Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Wirid sebagai Amalan dalam Mengingat Allah

wirid
Sumber: freepik.com

Pengertian wirid sendiri dalam fiqih Islam  merupakan merutinkan bacaan-bacaan tertentu di waktu tertentu yang sebenarnya tidak ditemukan dalil yang jelas dalam al-Qur’an. Tetapi jika kita mengkaji beberapa hadis tentang keutamaan atau fadhilah beberapa ayat al-Qur’an banyak sekali kita temukan. Di antaranya adalah hadis tentang keutamaan dua ayat terakhir surah Al-Baqarah, yaitu hadis dari Abu Mas’ud Al Badri bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda:

Artinya :“Dari Abi Mas’ud RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yang membaca dua ayat terakhir surah Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.”(HR. Bukhari)

Hukum Mengamalkan Wirid

Mengenai amalan atau wirid tertentu dengan jumlah bilangan tertentu ada beberapa ulama yang mengangapnya bid’ah. Sebut saja Syeikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa salah satu bentuk bid’ah adalah mengkhususkan tanpa dalil, seperti mengkhususkan bacaan al-Qur’an tertentu, di waktu dan tempat tertentu agar terpenuhinya suatu keinginan atau kebutuhan. Atau misalnya Imam Syathib’i (790 H) beliau juga menyebutkan termasuk bid’ah adalah membiasakan ibadah tertentu diwaktu tertentu tanpa ada ketentuannya dalam syariat. Mereka berpegang pada dalil hadis Nabi Saw:

Artinya :“Dari Aisyah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari).

Sumber hukum wirid banyak tercantum di dalam Al-Qur’an salah satunya, yaitu: Surat An-Nisa’ ayat 103, yang berbunyi:

Artinya :“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman.” (Q.S An-Nisa’: 103)

Baca Juga  Berpuasa dari Sekarang, Untuk Membuka Pintu Surga

Secara praktis melatih membiasakan diri dengan wirid dapat dimulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Misalkan dengan meluangkan setelah shalat fardhu membaca istighfar sebagaimana yang diajarkan oleh Rasullah SAW. Tsauban bercerita, ”Jika Rasullah Shallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada Al-Auza’i, bagaimanakah redaksi istighfar beliau? ”Astaghfirullah, Astaghfirullah, jawab Al-Auza’i: “Tidak akan meremehkan wirid, kecuali orang yang bodoh.

Sebab Allah (Al-Warid) akan diperoleh di akhirat. Sedangkan al-Wirid akan selesai dengan musnahnya dunia. Yang paling baik yang diperhatikan oleh manusia adalah yang tidak pernah musnah. Wirid yang menjadi perintah Allah kepadamu, serta karunia yang kalian terima, adalah merupakan hajatmu sendiri kepada Allah Swt. di mana kah letaknya perbedaan antara perintah Allah kepadamu dengan pengharapan kalian kepada-Nya.

Adapun wirid adalah amalan yang dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini, juga berupa ibadah secara tertib, termasuk dzikir yang dikerjakan secara terus-menerus, tidak pernah ditinggalkan. Wirid dan dzikir yang perlu dikerjakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw, apabila tidak terdapat tuntunan dari Rasulullah maka hal tersebut dinamai dengan bid’ah. Dzikir dan wirid memiliki tujuan yang sama yakni sama-sama untuk mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga tidak jauh beda antar dzikir dan wirid.

Bacaan Dzikir dan Wirid

Terkait dengan bacaan-bacaan dzikir yang sangat baik untuk kita amalkan setelah shalat dan yang pernah Rasulullah ajarkan diantaranya seperti, bacaan atau lafal “Al-Baqiyyatu Ash-Shalihah” yakni “Subhanallahi wal hamdulillâhi wa la ilaha illallahu wallahu akbar wa la hawla wa la quwwata illa billahil „aliyyil „azhim” (Artinya: maha suci allah dan segala puji bagi-Nya, tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Dan tiada daya dan kekuatan selain dengan (izin) Allah yang maha tinggi dan maha agung).

Baca Juga  Idul Adha Sebagai Momentum Kebangkitan Umat Islam

Dengan lebih terperinci lafal “Al-Baqiyyatu Ash-Shalihah” terdiri atas lima bacaan dzikir yang sangat baik dan utama, yakni: (a) bacaan tasbih (b) Bacaan Tahmid (c) Bacaan Takbir (d) Bacaan Tahlil (e) Bacaan Al-Haulaqah

Selain lafal atau bacaaan “Al-Baqiyyatu Ash-Shalihah”, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bacaan lain yang baik dan dianjurkan untuk kita amalkan sebagai media untuk mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya adalah (a) Bacaan “Istigfar” (b) Bacaan “Basmalahh” (c) Bacaan “Isti’adzah atau Taawwudz” (d) Bacaan “Hasbalah” (e) Bacaan “Asmaul Husnah” (f) Berdoa.

Adapun secara umum dzikir yang disunahkan Rasulullah setelah salat fardhu adalah sebagai berikut:

laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa „alaa kulli syai”in qadiir, allahumma laa maani‟a lima a‟thaita wa laa mu‟thiya lima mana‟ta wa laa yanfa‟u dzal jaddi minkal jaddu”. (HR. Bukhari)

laa ilaaha illallaah wahdahuu laa syariika lahu, lahul mulkuwalahul hamdu wahuwa „alaa kulli syai‟in qadiir, laa haula walaa quwwata illaa billaah, laa ilaaha ilallaah walaa na‟budu illaa iyyaah, lahun ni‟matu wwalahul fadhlu walahuts tsanaa‟ul hasan, laa ilaaha illallaah mukhlisihiina lahud diina walau karihal kaafiruuna”. (HR. Muslim)

Subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar (33x). laa ilaaha illallaah wahdahuu laa syariika lahu, lahul mulkuwalahul hamdu, wahuwa „alaa kulli syai‟in qadiir” (HR. Muslim)

Qul huwa Allahu ahad (Al-Ikhlas), qul audzu birabbi alfalaq (Al falaq), qul audzu birabbi alnnas (An-Nas). Dibaca masing-masing 3x pada salat subuh dan maghrib, dan satu kali pada salat yang lain”. (HR. Abu Daud)

Baca Juga  Keramahan al-Qur'an Dalam Penetapan Syari'at

Laa ilaaha illallaah wahdahuu laa syariika lahu, lahul mulkuwalahul hamdu wahuwa „alaa kulli syai‟in qadiir”(dibaca 10x setiap salat subuh dan maghrib). (HR. At-Tirmidzi)

Allahumma innii asaluka „ilman naafi‟an wa rizqan thayiiban wa „amalam mutaqabbalan” (HR. Ahmad bin Hanbal).

Editor: An-Najmi Fikri R

Farida Ummami
Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang