Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Penafsiran Al-Qur’an yang Bernuansa Filosofis

filosofis
Sumber: https://stock.adobe.com/

Satu hal yang paling mendasar dan sering diabaikan begitu saja adalah setiap orang atau mufassir yang ingin menafsirkan suatu ayat al-Qur’an tidak bisa seenak jidad dalam menafsirkannya. Melainkan harus memahami dan menguasai kaidah-kaidah yang telah di tetapkan dalam suatu penafsiran.

Sebuah Urgensitas dalam memahami dan mempelajari  ilmu tafsir adalah selain untuk menemukan makna suatu ayat, yaitu sebagai  kepentingan terlaksana dan terjaminnya keberlanjutan ajaran-ajaran Allah Swt. Bagaimana bisa, jikalau kalam Allah yang begitu indahnya dari berbagai segi dapat diaplikasikan dalam kehidupan seterusnya. Sementara ayat-ayat kitab suci tersebut dipahami secara gamblang tanpa dasar modal dan Ilmu yang menjanjikan.

Seperti yang kita ketahui bahwa al-Qur’an memiliki berbagai potensi dalam hal pemaknaan. Ada ayat al-Qur’an yang digali dan dipahami sebagai suatu ayat kebahasaan, ada yang ditemukan dan dipahami sebagai ayat sains, ada yang dipahami sebagai ayat tasawuf, hukum/syari’at, moral dan lain sebagainya.

Berbagai proses pemaknaan itu selain dari bentuk kekayaan ilmu di dalam al-Qur’an itu sendiri. Namun juga terjadi sebagai hasil proses penafsiran yang dilakukan dari para ulama yang memang mereka memiliki basic keilmuan yang berbeda-beda.

Maka tidak heran jikalau banya muncul ragam metode tafsir, dimulai dari penafsiran yang bernuansa teologis, modernis, feminis, kontekstualis, mistik, tekstualis hingga ke filosofis. Namun di sini penulis ingin memperkenalkan salah satu bentuk metode tafsir yang menggemaskan sekaligus menarik jika dibahas yaitu tentang penafsiran filosofis.

Mengenal Tafsir bernuansa Filosofis

Awal mulanya kaum muslimin mayoritas cenderung tertarik terhadap karya-karya filsafat yunani, memang filsafat yunani mulai berkembang pada abad awal Islam. Maka masuk akal jika ini dijadikan argumen atas penerimaan filsafat dalam Islam.

Baca Juga  Tuhan Itu Nyata (3): Beberapa Kekeliruan Dawkins

Di balik banyaknya kaum muslim yang menentang penggunaan filsafat dalam ranah tafsir Qur’an. Terdapat sejumlah kaum yang lebih cenderung rasional, mereka sepenuhnya mengadopsi filsafat sebagai bagian berharga dalam suatu penafsiran.

Terkait tafsir filosofis ini kebanyakan para ulama cenderung menggunakan penafsiran alegoris. Berbeda dengan corak tafsir sufistik yang kita kenal. Para ulamanya cenderung lebih suka menggunakan tafsir bi Isyari’ atau dengan isyarat yang tersembunyi dari ayat ayat al-Qur’an.

Oleh karnanya tidak heran jika tafsir filosofis khususnya terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tuhan, sifatnya beserta hubungannya dengan penciptaan. Begitu juga konsepsi dari surga dan neraka, cenderung sangat berbeda dengan mereka yang hanya melakukan pembacaan literal terhadap al-Qur’an.

Seperti salah satu filosof yang termasyhur yaitu al-Farabi, beliau memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan. Meskipun dalam hal penafsiran kita tidak tahu persisi apakah dia telah menafsirkan secara lengkap, namun pandangannya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penafsiran filosofis.

Farabi percaya bahwa meski filsafat telah berakhir di tempat lain, namun dalam dunia Islam, filsafat dapat menemukan tempatnya. Bahkan bapak kedokteran pun yaitu Ibnu Sina, beliau juga seorang filsuf sangat berpengaruh dalam penafsiran filosofis, hal itu dibuktikan dengan sejumlah karya beliau yang termask karya kecil tentang  suatu penafsiran. (Bearman, h.779.)

Contoh Penafsiran Filosofis

Dalam penggunaan penafsiran alegoris merupakan ciri khas tersendiri dari tafsir filosofis. Dikutip dari salah satu karya filosof Ibnu Ruysd yang berjudul The Treatise Determining the Nature of the Connection between Religion and Philosophy, di sana kita akan disuguhi tentang bagaimana Ibnu Rusyd berargumen bahwa al-Qur’an dan penalaran filosofis tidak memiliki pertentangan antara satu sama lain. Karna semestinya baik itu al-Qur’an dan Filsafat merupakan jalur “kebenaran”. Kemudian lebih lanjut dia mengatakan bahwa beberapa kondisi dimana penafsiran alegoris al-Qur’an sangat diperlukan.

Baca Juga  Risalah Imam Sya’rawi Kepada para Filsuf yang Beriman

Beliau mengatakan “Saat ini, karna agama islam adalah agama yang benar dan merupakan panggilan kajian untuk mengarah kepada suatu kebenaran, kami sebagai umat Islam secara definitif mengetahui bahwa kajian demostratif yaitu maksudnya filsafat tidak mengarah kepada pertentangan dengan apa yang berada di dalam al-Qur’an. Karena memang sejatinya suatu kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran melainkan akan selaras dan menjadi saksi bagi yang lain

Bisa dikatakan bahwa al-Kindi merupakan filsuf Muslim pertama yang menggunakan metode filosofis dalam menjalskan bagaimana Aflak, bersujud kepada Allah Swt zat yang Mahakuasa dan tidak terjangkau dengan konsepsi akal. Dalam hal ini beliau menulis sebuah risalah

رساله الابانة عن سجود الجرم الاقصی و طاعته لله تعالی

Dalam hal ini beliau menjelaskan makna redaksi ayat dalam Q.S. Ar-Rahmad: 6 “Wannajmu wasyajratun yasjudaan” artinya “dan tetumbuhan dan perpohonan, keduanya tunduk (kepada-nya)”. Jadi sujud dalam redaksi yasjudaan, memiliki makna sebagai keberserahan diri dan keta’atan terhadap perintah Allah SWT.

Alternatif Penafsiran

Role tafsir dari filosofis sangat menarik terlebih dalam penafsirannya yang bisa dijadikan alternatif lain oleh para mufassir untuk menemukan makna suatu ayat. Namun perlu kita ketahui bahwa awal perkembangan tafsir ini bermula pada saat ilmu agama dan sains mengalami progresif yang tajam.

Banyak berbagai macam kebudayaan masuk ke ranah dunia Islam dibuktikan dengan masuknya penerjemah buku asing kedaalam bahasa arab yang terjadi pada masa khalifah abbasiyah. Di antara buku-buku yang diterjemahkan adalah buku-buku karangan para filosof seperti Aristoteles dan Plato. Dari perkembangan tersebutlah, mufassir  mencoba memahami Al-Qur’an dengan metode filsafat tersebut, maka lahirlah metode penafsiran Filosofis atau yang dikenal dengan tafsir falsafi.

Baca Juga  Kajian Tafsir: Al-Quran Perlu Didekati dengan Filsafat