Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Wujud Cinta yang Murni kepada Islam

Cinta yang murni
Sumber: islami.co

Cinta itu rasa suka dan rela. Rela menjadi wujud ikhlas dan enjoy do everything. Jadi kita akan merasa senang-senang saja kalau melakukan untuk sesuatu yang kita cinta. Bukan berarti tidak memiliki, tapi kita tidak mau kalau sampai apa yang kita lakukan justru membuat yang kita cinta tidak suka.

Cinta kepada Allah Swt. misalnya. Jika sedikit saja kita merasa melakukan sesuatu yang tidak pas dengan aturan Allah, maka akan ada rasa tidak enak dalam hati. Padahal, Allah pasti akan memaafkannya. Pertanyaanya, benarkah itu gambaran dari cinta? Jadi cinta menjadi sebuah anugrah yang bisa membawa kita ke jalan yang benar?

Seorang sahabat pernah berpendapat bahwa konsep cinta dalam Islam memiliki filosofi. Cinta karena Allah, karena yang dicintai mencintai-Nya.  Allah kasih kita kesempatan untuk menyadari bahwa Ia Maha Segalanya melalui banyak hal di sekitar kita, itu menjadi stimulus yang mengarahkan kita mencintai-Nya. Tapi kemudian ada ya dan tidak. Ya bisa kita bangun dari pemahaman yang baik tentang-Nya. Dan tidak terbangun dari kesombongan. Mengapa ada manusia yang tidak memiliki rasa cinta kepada Allah? Padahal Allah sendiri yang memiliki cinta kepada manusia. Maka jawabannya: “Belum ada kemurnian cinta dalam diri orang itu (walaupun dia sudah beriman)”.

Cinta dan Rasa Takut

Cinta menjadi elemen penting dalam kehidupan. Ia dapat menghilangkan kesadaran seseorang. Ketika cinta telah hadir, maka rasa takut akan sirna. Cinta tidak akan menyertai orang-orang yang kalah dengan rasa takut pada dirinya. Mencintai tidak memerlukan amarah (cemburu), pandangan, penilaian, egois (ingin memiliki), dan nafsu. Ibarat setetes air yang merindukan asal muasalnya dari air samudera luas, sang diri yang merupakan percikan terkecil dari Allah Yang Maha Agung.

Baca Juga  Hukum Jual-Beli Saat Adzan Jum’at: Tafsir Q.S Al-Jumu'ah Ayat 10

Cinta kepada Islam juga bisa tergambar dari sikap kita kepada agama-agama yang lain dengan prinsip penilaian. Merasa paling benar itu wajib! Tapi yang salah itu adalah, merasa paling benar dan menyalahkan yang lain. Jika kita merasa bahwa agama yang paling benar adalah Islam itu menjadi sebuah kewajiban. Tapi, merasa Islam yang paling benar dan menyalahkan agama-agama lain menjadi sebuah kesalahan dalam menunjukan “cinta murni kepada Islam” sendiri.

Sebab, dengan kita menyalahkan agama lain memberikan penilaian jika masih ada keraguan dalam dirinya. Seolah ingin mencari pengakuan agama lain untuk memperkuat keimanan bahwa agama Islam yang paling benar. Itu menjadi contoh rasa takut cinta kepada Islam.

Cinta dan Obsesi

Cinta seakan seperti angin yang bertiup kepada kita. Tidak bisa dilihat tapi dapat merasakan kehadirannya. Asmara bukan hanya sekedar saling memandang satu sama lain. Tapi juga sama-sama melihat ke satu arah yang sama.

Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, bukannya hati ini tidak sakit dan bukannya hati ini tidak hancur, bukan pula hati ini tidak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi perpisahan itu. Yang diperlukan, sesungguhnya adalah sama-sama memandang untuk tujuan yang sama.

Itu sebuah obsesi yang menjadi warna cinta murni seseorang kepada Islam. Karena cinta kepada Islam memiliki tujuan yang bersifat nyata serta absolut. Sebuah pertemuan berawal dengan kebaikan, maka akhirilah sebuah pertemuan dengan perpisahan yang memiliki kenangan terindah. Pertemuan dengan dunia dibuat oleh Allah sedemikian baiknya, maka akhirilah pertemuan dengan dunia dengan perpisahan yang indah. Pertemuan dan perpisanan yang indah itu bisa terwujud dengan sebuah ‘cinta murni kepada Islam’. Karena Islam menjadi sebuah agama yang diidentik dengan keindahan dan kebaikan.

Baca Juga  Pandangan Kepemimpinan Saat Ini dalam Perspektif Islam

Sifat dasar manusia adalah memiliki, bukan melepaskan. Jika kita merasa memiliki cinta murni kepada agama Islam, maka kita akan memiliki bukan malah melepaskannya. Seseorang yang masih merasa ragu dalam beragama Islam, maka pada hakikatnya dia tidak mempunyai cinta yang murni. Bukan suatu paksaan saat kita memeluk agama Islam dengan alasan aturan dan larangan di dalamnya. Tapi itu suatu warna yang indah saat diikuti dan dipatuhi.

Cinta yang murni akan membawa kita akan kebahagiaan yang hakiki. Bukan kesedihan yang berlarut-larut akan masa-masa yang telah berlalu. Perpisahan yang tidak kita harapkan adalah hadiah terbaik dari Allah untuk kita. Namun, memiliki cinta murni kepada Islam menjadi sebuah anugrah terindah yang mus tahil kita sia-siakan.

Editor: M. Bukhari Muslim