Tatkala Abu Hurairah ra. menjadi sahabat Rasulullah saw, ia mendapatkan keutamaan yang terus bertambah. Abu Hurairah mendapat pahala sebagai sahabat Rasulullah dan secara otomatis menempel dalam dirinya sifat ‘adalah (adil), sebagaimana yang telah ditetapkan Allah dalam al-Quran dan dalam hadis-hadis Rasulullah yang mulia.
Ketika kita menolak, itu sama saja telah menolak al-Quran dan hadis yang shahih serta ijma’ salaf al-shalih. Beliau juga mendapatkan keutamaan doa Rasulullah saw. Kepada kabilahnya, Daus. Selain itu semua, Abu Hurairah tentu mendapatkan pahala hijrah, apalagi hijrahnya beliau sebelum ditaklukkannya kota Makkah.
Hingga saat ini, telah berapa banyak pahala yang dimiliki Abu Hurairah? Tentu kita tidak dapat menghitungnya, karena meski jasad telah terkubur di dalam tanah, hadis-hadis yang dihafalkannya telah sampai ke kita lewat tulisan-tulisan para Ulama terdahulu. Kemudian membuat kita bercita-cita meneladani sosoknya yang berhasil menghafal hadis yang sangat banyak.
Tatkala hidup di Kuffah pada zaman Rasulullah, ia adalah orang faqir yang tidak memiliki harta, tak ada rumah dan pekerjaan. Hidupnya dipenuhi dengan rasa cukup dan selalu menyiapkan diri untuk pergi kapanpun bersama Rasulullah karena keinginan yang besar untuk bisa menghafal dan mengetahui hadis-hadis Rasulullah saw.
Kehidupannya berbeda jauh dengan manusia masa kini yang lebih sibuk menumpuk harta, kehormatan, dan jawaban, seolah lupa untuk apa ia diciptakan. Bahkan karena miskinnya, Abu Hurairah pernah jatuh pingsan karena kelaparan. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Muhammad bin Sirrin. Saat itu, Abu Hurairah terjatuh hingga dikira gila.
Dengan kecintaan yang besar terhadap Islam, Abu Hurairah tidak mau ketinggalan untuk melaksanakan tugas suci dalam membela Islam. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaannya pada medan perang, antara lain:
- Perang Khaibar dan Perang di Wadi al-Qura’.
- Keikutsertaannya ketika Umrah pengganti (Umratul Qadha).
- Perang Dzatur Riqa’.
- Ikut andil dan ambil bagian ketika pengusiran orang Yahudi di Madinah.
- Perang Tabuk.
- Perang Mu’tah
- Perang Yarmuk, di Armenia.
- Dan mengambil posisi ketika menumpas gerakan pemurtadhan saat itu.
Selain mengikuti banyak peperangan, ia juga telah memerdekakan beberapa budak. Tapi, bukankah ia adalah orang faqir? Saat itu, ketika awal hijrahnya di Khaibar, ia bukanlah orang faqir menurut beberapa dalil.
Lalu, bagaimana ia bisa dikatakan faqir? Ia faqir ketika memilih bermulazamah atau tetap setia bersama Rasulullah saw di Sufah dibanding harus bekerja dan menghabiskan waktunya di pasar. Ketika usianya mendekati delapan puluhan, usai menunaikan banyak amanah yang berat berada di pundaknya, menyebarkan hadis-hadis Rasulullah dan mengajarkannya kepada siapapun, Abu Hurairah bersiap menghadapi kematian.
Ketika di atas tempat tidur, ia akan menghadapi kemtian dengan keadaan menangis. Ada yang bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Aku sesungguhnya tidaklah menangisi dunia yang kalian tinggali ini. Tapi aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan kuhadapi, padahal bekalku sangatlah sedikit. Sekarang aku sedang berada di dalam tangga yang curam, di antara jurang surga atau neraka. Aku tidak tahu akan berjalan ke arah mana di antara keduanya.”
Lantas beliau berwasiat, “Jika aku meninggal, janganlah kalian meratapi kepergianku, sebab Rasulullah tidak pernah melakukannya.”
Di detik-detik ajalnya, Marwan masuk untuk menjenguk Abu Hurairah, kemudian berkata, “Mudah-mudahan Allah senantiasa memberimu kesembuhan, Hai Abu Hurairah.” Abu Hurairah tidak menjawab dan menghadapkan wajahnya ke arah yang lain sembari bermunajat, “Ya Rabb, sesungguhnya aku sangat gembira karena akan segera menemui Mu, maka bersenanglah bertemu denganku.”
Al-Muqbiri berkata, ketika belum sempat Marwan melangkahkan kakinya, Abu Hurairah telah dijemput malaikat maut. Meski demikian, kenangan baik tentang hidupnya akan selalu tersimpan di hati kita, kaum Muslimin hingga kelak dunia dihancurkan.
Editor: Ananul
Leave a Reply