Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Tematik (2): Jauhilah Prasangka!

prasangka

Salah satu “dosa” sosial adalah kerap menaruh kecurigaan atau yang biasa disebut dengan prasangka buruk. Prasangka tak lain adalah dugaan seseorang pada sesuatu yang belum pasti kebenaran dan kenyataannya. Karena itu, prasangka buruk berarti menabuh keburukan dan kesalahan orang lain dalam diri pada sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Dan tentunya ini sangat tidak dibenarkan.

Tak baiknya prasangka buruk ini, Allah firmankan lewat Surah al-Hujurat ayat ke 12:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah berprasangka (kecurigaan), karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan jangan pula lah menceritakan aib orang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging bangkai saudaranya yang sendiri? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini diawali panggilan “romantis” Allah pada manusia “wahai orang orang beriman”  panggilan yang menandakan ciri bagi orang beriman adalah  jauh dari prasangka buruk. Bagi orang yang beriman ia tak akan menaruh kecurigaan pada manusia karena ia sadar prasangka itu adalah jalan gelap yang jauh dari cahaya. Mengapa?

Imam al Razi pernah mengatakan bahwa prasangka buruk adalah penyebab timbulnya perilaku buruk dan akan menimbulkan perselisih atau permusuhan.

Dengan kata lain, orang beriman tak akan mengotori hatinya untuk berprasangka buruk sebab di dalamnya ada dosa (itsmun), ia lebih memilih seperti sabda Nabi, “berprsangka-lah pada orang beriman dengan sesuatu yang baik” (dhzunnuu bi al mukmini khairan).

Ungkapan Imam al Razi tersebut sangat masuk akal, sebab Allah melarang berprasangka, lalu diperintahkan untuk wa laa tajassasuu (jangan mencari-cari kesalahan orang lain). Menurut Imam al Baidhawi,  tak dibenarkan untuk mencari-cari kekurangan dan kesalahan seseorang lalu itu diceritakan. Jika dipahami secara kekinian, Islam melarang untuk mempolitisasi seseorang untuk mencari-cari aib dan sengaja mempublikasikan atau memviralkan di media sosial.

Baca Juga  Kamu adalah Tanggung Jawabmu dalam Bermedia Sosial

Mengapa Allah Melarang Prasangka?

Lantas, mengapa Allah memulai larangannya untuk berprasangka buruk, dirangkaikan dengan larangan mencari-mencari kesalahan seseorang? Al-Qur’an memberi alasan yang sangat masuk akal, sebab kecurigaan pada orang lain, terlebih jika ia tak disenangi, bisa membuat seseorang akan mencari-cari kekurangan dan kelemahannya untuk dipublikasikan atau bahasa hari ini di-viral-kan. Jika sudah dibeberkan dan menjadi konsumsi publik, berarti ada harga diri atau nama baik seseorang yang terciderai. Ibn Ajibah mengutip hadis dalam tafsirnya Allah mengharamkan diantara orang beriman atau melindungi darah, harta dan nama baiknya. Hendaklah tidak berprasangka kecuali yang baik baik saja.

Sebab itu, Allah menegaskan firman-Nya wa laa yagtab ba’dhukum ba’dhan (jangan menggunjing diantara kamu sekalian).  Sikap membeberkan aib orang lain bisa disebabkan karena mulanya dibangun atas kecurigaan, kemudian mencari kesalahan seseorang yang berujung menceritakan aib dan kekurangan orang. Imam al-Maraghi menjelaskan; tak dibenarkan untuk menceritakan kekurangan atau aib seseorang baik yang menyangkut persoalan keyakinannya, urusan duniawinya, pribadi, keluarga dan lainnya yang membuat dirinya tak senang.

Pandangan al Maraghi tersebut menjadi pegangan moral bagi netizen agar tak larut dan begitu mudah men-share dan mem-viral-kan aib seseorang yang menyangkut; urusan keyakinan, pribadi dan keluarga. Mengapa Allah membuat larangan gibah ini? Sedari awal kehadirannya, Islam memiliki tujuan untuk melindungi dan mengayomi manusia dan melarang mengumbar aib seseorang karena itu adalah cara menjatuhkan harga diri seseorang dan dirinya sendiri.

Sebab itu, Allah sangat mengecam; ayuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maitan, fa karihtumuhu (apakah seseorang senang jika ia memakai daging bangkai saudaranya sendiri, pastilah akan jijik). Mengapa al-Qur’an mengibaratkan seperti makan bangkai saudara sendiri? Sebab bangkai yang paling busuk dan menjijikkan adalah bangkai manusia. Singkatnya, orang yang mem-viral-kan atau mempublikasikan aib seseorang tak ubahnya ia sedang menikmati bangkai saudaranya secara tak sadar.

Baca Juga  Relevansi Semiotika dengan Model Tafsir Al-Qur’an di Medsos

Alhasil Islam mendorong pada orang yang beriman untuk menjaga nama baik saudaranya; dengan jalan jangan mudah menaruh prasangka buruk pada orang lain lalu mengumbarnya.

Editor: Ananul Nahari Hayunah