirausaha memiliki kandungan terhadap persoalan relasi manusia dan Tuhan yang bersifat kausalitas. Hal ini berarti berwirausaha yang merupakan kemampuan melakukan bisnis dan bertransaksi dengan kreatif itu harus menerima risiko. Artinya, setiap pekerjaan yang dilakukan selama proses berwirausaha terdapat sebab-akibat yang melatarinya.

Mandiri akan kebutuhan diri sendiri menjadi keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an ditandai dengan satu gerakan. Demikian ini adalah risiko dalam berwirausaha dengan mengarah kepada pemenuhan kebutuhan diri sendiri itu memiliki implikasi atas sikap yang adaptif di masyarakat. Maka arti mandiri lebih berarti kondisi manusia yang bisa bertahan dan diekspresikan kepada orang lain.

 Relasi manusia dan Tuhan dalam wirausaha selanjutnya lebih fokus terhadap self existence (keberadaan diri). Manusia yang melakukan wirausaha dengan tujuan memenuhi kebutuhan diri sendiri dan dilakukan untuk kegiatan bakti sosial, maka Allah Swt. berperan sebagai pemberi ganjaran atau pahala. Inilah sebutan konsep risiko dalam pengertian kausalitas (sebab-akibat), yang dipahami sebagai konsekuensi.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, setidaknya ada tiga keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an adalah ketaatan kepada Tuhan semakin solid, kesadaran bersosialisasi menjadi intens dan mandiri akan kebutuhan diri sendiri. Tiga keutamaan berwirausaha dalam Al-Qur’an itu mengutamakan aktivitas bisnis sekaligus bertransaksi yang mengarah kepada tujuan mencapai kesempurnaan spiritual dan kekayaan harta.

Baca Juga  Embrio Transportasi Modern dalam Al-Quran

Penyunting: Bukhari

Tulisan ini merupakan hasil kerja sama antara Tanwir.ID dan SUMU (Serikat Usaha Muhammadiyah)