Salah satu pembahasan ulumul qur’an yang mempunyai posisi sangat penting dalam kajian ilmu keislaman adalah ilmu qiraat. Ilmu yang paling konsentrasi meneliti keabsahan teks Al-Qur’an, baik dari segi pengucapan maupun tulisannya.
Secara ilmiah, qiraat dapat disejajarkan dengan hadis. Karena mekanisme keduanya menggunakan pola periwayatan. Proses selektif ragam bacaan Al-Qur’an yang dianggap mutawatir harus melalui tahqiq (akurasi sanad) dalam mata rantai periwayatannya, yaitu melalui proses jarh wa ta’dil (seleksi kepribadian pembawa qiraat melalui analisis biografinya), kemudian kesesuaiannya dengan kaidah bahasa Arab dan rasm usmani.
Namun terkait tentang munculnya qiraah (ragam bacaan) Al-Qur’an, para ulama berselisih pendapat, apakah di Mekah sebelum hijrah atau di Madinah pasca-hijrah.
Ragam Pendapat Ulama
Pendapat pertama, mengatakan bahwa qiraah muncul pertama kali di Mekah sebelum hijrah, berdasarkan hasil Analisis Hadis dari Ibnu Abbas:
أَقْرَأَنِي جِبْرِيلُ عَلَى حَرْفٍ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ
Muhammad Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhari, 3219/527
Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf. Kemudian aku selalu meminta agar huruf itu ditambah, dan Jibril pun menambahnya kepada ku sampai selesai tujuh huruf.
Menurut pendapat pertama, hadis tersebut memberikan petunjuk bahwa berbagai bacaan Al-Qur’an mengiringi saat permulaan penurunan wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Saw.
***
Kemudian argumen selanjutnya ialah, bahwa kebanyakan surat Al-Qur’an adalah Makiyah. Makiyah adalah surah atau ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad hijrah, sedangkan Madaniah, yaitu ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah. Dalam kitab Al-Qawaid al-Asasiyah Fi Ulum al-Qur’an, 12) karya Sayyid Alawi Al-Maliki jumlah surah Al-Qur’an yang Makiyah sebanyak 85 surah, sedangkan surah Al-Qur’an yang Madaniah sebanyak 29 surah.
Di dalam surah Makiyah ini terdapat juga beragam bacaan didalamya, seperti surah Al-Furqan. Surah ini masyhur dengan kisahnya tentang ragam bacaan Al-Qur’an. Yaitu, ketika Umar bin Khattab mendapati Hisyam bin Hakam membaca surah Al-Furqan yang tidak sesuai dengan bacaan Umar yang dia pelajari dari Rasulullah. Untuk Kisah lengkapnya dalam kitab Muwatha’ karangan Malik bin Anas. https://hadits.in/malik/423 Oleh karena itu, menurut pendapat pertama ini, ragam bacaan Al-Qur’an telah muncul saat Rasulullah masih di Mekah.
***
Adapun pendapat kedua, berpandangan bahwa ragam bacaan Al-Qur’an diturunkan saat Nabi hijrah ke Madinah. Perihal alasannya ialah karena salah satu sebab ragam bacaan diturunkan adalah untuk memudahkan ummat, karna adanya faktor perbedaan lahjah (dialek) kabilah dan bahasanya. Sedangkan, pada saat di Mekah kabilah Arab yang masuk Islam masih sangat sedikit, berbeda saat di Madinah kabilah berbondong-bondong masuk Islam setelah Hijrah. Maka dari itu, Allah Swt memberi kemudahan untuk membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
Di samping itu, ada pula hadis yang menceritakan Nabi memohon kepada Jibril untuk diberi keringanan membaca Al-Qur’an lebih dari satu huruf. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَ أَضَاةِ بَنِي غِفَارٍ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَأْمُرُكَ أَنْ تُقْرِئَ أُمَّتَكَ عَلَى حَرْفٍ قَالَ أَسْأَلُ اللَّهَ مُعَافَاتَهُ وَمَغْفِرَتَهُ إِنَّ أُمَّتِي لَا تُطِيقُ ذَلِكَ ثُمَّ أَتَاهُ ثَانِيَةً فَذَكَرَ نَحْوَ هَذَا حَتَّى بَلَغَ سَبْعَةَ أَحْرُفٍ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُقْرِئَ أُمَّتَكَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَأَيُّمَا حَرْفٍ قَرَءُوا عَلَيْهِ فَقَدْ أَصَابُوا https://hadits.in/abudaud/1263
Dari Ubai bin Ka’b bahwa Nabi berada di air rawa Bani Ghifar, kemudian Jibril datang kepadanya, dan berkata, sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan satu bacaan. Beliau berkata, “Aku meminta maaf dan ampunan kepada Allah. Sesungguhnya umatku tidak akan mampu melakukan hal tersebut.” Kemudian ia datang kepada beliau kedua kalinya dan menyebutkan seperti ini hingga sampai berbagai ragam bacaan. Ia berkata, sesungguhnya Allah memerintahkamu agar membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf (berbagai ragam bacaan). Mana saja yang mereka baca maka mereka telah benar.
***
Menurut analisis ulama yang berpendapat ragam bacaan turun di Madinah, melihat bahwa dalam hadis ini memberikan informasi tempat yang bernama adah bani ghiffar, yakni perairan (anak sungai) dekat di Madinah. Oleh karena itu, menurut pendapat kedua ini ragam bacaan Al-Qur’an baru muncul saat di Madinah. Di antara ulama yang sejelan dengan pendapat ini yaitu Ibnu Abdil Bar dan Abi Syamah. Abdul Qayyum bin Abdul Ghafur, Shafhatu Fi Ulum Al-Qiraat, 32.
Pendapat ini juga selaras dengan pandagan Ahmad Shams Madyan dalam tulisannya Peta Pembelajaran Al-Qur’an, yang dikutip dari keterangan Dr. Ibrahim Khalifah dalam al-Mausu’ah al-Qur’aniyyah al-Mutakhassisah, 113, bahwa pada periode Mekkah, Al-Qur’an hanya diturunkan dalam satu huruf saja yaitu bahasa Quraisy dan sekitarnya. Menurutnya informasi kedatangan Jibril yang mengajarkan tujuh huruf itu ada setelah periode Madinah. Karena riwayat yang menyinggung penurunan Al-Qur’an dalam tujuh huruf berada di lokasi Bani Ghiffar yang berada dekat Madinah. Kemudian pada tahap selanjutnya ayat-ayat Makiyah yang turun dalam satu huruf juga di-upgrade Jibril ke dalam berbagai bacaan, sebagaimana ayat-ayat Madaniah. Ahmad Shams Madyan, Peta Pembelajaran Al-Qur’an, 72,73.
Akan hal ini, di dalam buku Shafhatu Fi Ulum Al-Qiraat sebagian ulama mencoba menggabungkan kedua pendapat tersebut. Yaitu, menurutnya permulaan turunnya berbagai ragam bacaan qiraat Al-Qur’an bersamaan dengan turunnya Al-Qur’an di Mekah. Karna tidak ada dalil yang menjelaskan bahwa surah Makiyah turun lagi kedua kalinya setelah hijrah. Akan tetapi saat itu belum ada kebutuhan untuk membaca dengan qiraat yang ada. Karena bahasa dan dialektika penduduk Mekah pada saat itu secara umum masih sama. Berbeda dengan kejadian tatkala di Madinah karena berbagai kabilah-kabilah sudah masuk Islam. Karena itulah dibutuhkan berbagai bacaan. Kemudian terkait hadis dari Ubay bin Ka’b tentang informasi lokasi Bani Ghifar hanya sebagai isyarat untuk pembolehannya membaca ragam bacaan. Abdul Qayyum bin Abdul Ghafur, Shafhatu Fi Ulum Al-Qiraat, 32).
***
Oleh karena itu beberapa pandangan-pandangan penulis kemukakan diatas, masih tetap menjadi ladang diskusi yang memiliki relevanasinya di kalangan para ulama dan sejarawan Islam. Karena pembahasan ini juga dinilai belum final. Wallahu a’lam.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply