Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Keep Strong dan Jangan Jadi Pribadi yang Lemah: Tafsir Ali Imran 139

Lemah
Sumber: https://www.istockphoto.com/

Q.S Ali Imran ayat 139 merepresentasikan bahwa janganlah menjadi hamba yang lemah. Maksud lemah menurut pandangan Ibnu Katsir dalam ayat tersebut adalah lemah sebab sesuatu yang telah menimpahmu (setelah perang Uhud).

Memang ayat tersebut diperuntukkan kepada umat Islam setelah kekalahanya dalam peperangan Uhud. Allah memberi isyarat bagi kaum muslim sekaligus pelajaran bahwa jadilah muslim yang kuat namun rendah hati dan jangan jadi muslim yang lemah sebab sesuatu yang terjadi.

Sudahlah perang Uhud telah usai, kalah menang sudah biasa, janganlah kamu lemah, janganlah berselimut dalam kesedihan. Kamu itu tinggi derajatnya disisiku jika kamu hamba yang beriman. Kalimat mesra Allah yang tergambar dalam Q.S Ali Imran ayat 139.

   وَلَا تَهِنُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَاَنۡتُمُ الۡاَعۡلَوۡنَ اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ‏

Dan janganlah kamu merasa lemah, dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang beriman. (Q.S Ali Imran [3]: 139).

Tafsir Ali Imran Ayat 139

Abu Ja’far mengatakan ini adalah kalam Allah untuk menenangkan sahabat Rasulullah atas kejadian yang telah menimpahnya dari luka-luka maupun kematian dalam peperangan Uhud. (Ibnu Jarir At-Thabari, Jami’ul Bayan, Juz 7, Hal. 234).  

Janganlah pesimis sebab kelemahan atas serangan orang kafir. Juga jangan bersedih hati atas apa yang menimpahmu dalam peperangan Uhud. Kamu adalah hamba tinggi derajatnya atas kemenangan orang kafir, jika kamu beriman secara benar (Tafsir Jalalain, hal. 85).

Tinjauan kedua ulama tafsir di atas menegaskan bahwa memang ayat ini bentuk penyemangat Allah atas kaum muslim setelah kalah dalam peperangan Uhud. Sebab pada pertempuran tersebut banyak sahabat yang gugur syahid termasuk paman Rasulullah yaitu Hamzah.

Baca Juga  Pro-Kontra Tafsir Falsafi dalam Perdebatan Ulama

Tidak hanya itu, Rasulullah menjadi sasaran empuk oleh pasukan kafir. Namun Thalhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah sampai-sampai puluhan busur panah menancap di punggungnya.

Pelajaran dari Perang Uhud

Faktor kekalahan umat Islam pada pertempuran Uhud adalah tidak mengikuti instruksi yang diberikan Rasulullah. Karena pasukan muslim yang berada di atas gunung Uhud merasa kemenangan sudah di depan mata sehingga para pemanah yang dipimpin oleh paman Rasulullah, Hamzah itu turun keluar dari barisan peperangan dan berebut harta ghanimah. Jadilah pasukan kafir naik dan menguasai gunung Uhud, kemudian dengan mudahnya memporakporandakan kaum muslim dengan busur panahnya.

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kekalahan kaum muslim di petempuran Uhud. Salah satunya adalah jangan merasa menang sebelum selesai pertandingan. Artinya jangan tinggi hati sebab sesuatu yang kita miliki. Memang seakan-akan kemenangan di depan mata. Namun sesuatu yang terjadi bisa berubah karena ulah hati kita sendiri.

Kemudian sesuatu yang tidak dipertaruhkan tidak akan dimenangkan. Menang kalah sudah biasa, jika menang bersyukur dan sebut nama Tuhanmu. Jika kalah janganlah rendah diri mungkin kamu hanya kalah nasib sehingga butuh banyak evaluasi untuk pertandingan selanjutnya.  

Hal tersebut dirasakan umat Islam saat perang Uhud. Mental umat Islam sempat goyah bahkan mungkin trauma, namun Allah mengingatkan agar tetap semangat dan jangan lemah. Mungkin hal tersebut terjadi di antara kita. Maka ingatlah firman Allah Q.S Ali Imran ayat 139 agar menjadi energi kita untuk bangkit menggapai cita-cita.

Jangan Lemah Karena Allah Suka Hamba yang Kuat

Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah Saw. bersabda:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.

Para ulama memaknai al-qawiyyu (kuat) dalam hadis tersebut dengan berbagai kriteria. Salah satunya adalah kuat secara jasmani, finansial, akal pikiran dan bebas dari tanggung jawab orang lain. Multi penafsiran bersifat kondisional sesuai kondisi seorang muslim.

Baca Juga  Mungkinkah Ayat-Ayat Al-Quran Direvisi?

Sebagai contoh fulan memiliki badan yang tinggi, kekar, kuat dan berotot. Ia mampu menggunakan kekuatannya untuk menolong kesusahan orang, mengangkat barang berat dan lain sebagainya. Ini adalah maksud kuat dalam multi penafsiran tadi.

Kuat secara finansial juga diajurkan oleh Rasulullah. Sebab harta yang baik dipegang hamba yang salih. Kuat secara fikiran hal didambakan Rasulullah kepada umatnya. Karena ilmu pengetahuan adalah awal peradaban. Kuat dengan kekuasaan, kuat secara sosial dan lain sebagainya. Prinsipnya makna kuat yang dimaksud adalah memiliki value yang bisa membawa kebermanfaatan bagi orang lain.

Lebih dari itu “kuat” bisa dimaknai seorang hamba yang optimis dalam segala hal dengan memaksimalkan kemampuan yang telah Allah berikan untuk kebermanfaatan. Kuat secara mental lebih tepatnya. Karena mental adalah pengendali jasmani, meskipun fisik biasa saja namum mental kuat bukan tidak mungkin mengalahkan fisik yang kuat.

Adapun mukmin yang lemah adalah mukmin yang tidak bisa memaksimalkan kompetensi yang Allah berikan. Mukmin yang pesimis, belum apa apa bilang “ah aku tidak bisa, aku kalah, aku tidak mampu”. Ditakutkan mukmin seperti ini nantinya diinjak-injak lawan kemudian merendahkan derajat keimanannya dihadapan manusia.

Keep Strong! Allah Tidak Suka Hamba yang Lemah

Lemah yang dimaksud bukan lemah secara fisik. Namun lemah secara mental. Lemah mental bentuknya banyak, namun yang senada dalam pembahasan ini adalah mengarah pada sifat putus asa, pesimis dan rendah diri. Sifat-sifat tersebut menunjukkan tidak bersyukurnya seorang hamba atas pemberian tuhan.

Dalam Al-Quran syukur lawanya adalah kufur (Q.S Ibrahim [14]: 7). Dengan begitu orang yang putus asa dan pesimis adalah orang yang kufur nikmat. Padahal begitu banyak nikmat Allah yang diberikan jika manusia mau berfikir (Q.S An-Nahl [16]: 18).

Baca Juga  Kalimatun Sawa: Pandangan Al-Quran tentang Keberagaman Agama

Ali Aziz dalam bukunya Bersiul di Tengah Badai memberi pernyataan bahwa pesimis itu dosa. Mengapa demikian, karena pesimis cenderung memandang negatif karunia yang diberikan Allah. Begitupun putus asa, maka janganlah putus asa atas rahmat Allah (Q.S Yusuf [12]: 87). Lemah mental pertanda lemah iman.

Sebaliknya mukmin sejati adalah mereka yang strong dalam kehidupanya. Optimis dalam menjalankan pekerjaanya. Bersama terbitnya matahari, terbitlah semangat dan optimisme untuk mengarungi kehidupan. Kompetensi yang Allah berikan benar-benar diasah dan dipelajari, sehingga pola pikirnya positif dalam memandang suatau masalah.

Tanpa ada rasa pesimis jiwa manusia akan sehat. Karena hormon yang dibawa selalu positif yang menyebabkan semangat dalam hidupnya. Bahagia adalah kunci kesehatan dan kebugaran. Akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat. Tetap semangat, tetap optimis dan jadilah mukmin yang kuat. Wallahu a’lam.

Penyunting: Bukhari