Keterampilan berpikir diakui secara global sebagai salah satu hal yang penting dalam tujuan pendidikan abad ke-21. Keterampilan ini mendapat tempat yang kokoh dari bidang psikologi kognitif yang berkaitan dengan pemikiran proses untuk memahami pengalaman dengan membangun makna dan strukturnya. Manusia dibekali potensi pengetahuan kreatif dan konseptual untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan mengatasi semua hambatan yang dihadapinya. Berpikir memiliki sudut pandang yang berbeda antara Barat dan Islam.
Berpikir dari sudut pandang Barat mencakup berbagai aktivitas kognitif. Keterampilan berpikir terhubung dengan strategi tertentu untuk mencapai keputusan atau mencapai solusi yang dapat diandalkan untuk suatu masalah sebagaimana dikemukaan oleh Smith and Bailin dalam Education, Knowledge and Truth (1998). Berpikir juga melibatkan refleksi, yang merupakan proses memeriksa dan mengevaluasi persepsi di lingkungan sekitar.
Pada sudut pandang Islam, para pemikir setuju bahwa berpikir harus dalam tujuan mencari kebenaran dalam setiap masalah. Sejak tahap awal berpikir harus cenderung pada bimbingan ilahi yang disediakan dalam Al-Qur’an dan sunah. Hal ini pernah dikuatkan oleh penelitian Zaffar dalam The Concept of Critical Thinking from the Perspective of Islamic Education Teachers.
Berbeda dengan sudut pandang Barat, proses berpikir menurutnya berkisar pada penalaran. Sementara dalam Islam, berpikir berkaitan pula dengan proses membedakan antara yang baik dan buruk. Dalam kenyataannya, kemampuan berpikir, kreativitas, dan pemecahan masalah tetap dibutuhkan untuk memenuhi tugas khalifah di muka bumi.
Berpikir dalam Pandangan Filsafat Barat
Edward de Bono dalam Teach Your Child How To Think (2017) pernah mengemukakan bahwa berpikir merupakan kemampuan operasional yang dengannya intelegensi merespons berdasarkan pengalaman. Pendapat ini diperkuat oleh Rajendran (2010) dalam bukunya yang terkenal Teaching & Acquiring High-Order Thinking Skills: Theory & Practice, yang menyebutkan berpikir sebagai proses kognitif yang terdiri dari konseptualisasi, penerapan, analisis mensintesis dan mengevaluasi informasi yang diberikan. Kemudian, informasi yang dikumpulkan dihasilkan dari observasi, pengalaman, refleksi atau komunikasi dengan orang lain.
Berpikir dalam filsafat Barat diasumsikan sebagai proses kognitif dan mental suatu pengetahuan yang diperoleh dan disebarluaskan demi memecahkan masalah. Malah, konsep berpikir dalam periode kontemporer sebagian besar dipengaruhi oleh pandangan dunia Barat.
Ideologi Barat tentang berpikir berbeda dengan epistemologi Islam. Berpikir menurut perspektif Barat secara murni menghubungkan pikiran dengan dasar-dasar logika dan rasional berdasarkan pendekatan empiris. Pandangan Islam sebaliknya menekankan wahyu sebagai panduan utama dalam kegiatan berpikir. Perbedaan atau mungkin pertentangan ini pernah dirilis dalam tulisan hasil riset Norillah, A. and Sharifah, S.S.H. tentang Comparative Analysis Between Bloom‘s and Malik Badri‘s Taxonomies of Thinking Process (2012).
***
Salah satu ciri dominasi berpikir perspektif Barat adalah penerapan dari Teori Bloom tentang Taksonomi. Gagasan Bloom digunakan secara luas dalam pendidikan. Taksonomi Bloom menjadi ciri penting dalam teori dan praktik pendidikan Barat karena telah terbukti sebagai model evaluasi untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat rendah atau tingkat tinggi. Bloom adalah salah satu ahli pendidikan yang sangat antusias dalam pelatihan berpikir. Berdasarkan taksonominya yang terkenal, beberapa tingkat keterampilan pemrosesan informasi telah dibuat transparan. Sehingga memudahkan para pendidik untuk merencanakan dan menyusun strategi pengajaran dan penilaian mereka.
Taksonomi Bloom ini bersifat hirarkis. Pengetahuan ditempatkan sebagai urutan berpikir paling rendah terendah, sementara evaluasi ditempatkan sebagai urutan pemikiran tertinggi. Dengan teori ini, siswa didorong untuk berpikir tentang informasi, ide dan pendapat, yang dilanjutkan dengan menarik kesimpulan atau generalisasi.
Berpikir dalam Pandangan Islam
Kata tafakur telah menjadi istilah penting dalam dunia berpikir perspektif Islam. Istilah kata tafakur diidentikan dengan pemikiran yang mendalam. Kata ini muncul hampir 20 kali dalam Al-Qur’an. Di semua tempat di mana kata itu disebutkan, hal itu mendorong manusia untuk berpikir yang menunjukkan betapa pentingnya berpikir dalam pandangan Islam. Badri dalam Contemplation: An Islamic Psychospiritual Study menegaskan bahwa tafakur merupakan sarana berpikir dan merenungkan sesuatu, juga menjembatani persepsi dan konsepsi dari kehidupan dunia ke kehidupan akhirat.
Tafakur merupakan perenungan, refleksi, latihan, dan tadabur yang mencakup akal, hati, dan spiritualitas manusia yang telah dipraktikkan oleh orang-orang yang berilmu sejak ribuan tahun yang lalu. Nabi Muhammad Saw, contohnya, menganggap tafakur sebagai sarana untuk merenungkan kekuasaan Allah Swt., memberikan petunjuk, dan solusi atas kesulitan. Hal ini dapat dilihat ketika Nabi Muhammad Saw terus-menerus mengasingkan diri dan mempraktekkan tafakur di Gua Hira hingga beliau menerima wahyu dari Allah Swt.
***
Pada beberapa ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berpikir dan menganalisis guna membangun akidah Islam yang pasti. Islam mendorong manusia untuk berpikir dan merenung agar tidak terbawa kepada kerusakan atau perbuatan jahat. Berpikir dalam pandangan Islam berkaitan dengan dengan nilai-nilai yang akan menghasilkan akhir yang lebih baik untuk kepentingan seluruh umat. Untuk mencapai tafakur, seseorang harus terlibat secara fisik dan spiritual dengan memperkuat hati dan keimanan. Berbeda dengan pandangan Barat, tafakur dalam pandangan Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt dan akan mendapat pahala jika dilakukan dengan keikhlasan, niat, dan tujuan yang baik.
Berpikir dalam sudut pandangan Islam tidak hanya terbatas pada lingkup tubuh dan pikiran. Tetapi juga melibatkan unsur spiritual, yaitu hati. Hati adalah pusat dari pikiran. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap muslim untuk memiliki pengetahuan tentang hati, termasuk mengetahui penyakit-penyakitnya seperti iri hati, sombong, dan tipu daya.
Hal ini berarti bahwa seseorang harus berpikir dengan hati juga pikiran yang terbuka, karena jika hati terbuka, maka pikiran juga akan terbuka, karena berpikir berasal dari hati. Ini tidak berarti bahwa otak tidak memiliki peran dalam kehidupan kita, tetapi hati adalah komponen penting juga.
Wallahu A’lam.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply