Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Goldziher dan Daya Dobrak di Dunia Arab

Goldziher
Gambar: https://forward.com/

Dalam status sebelumnya saya menyebut karya terjemahan Ignaz Goldziher, Madzahib al-tafsir al-Islami, sebagai sasaran kritik beberapa penulis Arab modern. Sekarang saya ingin tambahkan, penerjemahan karya “orientalis” Hungaria itu telah membantu menyemarakkan kajian tafsir di dunia Arab sejak pertengahan abad ke-20.

Apa yang terjadi? Dunia Arab, bahkan dunia Islam secara umum, telah lama kehilangan apa yang disebut Nurcholish Madjid (Cak Nur) “psychological striking force” (daya pendobrak psikologis) akibat kemandegan intelektual yang menjerat sekian lama. Jika di Indonesia Cak Nur memperkenalkan ide sekularisasi untuk merevitalisasi daya dobrak itu, pemikir Arab Ali Hasan Abd al-Qadir menerjemahkan kajian tafsir Goldziher.

Seperti dituturkan Abd al-Qadir dalam kata pengantar terjemahannya, motivasinya menerjemahkan karya Goldziher itu merupakan respons terhadap seruan al-Azhar agar ulama-ulama Muslim mempelajari kesarjanaan Islam di Barat. Pada tgl 4 Mei 1942, al-Azhar membentuk lajnah penerjemahan untuk memfasilitasi perkenalan dengan kesarjanaan Barat.

Menurut pertimbangan al-Azhar, seperti dituturkan Abd al-Qadir, penerjemahan karya-karya sarjana Barat diharapkan dapat menginspirasi “masuknya unsur kebaruan dari segi metode kajian dalam ilmu-ilmu ke-Islam-an, filsafat dan sejarah.” Juga, diharapkan dapat membantu para ulama dan mahasiswa menelaah secara serius dan, jika diperlukan, mengkritiknya.

Namun, Abd al-Qadir melanjutkan, inisiatif al-Azhar kurang mendapat sambutan, barangkali, karena keterbatasan bahasa untuk menerjemahkan karya-karya kesarjanaan Barat. Maka, dia memutuskan menerjemahkan karya Golzher berjudul “Die Richtungen der islamischen Koranauslegung,” yang terbit tahun 1920.

***

Edisi pertama terjemahan Abd al-Qadir terbit tahun 1944, hanya dua tahun setelah al-Azhar membentuk lajnah penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Arab. Seperti dalam SS, dia memberi judul terjemahannya sebagai “al-Madzahib al-Islamiyah fi tafsir al-Qur’an.” Perlu dicatat, terjemahan ini hanya meliputi 3 bab pertama karya asli Goldziher.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 64: Negara-Negara Arab

“Die Richtungen der islamischen Koranauslegung” merupakan salah satu karya terakhir Goldziher. Jadi, buku itu bisa dikatakan sebagai buah kesarjanaan yang matang. Karenanya keputusan Abd al-Qadir memilih buku tersebut utk diterjemahkan perlu mendapatkan acungan jempol.

Sepuluh tahun kemudian, tahun 1954, Dr. Abd al-Halim al-Najjar menerbitkan terjemahan lengkap karya Goldziher tersebut dengan judul “Madzahib al-tafsir al-Islami.” Al-Najjar merupakan dosen fakultas Adab Universitas Kairo. Berbeda dengan terjemahan Abd al-Qadir, al-Najjar memberikan anotasi cukup detail dalam bentuk catatan kaki. Dalam banyak halaman, anotasinya lebih panjang dari teks Goldziher sendiri.

Juga menarik dicatat, anotasi Dr. al-Najjar bukan saja untuk melacak sumber-sumber yang digunakan Goldziher, melainkan juga untuk memberikan kritik. Tak jarang dia menyalahkannya secara eksplisit, misalnya, dengan mengatakan “akhtha’a Goldziher” (Goldziher telah melakukan kesalahan). Rupanya terjemahan al-Najjar ini yang sering digunakan oleh sejumlah penulis Arab kontemporer.

***

Pengaruh karya Goldziher terlihat dari bagaimana karyanya menjadi bahan perbincangan serius di lingkaran kaum terpelajar di dunia Arab. Memang, banyak yang bereaksi negatif. Namun, tak jarang pula pemikir-pemikir Arab yang memperlihatkan apresiasi tinggi.

Misalnya, Amin al-Khuli yang dikenal dengan pendekatan sastranya dalam memahami al-Qur’an. Pernah mengajar di al-Azhar sebelum akhirnya mengabdikan diri di Universitas Kairo, al-Khuli menulis artikel berjudul “al-Tafsir” dalam al-Mausu’ah al-Islamiyah yang banyak merujuk pada karya Goldziher.

Melalui kesarjanaan Goldziher, al-Khuli membeberkan betapa luas turats tafsir yang diwariskan ulama-ulama Muslim terdahulu. Mereka yang membaca “Madzahib al-tafsir al-Islami” akan tahu bahwa Goldziher merangkai berbagai trend atau “madzhab” tafsir, yang meliputi tafsir riwayah, tafsir aqidah, tafsir sufi, tafsir Syi’ah, dan pembaharuan tafsir modern. Suatu tipologi yang dikritik Walid Saleh dalam “The Formation of Classical Tafsir Tradition” (2004).

Baca Juga  Menelisik Etika Berbisnis dalam Al-Qur'an

Kita juga bisa lihat bagaimaa karya Goldziher mendapat perhatian khusus dalam karya monumental Husain al-Dzahabi, “al-Tafsir wa’l-mufassirun.” Hemat saya, hingga saat ini, pengaruh buku al-Dzahabi ini belum ada tandingannya. Di samping memuji keseriusan Goldziher, Dzahabi juga membeberkan apa yang dia anggap sebagai kesalahan-kesalahannya.

Terlepas dari reaksi negatif atau positif, kehadiran terjemahan karya Goldziher memang pernah membangkitkan “daya dobrak” di dunia Arab. Saya tidak tahu seberapa kuat dobrakan itu sekarang, jikapun masih ada.

*Artikel ini sebelumnya telah dimuat di akun Facebook pribadi milik Mun’im Sirry

Sumber: Bukhari