Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Ayat Neurosains: Media Penerapan Higher Order Thinking

Sumber: larasindo.or.id

Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan Allah, dan manusia dikaruniai kecerdasan yang membedakannya dengan makhluk lain serta kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk. Konsep pikiran dalam tadabbur, tafakkuri dan tadazakkuri sejalan dengan neurosains sebagai ilmu yang mempelajari aktivitas otak. Konsep akal penuh dengan nilai-nilai ilmiah. Dengan akal manusia dapat berfikir dan memunculkan hakikat di balik tanda, sehingga keimanan dan keyakinannya semakin bertumbuh.

Pusat aktivitas pikiran manusia ada pada akal dan otak. Kedua hal inilah yang pada akhirnya menciptakan peradaban. Hingga kita dapat melihat perbedaan yang sangat nyata antara dunia hewan dan manusia dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, bahkan agama. Al-Quran secara ilmiah menjelaskan bahwa manusia mendapatkan potensi kecerdasan dimanapun ia berada. Dapat memadukan secara optimal fungsi pikiran (korteks serebral) dan perasaan (sistem limbik), sehingga ketika mendapat rasa keyakinan (berupa keimanan), maka hati di dada bergetar (qalb).

Neurosains Dalam al Qur’an

Neurosains merupakan istilah baru untuk ilmu yang mempelajari sistem saraf, khususnya neuron (sel saraf). Istilah ilmu saraf juga terdapat dalam al-Qur’an yaitu aktivitas otak yang meliputi tafakkur (berpikir), tadabbur (merenug) dan tabaṣṣur (memahami). Beberapa ayat Al-Quran yang menggunakan istilah-istilah ilmu saraf (neurosains) adalah: QS. Al- Baqarah [2]: 219; QS. Al-Imran [3]: 191: QS. Al-An’am [6]: 50; QS. Al-A’raf [7]: 176 & 184: QS. Yunus [10]: 24; QS. Al-Ra’d [13]: 3.

Penjelasan Al-Quran tentang neurosains otak dan fungsinya adalah ya’qilu, yatafaakkaru, yatadabbaru dan yatadzakkaru. Fungsi aql berbentuk fi’il (kata kerja) yang menunjukkan bahwa al-Quran menjelaskan bahwa berpikir rasional adalah suatu proses asosiasi ilmu yang berkesinambungan dan bukan merupakan hasil perbuatan. Ini menunjukkan gambaran aktivitas berpikir manusia yang bersifat terus menerus. Ketika seseorang merasakan tanda, ia harus memikirkan hakikatnya, inilah yang disebut tafakkur.

Begitu seseorang telah mempelajari tentang aktivitas berpikir, maka ia harus memahaminya dengan baik dan mendalam. Proses memahami hasil berpikir disebut tafaqquh. Setelah pengetahuan yang diperoleh telah dipahami dengan benar, proses selanjutnya adalah mengingat kembali apa yang telah dipahami tentang hakikatnya. Proses seperti ini disebut tatzakkur. Pada saat yang sama, manusia selalu ingat bahwa untuk memahami ilmu, seseorang harus melakukan tadabbur atau meninjau kembali inti suatu peristiwa atau ilmu yang dipelajari sebelumnya.

Baca Juga  Air Sebagai Sumber Kehidupan Perspektif Al-Qur’an

Hakikat Akal Dalam al Qur’an

Bagian otak yang membedakan manusia dengan hewan adalah prefrontal korteks. Bagian ini disebut juga sebagai penanda kemanusiaan, karena bagian ini merupakan pusat kepribadian seseorang, termasuk pengaturan sikap dan perilaku dalam interaksi sosial. Selain itu, prefrontal korteks juga berperan penting dalam kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, merencanakan, membayangkan masa depan, dan berfikir kritis. Oleh karena itu, prefrontal korteks merupakan bagian penting otak yang juga merupakan pusat kendali manusia.

Dengan demikian Allah menciptakan manusia lebih baik dari makhluk lainnya, bahkan lebih baik dari malaikat. Hal ini tertulis dalam QS. Al-Isra dan At-Tiin.

(QS.Al-Isra:70)

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

(QS.At-Tiin:4)

لقد خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقويم

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya.”

***

Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut merupakan penjelasan tentang penciptaan manusia dengan segala keistimewaannya. Allah SWT telah menganugerahkan kepada manusia sifat-sifat terbaik, bagian-bagian tubuh yang seimbang, sempurna, dan tidak ada yang kurang. Semua itu hanyalah tanda kekuasaan Allah yang menciptakan manusia dan kembali pada hari kiamat. Keunggulan manusia dalam penciptaan juga mempengaruhi kemampuannya dalam menerima amanah khalifah duniawi. Disebutkan dalam QS. Al-Ahzab: 72.

Dalam al-Quran kata akal (al-‘aql) disebutkan dalam bentuk kata kerja sebanyak 49 kali, antara lain aqalah (1 kali), ya’qilun (22 kali), na’qilu (1 kali), ya’qiluha (1 kali) dan ta’qilun (24 kali). Dan al-Quran menjelaskan bahwa orang yang berakal adalah orang yang secara maksimal memadukan fungsi pikiran dan perasaan sedemikian rupa sehingga ketika menerima keyakinan diri sehingga menggetarkan hati (qalb ). Para ulama, merujuk pada kitab suci Al-Quran, menjelaskan bahwa otak manusia mempunyai korteks (korteks serebral). Menariknya, pusat penglihatan dan pendengaran manusia juga terletak di korteks serebral.

Baca Juga  Garis Edar Matahari: Perspektif Al-Qur'an dan Sains

Hal ini menunjukkan bahwa proses melihat dan mendengar sebenarnya identik dengan proses berpikir. Orang yang melamun, meskipun ia melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya, tidak memahami apa yang dilihat dan didengarnya. Pada saat seperti itu, ia tidak sepenuhnya mengaktifkan kemampuan berpikirnya.

Penerapan Higher Order Thinking Dalam Spiritualitas

Proses berpikir yang melibatkan penalaran logis ini seringkali disebut dengan Higher Order Thinking (HOT) yang disebut juga dengan berpikir kritis. Semakin seseorang berpikir kritis maka akan semakin baik pula ia memahami konsep penciptaan dan semakin dekat dengan  Allah.

Oleh sebab itu ubun-ubun atau otak manusia adalah yang mengarahkan semua perbuatan yang dilakukan manusia, jika otak mempunyai kemauan, maka segala sesuatu bisa dilakukan, apalagi jika otak menginginkan perbuatan yang tidak baik, hanya mengikuti kemauannya tanpa mempertimbangkan baik dan buruk, bisa saja seseorang melakukan semua hal tersebut dengan apa yang dia inginkan, itu semua kembali ke otaknya. Ubun-ubun atau otak bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh individu, sedangkan bagian tubuh lainnya hanya mengikuti apa yang diputuskan oleh ubun-ubun atau otak.

Karena sebagian besar manusia hanya mementingkan hawa nafsu dan keinginannya sendiri, tanpa mempedulikan baik dan buruk. Dengan demikian otak merupakan dangkal dari semua aktivitas, terlebih lagi aktivitas yang melanggar agama, yang dilakukan oleh manusia sebagai mana Allah jelaskan kadzibatin khati‟ah yaitu pendusta dan durhaka. Selain itu Allah juga menyebutkan beberapa ayat dalam al-Qur’an dengan mengakhiri lafadh tafkkuri (berfikir), karena dengan berfikir manusia lebih dekat dengan tuhannya.

Editor: An-Najmi