Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Perbedaan Sab’atu Ahruf dan Qiraat Sab’ah

Sumber: istockphoto.com

Belajar mengenai ilmu Ulumul Quran menjadi pedoman bagi mereka yang menyelidiki al-Qur’an sepanjang masa. Dapat dibayangkan sebagai tanda dan petunjuk bagi peneliti al-Qur’an yang ingin memasuki tingkat kedalaman atau menghadapi tahap yang lebih kompleks, yaitu menafsirkan al-Qur’an. Setelah melewati fase ulumul Qur’an, seseorang akan memiliki pemahaman dan landasan yang setidaknya tidak sembarangan dalam menafsirkan al-Qur’an. Dalam tulisan ini, penulis bermaksud menjelaskan perbedaan antara Sab’atu ahruf dan Qira’ah Sab’ah, yang sering kali menyebabkan kebingungan di kalangan peneliti ulumul Quran dan bahkan dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal dengan menganggap keduanya sama.

Pengertian Sab’atu Ahruf

Kata “Ahruf” dalam konteks tujuh Ahruf merujuk pada bentuk jamak dari kata “harf” dalam bahasa Arab. Istilah “Ahruf” memiliki berbagai makna yang melibatkan konsep qira’at (bacaan) dan kadang-kadang merujuk pada arti atau arah. Dari segi etimologi, umumnya para ulama meyakini bahwa dalam hadis mengenai tujuh Ahruf, kata “tujuh” diinterpretasikan secara harfiah sebagai angka tujuh, bukan sebagai kiasan. Dengan demikian, tujuh diartikan sebagai angka yang berada di antara enam dan delapan. Sementara itu, kata “Ahruf” dalam konteks linguistik adalah bentuk jamak dari “harf”, yang mencakup makna seperti pinggir dari sesuatu, salah satu huruf hijaiyah, dan sejenisnya.

Munculnya istilah sab’atu ahruf berasal dari catatan dalam hadis Nabi Saw. Salah satunya dicontohkan dalam riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Abbas. Beliau menyampaikan, “Rasulullah SAW menyatakan, Jibril membacakan satu huruf kepadaku. Saya kembali kepadanya, terus meminta tambahan, dan ia menambahkan huruf-huruf tersebut hingga mencapai jumlah tujuh huruf.”

Penulis menyimpulkan dari berbagai pandangan bahwa sab’atu ahruf, yang merupakan tujuh variasi bahasa Arab mengenai satu makna, merupakan pandangan yang paling mendekati kebenaran menurut sebagian besar ulama. Pendapat ini menunjukkan bahwa jika terdapat perbedaan dalam ekspresi makna antar bahasa-bahasa tersebut, al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan sejumlah lafadz sesuai dengan variasi bahasa tersebut terkait dengan makna yang sama. Namun, jika tidak ada perbedaan, al-Qur’an hanya menggunakan satu lafadz atau lebih. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai bahasa-bahasa yang dimaksud. Beberapa ulama menyebutkan bahwa ketujuh bahasa tersebut adalah bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.

Baca Juga  Tafsir Q.S. An-Nur 27-28: Etika Bertamu dalam Islam

Pengertian Qiraat Sab’ah

Istilah “qiraat” berasal dari bahasa Arab, yaitu قراءات, yang merupakan bentuk jamak dari قراءة. Secara etimologis, qiraat dapat diartikan sebagai akar kata dari قراء yang berarti bacaan. Dalam penggunaan luas, قراءات memiliki konotasi “beberapa pembacaan”. Secara terminologis, para ulama menyampaikan berbagai ungkapan atau redaksi terkait dengan qiraat.

Menurut Al-Zarqani, qiraat merujuk pada mazhab yang dianut oleh seorang imam qiraat, yang berbeda dengan imam qiraat lainnya dalam pengucapan al-Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya. Perbedaan tersebut bisa mencakup pengucapan huruf-huruf atau bentuk-bentuknya. Al-Zarkasyi, di sisi lain, mendefinisikan qiraat sebagai perbedaan dalam lafadz-lafadz al-Qur’an, melibatkan tidak hanya huruf-huruf tetapi juga cara-cara pengucapan seperti takhfit, tasydid, dan aspek lainnya. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa al-Zarkasyi hanya memfokuskan pada kata-kata al-Qur’an yang mengalami perbedaan dalam qiraat. Di sisi lain, al-Zarqani lebih cenderung mengikuti suatu mazhab atau aliran dalam mengucapkan al-Qur’an yang diperkenalkan oleh seorang imam.

Perbedaan Sab’atu Ahruf dan Qiraat Sab’ah

Sab’atu Ahruf dan Qiraat Sab’ah merupakan konsep yang terkait erat dalam kajian ulumul Quran. Meskipun keduanya memiliki perbedaan mendasar, hubungan antara keduanya sangat erat. Penggunaan istilah sab’atu ahruf sudah ada sejak al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana diungkapkan dalam perkataan Nabi yang menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf. Namun, penafsiran ulama mengenai makna dari tujuh huruf tersebut berbeda-beda, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Sementara itu, qiraat sab’ah merujuk pada variasi bacaan al-Qur’an yang dilafalkan oleh para imam Qurra. Istilah qiraat sab’ah muncul ketika muncul berbagai macam bacaan al-Qur’an. Para imam Qurra kemudian melakukan penelitian dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, seperti kesesuaian bacaan dengan kaidah bahasa Arab, kesesuaian dengan mushaf Utsmani, dan keabsahan sanadnya. Dengan mempertimbangkan syarat-syarat tersebut, akhirnya ditetapkan tujuh imam dan bacaan mereka yang sesuai dengan kriteria qiraat yang dianggap mutawatir.

Baca Juga  Hak Reproduksi Perempuan dalam Islam

Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan Sab’atu Ahruf

  1. Untuk memberikan kemudahan bagi umat Islam dalam membaca al-Qur’an, menghafal, dan mengajarkan al-Qur’an dengan qiraat yang dikuasai, sebagaimana wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
  2. Untuk memberikan bukti tentang isi kandungan al-Qur’an secara mendalam, termasuk juga dengan qiraat di dalamnya.
  3. Mempersatukan seluruh dialek bangsa Arab dan mempersatukan umat Islam.
  4. Menunjukkan atas kemukjizatannya al-Qur’an yang sempurna dengan keindahannya.
  5. Bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau adalah utusan Allah SWT. Sekaligus menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah Swt Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Meskipun terdapat banyak perbedaan pemahaman, namun hal ini tidak menimbulkan konflik, justru sebaliknya perbedaan tersebut saling memperkuat dan menjelaskan melalui model dan konsep yang serupa.
  6. Menjadi bukti keutamaan dan kemuliaan umat Nabi Muhammad Saw. daripada umat yang lain.

Editor: An-Najmi