Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Kisah Sapi Betina dalam Al-Qur’an: Hikmah dan Pelajaran

Bani Israil
Sumber: https://www.amazon.ca

QS. al-Baqarah yang penamaannya diambil dari ayat yang terdapat dalam surah ini, yakni sapi betina. Singkatnya, tersebutlah di kalangan Bani Israil seorang hartawan. Tetapi, ia tidak memiliki anak yang akan mewarisi harta tersebut. Alhasil, banyak kerabat yang menginginkan dan menanti warisannya.

Hal yang ditunggu mereka pun terjadi. Sang hartawan ditemukan tewas di depan sebuah rumah penduduk. Sepupu saudagar-lah yang kali pertama menemukan mayatnya pada pagi hari. Maka, gemparlah seluruh kampung atas kematiannya. Masing-masing dari mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang membunuhnya?

Asumsi-asumsi pun bermunculan. Ada yang bilang, sang kerabat yang menemukanlah yang membunuhnya. Yang lain mengatakan, si pemilik rumah yang didepannya ditemukan jasad si hartawanlah pelakunya.

Di tengah keributan tersebut, datang seorang saleh yang cerdas. Ia pun menengahi warga. “Mengapa kalian berkelahi? Bukankah di antara kita ada Nabi Musa? Mari kita tanyakan perihal ini kepada beliau.” ujarnya. Maka, mereka pun segera berbondong-bondong menemui Nabi Musa.

***

Mendengar kisah tersebut, Nabi Musa segera memanjatkan doa. Ia memohon wahyu dari Allah agar menunjukkan rahasia di balik kematian si-saudagar. Maka, Allah pun memerintahkan Musa agar menyuruh umatnya itu menyembelih seekor sapi.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً ۖ قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” (QS. Al-Baqarah: 67)

Orang-orang itu tersinggung. Sebab, dahulu mereka sempat menyembah patung sapi betina. Dan, kini RasulNya menyatakan bahwa Allah menyuruh mereka untuk menyembelih sapi. Nabi Musa pun dengan sabar menjawab, “Aku berlindung kepada Allah untuk tidak mengatakan sesuatu yang bukan firmanNya.”

Baca Juga  Tafsir Akhlaqi: Konsep Keteladanan Qur'ani

Namun, tetap saja Bani Israil enggan menaati perintah Musa. Mereka bermalas-malasan menyembelih seekor sapi. Pasalnya, sapi merupakan binatang yang dihormati oleh mereka.

Saat Musa menerangkan perihal sapi tersebut, mereka pun terlihat amat malas. Mereka justru mencari-cari pertanyaan yang dapat menunda mereka menyembelih sapi. Kesabaran Nabi Musa begitu diuji, beliau pun menjawab dengan rincian yang banyak. (QS. al-Baqarah: 68-71)

Akibat pertanyaan-pertanyaan mereka, akhirnya harus menyembelih sapi dengan kriteria yang sangat langka. Sebenarnya, andai mereka tidak mempertanyakan lebih detail lagi kriteria sapinya, maka sapi mana pun yang disembelih sudah cukup untuk menunaikkan perintah Allah tersebut. (Tafsir al-Thabari, juz 2, hal. 185).

Kisah Pemuda Pemilik Sapi Betina

Ternyata di balik hal tersebut ada hikmah besar, yaitu di tempat lain terdapat orang saleh. Ia memiliki anak yang masih kecil dan seekor anak sapi betina. Menjelang hari kematiannya, lelaki itu melepaskan sapinya di hutan seraya berdoa, “Ya Rabb, aku titipkan anak sapi ini untuk anakku sampai ia dewasa nantinya”.

Allah memperkenankan doa lelaki tersebut. Setelah dia wafat, anak sapinya tidak pernah keluar hutan dan selalu lari bersembunyi tatkala ada yang melihatnya.

Waktu semakin berlalu, anak orang saleh tadi tumbuh menjadi pemuda yang berbakti kepada ibunya. Aktivitas kesehariannya ialah mencari kayu bayar untuk kemudian dijual di pasar.

Hasil dari penjualan kayu bakar tersebut dibaginya menjadi tiga bagian, sepertiga untuk sedekah, bagian lain untuk makan, dan yang terakhir untuk ibunya. Ia juga membagi malamnya menjadi tiga bagian, sepertiga untuk beribadah, sepertiga lain untuk tidur, dan terakhir untuk duduk di samping ibunya.

***

Pada suatu hari, ibunya berkata, “Sesungguhnya ayahmu telah mewariskan anak sapi betina untukmu yang dia titipkan kepada Allah di hutan ini, maka berangkatlah! Berdoalah kepada Tuhan Bani Israil agar mengembalikan anak sapi tersebut kepadamu. Ciri-cirinya ketika melihatnya, kamu membayangkan seakan-akan sinar matahari memancar dari kulitnya. Dia diberi nama ‘al-Mudzahhabah’ karena keindahan dan kejernihannya.”

Baca Juga  Mengenal Sejarah Nabi melalui karya Al-Mubarakfuri

Tatkala pemuda itu memasuki hutan, dia melihat anak sapi sedang merumput, lantas memanggilnya dengan mengatakan, “Demi Tuhan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, dan Nabi Ya’qub, datanglah kepadaku.”

Dengan izin Allah, tiba-tiba sapi tersebut berkata, “Wahai anak yang berbakti kepada ibunya! Tunggangilah aku, karena hal itu lebih meringankanmu.”

Prima tadi berkata, “Tidak, sesungguhnya ibuku memerintahkanku untuk membawamu pulang dengan cara digiring bukan ditunggangi.”

Sapinya menjawab,  “Demi Rabb Bani Israil, jika engkau menunggangiku, niscaya kamu tidak dapat menguasaiku untuk selamanya. Ayo berangkat! Sungguh, jika engkau memerintahkan gunung melepaskan diri dari pangkalnya dan berjalan bersamamu, niscaya ia melakukannya lantaran baktimu kepada ibumu.”

Sesampai di rumah, ibunya berkata, “Nak, kamu ini orang miskin yang tidak memiliki harta. Kamu kerepotan mencari kayu bakar di siang hari dan bangun di malam hari. Oleh karena itu, pergilah. Jual sapi ini di pasar seharga tiga dinar. Jangan kamu jual dengan harga lain kecuali atas persetujuanku.”

***

Pemuda itu pun pergi ke pasar untuk menjual sapinya. Lalu Allah mengutus seorang malaikat yang menjelma menjadi sesosok manusia untuk memperlihatkan kekuasanNya dan menguji bakti anak muda itu terhadap ibunya.

“Berapa dinar engkau jual sapi ini?” tanya Malaikat.

Dia menjawab, “Tiga dinar. Dengan catatan ibuku meridainya.”

Malaikat tersebut terus memberikan harga tinggi hingga 12 dinar dengan syarat tidak perlu meminta persetujuan ibu pemuda tersebut. Namun karena baktinya kepada ibu, ia menolak dan memilih bolak-balik ke rumah untuk menanyakan keridhaan ibunya atas harga jual sapinya.

Ketika Pemuda itu kembali kepada ibunya dan memberitahukan mengenai tawaran tinggi tersebut. Ibunya berkata, “Sungguh, orang yang mendatangimu adalah malaikat dalam bentuk manusia untuk mengujimu. Jika dia mendatangimu lagi, tanyakan padanya, ‘Apakah engkau memerintahkan kami untuk menjual sapi ini ataukah tidak?”

Baca Juga  Produksi Makna Hikmah sebagai Sunnah Nabi

Pemuda itu pun melakukan perintah ibunya, lalu malaikat berkata, “Pulanglah dan katakan pada ibumu agar merawat sapi ini baik-baik. Kelak akan ada seorang yang mati terbunuh dari Bani Israil dan untuk itu Nabi Musa bin ‘Imran akan membeli sapi ini darimu. Lalu, jangan kau jual sapi ini kecuali dengan uang dinar seberat sapi itu.”

***

Allah memang menakdirkan supaya Bani Israil yang menyembelih sapi itu. Mereka terus-menerus menanyakan ciri-ciri sapi tersebut, dimana ciri-ciri tersebut sesuai dengan sapi betina milik pemuda saleh. Hal ini merupakan imbalan baginya atas amal bakti kepada sang ibu sebagai anugerah dan kasih sayang.

Akhirnya Bani Israil pun membeli sapi tersebut dengan emas seberat sapi. Lantas Nabi Musa menyembelih sapi betina itu kemudian memukulkan bagian dari sapi kepada jasad sang hartawan.

Dengan izin Allah, mayat si hartawan hidup kembali, sedang urat lehernya masih mengalirkan darah. Lalu dia berkata, “Yang membunuh saya adalah fulan.” Kemudian dia kembali menjadi mayat. Ternyata, sang pembunuh merupakan kerabat yang selalu menginginkan warisan sang hartawan sehingga ia terhalang mendapat warisan. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/440-445)