Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Teori Interpretasi Etik Hukum Al-Qur’an Fazlur Rahman

Rahman merupakan salah satu cendekiawan asal pakistan yang terkenal berani dan orisinal dalam menyuarakan reformasi Islam di abad ke-20. Tetapi pada akhirnya Rahman meninggalkan kota kelahiran yang disebabkan karena terkena ancaman histeria terhadap nyawanya dari pihak tradisionalisme yang mengakar di negara pakistan tersebut. Pada tahun 1968 diangkat sebagai Profesor Pemikiran Islam di Universitas Chicago dan menetap di Amerika Serikat sampai kematiannya pada tahun 1988. Pemikiran Rahman berpengaruh besar bagi mahasiswa didikannya, salah satu mahasiswa asal Indonesia yang mengambil ide-idenya untuk menafsirkan ulang dalam bidang-bidang tertentu dari isi hukum etik al-Qur’an adalah Nurcholish Madjid.

Menurut Rahman penyebab adanya kemunduran masyarakat muslim yang berakar pada warisan intelektual Islam. Dengan demikian langkah awal yang ditempuh dalam pembaruan pemikiran Islam adalah kritik sejarah terhadap lagal, kemudian perkembangan terkait teologi maupun mistik dalam Islam, seperti proyeknya mengungkap dislokasi antara pandangan dunia tentang al-Qur’an dan bidang-bidang teologi, hukum, bahkan interpretasi.

Al-Qur’an telah menjadi pusat pemikiran Rahman, sehingga disibukkan dengan metode penafsiran al-Qur’an yang benar. Karena al-Qur’an adalah dokumen agama yang paling penting dan panduan komprehensif untuk umat Islam. Bagi Rahman yang paling diperhatikan adalah kerangka penafsiran isi etik hukum al-Qur’an. Sehingga harus menekankan keprihatinan yang erat antara muslim masa kini dan komunitas muslim awal. Pendekatan interpretasi yang dialihkan ke periode modern tersebut harus memperhatinkan wahyu dan konteks historis, ideal/kontingen, keadilan sosial, prinsip moral, penggunaan hadis secara hati-hati, dan menghubungkan masa lalu dan masa kini. Dengan menggunakan aspek-aspek tersebut, maka tidak akan menghasilkan hukum kuno yang menghalangi umat Islam berurusan dengan masalah modern.

Aspek-Aspek Khusus Kerangka Pendekatan

Lebih lanjut Rahman menegaskan bahwa wahyu bukanlah sebuah kitab yang diberikan hanya pada satu waktu, tetapi sebuah proses yang berlanjut dengan perubahan misi kenabian, suasana hati Nabi dan masyarakat. Sehingga al-Qur’an yang berasal dari Tuhan, apapun yang dikandungnya harus sesuai untuk semua waktu, keadaan, maupun tempat. Hubungan erat antara wahyu dan konteks sosio-historis merupakan literatur dalam asbabun nuzul. Karena perihal tafsir, asbabun nuzul sendiri berfungsi menjelaskan teks tertentu dengan lebih baik.

Baca Juga  Teori Tafsir Fazlur Rahman: Penggerak Kebangkitan Pendidikan Islam

Untuk  memahami ideal dan kontingen dalam pernyataan al-Qur’an, alat terbaiknya adalah “kritik sejarah” dimana akan memperjelas konteks dan alasan pedoman, maupun membedakan ideal dari kontingen. Sebagai contohnya mengenai poligami. Salah satu yang tertulis dalam al-Qur’an bahwa laki-laki tidak boleh menikahi lebih dari satu istri jika tidak bisa berlaku adil. Sedangkan al-Qur’an memberikan izin untuk menikah hingga empat istri. Lalu bagaimana kedua rangkaian intruksi tersebut dapat dipahami? Salah satu caranya dengan mengatakan al-Qur’an sebenarnya ingin mempromosikan secara maksimum dari keluarga, sehingga mencapai kebahagian dan ideal.

Tetapi tujuan moral yang dinyatakan tersebut harus dikompromikan dalam realitas ketujuh masyarakat arab abad ke-20, dimana tindakan poligami telah mengakar kuat untuk dihapuskan tanpa merusak tujuan moral. Oleh karena itu, al-Qur’an telah menerima poligami sebagai tingkat hukum, tetapi dengan membatasi dan menenpatkan adanya perlindungan, sehingga pada saat yang sama, hakikatnya cita-cita masyarakat monogami yang ingin dituju.

Setelah memahami adanya ideal dan kontingen, maka keadilan sosial sebagai tujuan utama. Dengan ini Rahman percaya isi etik hukum al-Qur’an harus dibaca secara terang dengan tujuan keadilan sosial al-Qur’an. Dengan demikian, pemahaman al-Qur’an pada periode apapun harus sesuai konsep-konsep penting terkait dengan keadilan sosial, seperti kerjasama, persaudaraan, dan pengorbanan diri demi untuk kebaikan bersama yang dianggap sebagai kepentingan utama.

Kerangka Interpretasi Etik Al-Qur’an Rahman

Identifikasi prinsip dasar moral hakikatnya adalah taqwa. Sehingga untuk membaca al-Qur’an dari perspektif moral berpusat pada taqwa. Dalam hal ini Rahman percaya pendekatan yang benar adalah sampai pada prinsip-prinsip moral al-Qur’an terlebih dahulu, kemudian baru menurunkan hukum darinya. Di samping itu, kehati-hatian dalam menggunakan hadis, karena hadis mencakup banyak tahayyul yang muncul pada masa pasca kenabian. Sehingga dengan demikian, hadis harus digunakan secara bijaksana.

Baca Juga  Ahli Ibadah Ditolak Surga, Kok Bisa?? Ini Penyebabnya!

Rahman telah membungkus enam elemen kerangka kerjanya untuk menafsirkan kandungan etik hukum al-Qur’an dan menghubungkan dengan kebutuhan umat Islam di masa modern yang disebut ‘teori gerakan ganda’. Dalam penjelasannya yang pertama dari khusus ke umum dan yang kedua dari umum ke khusus. Pada gerakan pertama, konteks sosio historis al-Qur’an dipertimbangkan dalam mengeksplorasi kasus-kasus al-Qur’an tertentu untuk sampai pada prinsip-prinsip umum seperti keadilan, kesetaraan, dan kebebasan.

Terlepas dari masalah historis dan kontekstual, juga harus memahami alasan di balik konten etik-hukum. Sedangkan gerakan kedua, pemikiran hukum mengacu pada metode panalaran dari yang umum ke yang khusus. Dalam hal ini, prinsip-prinsip umum yang harus dicapai di bawah gerakan pertama akan digunakan sebagai dasar untuk merumuskan hukum yang relavan dengan periode modern, harus dicatat juga bahwa siapa saja yang telah merumuskan undang-undang hukum harus mengetahui batasan-batasan periode modern.  Pentingnya pendekatan ‘gerakan ganda’ tersebut adalah melihat kondisi zaman wahyu maupun zaman modern dengan menghubungkan teks dan masyarakat.

Editor: An-Najmi