Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Etika Jurnalistik Perspektif Al-Qur’an

jurnalistik
Sumber: https://www.kompasiana.com/

Suatu ketika saya melihat berita di youtube perihal penembakan seorang wartawan senior Al-jazeera. Shireen Abu Akleh adalah korban kebiadaban tentara Israel yang secara sengaja menembak jurnalis senior itu. Saya sedih sekaligus kagum, sedih karena lagi-lagi ada korban dari konflik berkepanjangan Israel-Palestina. Kagum karena keberanian seorang wartawan perempuan terjun dalam medan tempur hanya untuk sekedar meliput sebuah berita.

Saya sedikit penasaran, mengapa kemudian para jurnalis memiliki keberanian tinggi, bahkan untuk hal yang mempertaruhkan nyawa sekalipun. Apa yang mendasari mereka mampu tegar dan tak takut atas hal-hal yang demikian? Padahal jika kita tahu, bayaran mereka atas apa yang mereka lakukan saya rasa belum sebanding.

Melihat itu semua, saya tertarik mengaitkan jurnalis dengan al-Qur’an. Sebenarnya bagaimana al-Qur’an bicara tentang pers dan dunia jurnalistik.

Singkat Tentang Jurnalistik

Jurnalistik bisa kita artikan sebagai kegiatan mencari, mengolah dan menyajikan berita, singkatnya seperti itu. Adapun jurnalis adalah orang yang melakukan kegiatan-kegiatan jurnalistik. Dalam prosesnya kegiatan jurnalistik ini membutuhkan media yang sering disebut dengan pers. Banyak kita ketahui media-media pers besar yang sering kita lihat di televisi, TVOne, METRO TV dan beberapa kanal pers besar lainnya. Di tingkat mahasiswa kita bisa mengetahui ada lembaga-lembaga pers mahasiswa (LPM).

Secara pekerjaan dua media itu sama, hanya berbeda dari sumber daya manusianya dan juga ruang lingkup pemberitaannya. Pers mahasiswa juga dinilai lebih independen karena berkaitan dengan idealisme mahasiswa yang notabene netral dan tidak dimotori oleh kekuasaan.

Jurnalistik ini penting sebab dunia yang semakin modern membutuhkan informasi yang ter-update dengan cepat. Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang membutuhkan informasi terkini. Kebutuhan masyarakat yang tinggi akan berita ini membuat posisi sebagai jurnalis sangatlah penting.

Baca Juga  Kenalan Yuk dengan Tafsir Al-Khazin dan Pengarangnya

Bagaimana Al-Quran Bicara Tentang Etika Jurnalistik

Tentu tak akan kita dapati Al-Qur’an bicara secara tegas tentang kata-kata jurnalistik, namun Al-Qur’an banyak menyinggung perilaku-perilaku kejurnalistikkan. Dalam dunia jurnalistik ada yang namanya kode etik jurnalistik. Kode etik ini diartikan sebagai pedoman dasar bagi seorang wartawan dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik. Kode etik ini juga membatasi kebebasan seorang jurnalis. Artinya dalam kegiatan pers, jurnalis juga harus memperhatikan hak asasi semua orang serta pemberitaannya dapat dipertanggungjawabkan di hadapan publik.

1. Kejujuran

Memberitakan sebuah berita dengan sejujur-jujurnya, ini senada dengan kode etik pasal keempat yaitu wartawan indonesia tidak menyiarkan berita bohong. “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya. Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Al-Hajj: 30)

Di akhir ayat ada sebuah perintah untuk tidak membicarakan-hal hal yang bohong, karena itu bagian dari perkataan yang tidak baik. Inilah yang menjadi spirit utama media pers dapat dipercaya masyarakat. Namun dewasa ini banyak media yang telah dikuasai partai politik yang dimana pemberitaannya terkesan hanya membranding nama golongan. Tentu hal ini hanya untuk kepentingan golongannya sendiri.

2. Jauhi Prasangka

Tidak memberitakan hal-hal yang masih menjadi prasangka, ini relevan dengan kode etik pasal ketiga yaitu tidak memberitakan berita dengan asas praduga. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12)

Baca Juga  Rekonstruksi Kedudukan Perempuan Pasca Kedatangan Al-Qur'an

Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa dalam prasangka itu akan menjerumuskan kita dalam sesuatu hal yang negatif. Redaksi “kebanyakan” bisa diartikan dengan sebagian tapi dalam porsi yang lebih banyak. Jadi ada prasangka yang tidak dosa, yaitu prasangka yang didasarkan atas indikator-indikator yang telah ditetapkan. Prasangka yang termasuk dalam dosa adalah prasangka yang tidak berdasar sama sekali. Maka dari itu tugas jurnalis bukan hanya meliput berita, namun juga mencari kebenaran juga memverifikasi berita tersebut.

3. Cek Silang

Adanya cross check (melakukan cek silang) terhadap sebuah berita. Hal ini sejalan dengan pasal ketiga, wartawan indonesia selalu menguji berita. “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat :6)

Ayat ini bukan saja perintah kepada para jurnalis, akan tetapi kepada seluruh manusia. Ayat ini mengajarkan segara lugas untuk disiplin meneliti terlebih dahulu. Apalagi dewasa ini berita seakan akan meluber dari segala penjuru yang membuat kita kebanjiran informasi. Perlu ada filter untuk menghadapi kondisi yang demikian, dan Al-Qur’an telah memberikan kisi-kisinya.

Kesimpulan

Dari paparan diatas bisa kita tarik sebuah benang merah bahwa al-Quran secara tegas menyebutkan beberapa etika dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik. Tentu ini menjadi sebuah pandangan baru. Karena bukan saja akan melanggar hukum negara tapi orang yang tidak mentaati kode etik jurnalistik berarti ia telah mengingkari Al-Qur’an.

Pekerjaan jurnalis memanglah tidak mudah, perlu ketelitian dan kedisiplinan yang luar biasa dalam prosesnya, sedikit saja kesalahan dapat berakibat fatal. Saya teringat sebuah kutipan dari seorang jurnalis ternama dari barat “Dua hal yang mampu menerangi, matahari di langit dan pers di bumi’. Ini mungkin yang menjadi satu dari banyaknya motivasi yang ada dibenak para jurnalis, bahwa kerja jurnalis adalah untuk kepentingan umum bukan golongan.

Baca Juga  Fenomena Inses (Pernikahan Sedarah) Perspektif QS. Annisa: 23

Penyunting: Ahmed Zaranggi