Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Uwais al-Karni, Pemuda Langit yang Pernah Dianggap Gila

uwais al-karni
sumber: unsplash.com

Nama Uwais al-Karni tentu tidak lagi asing didengar. Kisahnya yang begitu mempesona, menginspirasi, dan mengagumkan telah membuka mata kita, bahwa cacat bukan hambatan untuk menjadi mulia. Kita telah menyaksikan kisah yang terus menerus diceritakan guru-guru kita tatkala usai mengaji di masjid dan pendopo-pendopo sederhana tempo dulu.

Ada banyak hal pada kisah Uwais al-Karni yang mengagumkan, sehingga tidak heran jika beliau disebut sebagai ‘Penghuni langit, bukan orang bumi’ oleh Rasulullah tatkala Ibunda Aisyah ra. memberikan keterangan bahwa ada seorang pemuda yang mencari Rasulullah ketika beliau berada di medan perang.

Uwais hanyalah seorang pemuda yang cacat, memiliki penyakit bernama sopak, hingga tubuhnya belang-belang, berbeda dengan manusia normal lainnya. Ia juga bukanlah orang punya. Kehidupannya sangat miskin. Uwais tinggal di Yaman bersama ibunya yang telah berusia senja, ayahnya telah lama menghembuskan nafas terakhirnya.  

Ia harus merawat ibunya yang sudah renta, lumpuh, dan buta sendirian tanpa saudara. Pekerjaannya adalah mengembala domba saat siang dengan upah yang tak seberapa, hanya cukup untuk menafkahi dirinya dan ibunya. Jika sedang ada rezeki lebih akan digunakan untuk membantu tetangganya yang kesulitan sepertinya. Sebagai wujud bakti, Uwais telah melakukan seluruh permintaan ibunya kecuali satu hal, yakni menunaikan keinginan ibunya berhaji.

“Nak, tampaknya ibu tak akan lama lagi menemanimu, tolong usahakan agar ibu bisa menunaikan haji nak.”

Sebagai seorang anak yang baktinya luar biasa, Uwais tercengang, sebab jarak antara Yaman dan Makkah bukanlah jarak yang dekat. Mereka harus melewati padang pasir yang sangat tandus lagi panas. Orang-orang di sekitarnya biasa menggunakan unta sebagai tunggangan dengan membawa bekal yang banyak. Namun ia? Ia sangat miskin, tak memiliki kendaraan pula. Ia berpikir keras untuk menunaikan permintaan ibunya yang sudah tua.

Baca Juga  Tafsir atas Akal: Gerak Ganda Masalah Sosial dan Fungsinya

Perjuangan Mengantar Haji Seorang Ibu

Kemudian, ia membeli seekor anak lembu yang kecil. Uwais membuat kandang di bukit. Ia selalu menggendong anak lembu tersebut naik turun bukit setiap pagi, hingga disebutlah “Uwais gila.” Dengan sebutan ‘gila’ tersebut, ia menjadi orang Islam pertama yang dicap ‘gila’. Sebagaimana disebutkan di dalam kitab yang telah ditulis 1000 tahun yang lalu oleh Abu al-Qasim al-Naisaburi dengan judul ‘Uqala al-Majanin atau Kebijaksanaan Orang-Orang Gila.

Hal tersebut dilakukan Uwais setiap hari, hingga anak lembu tadi tumbuh semakin besar, dan tenaganya pun bertambah banyak. 8 bulan berlalu, sampai tiba musim haji. Lembunya yang telah mencapai 100 kg itu telah membuat tubuhnya berotot, dan menjadikannya kuat mengangkat beban berat. Akhirnya, sebutan ‘gila’ itu lenyap, sebab orang-orang menemukan makna dari pekerjaannya mengangkat lembu setiap pagi.

Ternyata, hal tersebut adalah upayanya mendapatkan tenaga untuk menggendong ibunya berhaji. MasyaAllah. Uwais membawa ibunya kepada mimpi terkahirnya. Digendongnya dengan nafas terengah-engah, berjalan kaki dari Yaman ke Makkah. Betapa cintanya melebihi lautan. Perjalanan sulit dan jauh rela ditempuhnya demi memenuhi cita-cita ibundanya.

Digendong Uwais ibunya dengan gagah ketika tawaf. Bercucuranlah air mata haru dari mata ibunya yang telah buta tatkala merasakan suasana Baitullah. Di hadapan ka’bah, anak shaleh itu mengiba pada Maha Pemilik Hidup, memohonkan ampunan kepada ibunya..

“Allahku, ampunilah seluruh dosa ibundaku.”

Ibunya tertegun. Bahkan saat berdoa, ia tetap mengutamakan kebaikan bagi ibunya.

“Bagaimana dengan dosamu?”

“Dengan terampuninya dosamu Bu, maka ibu akan masuk surga. Sementara aku, ridhamu yang kelak akan membawaku ke surga Nya.”

Begitulah keinginan sederhana Uwais yang mengharukan. Hatinya yang dipenuhi ketulusan, bakti, ikhlas,  dan penuh cinta telah membuat Allah menyembuhkan sopaknya, hingga hanya tertinggal bulatan putih pada tengkuknya yang akan menjadi tanda pengenalnya. Kisah Uwais bisa kita temukan di dalam kitab al-Hasan Ibn Ja’far, Said ibn al-Musayyab.

Baca Juga  Lailatul Qadar dan Pergeseran Orientasi Ibadah

Uwais Al-Karni Dijamin Masuk Surga

Di dalam kitab tersebut disebutkan kisah tatkala Umar bin Khattab berada di atas mimbar di Mina. Umar berkata,

“Wahai penduduk Qaran.” Kemudian para Syaikhnya berdiri seraya menjawab,

“Ya, kami di sini, duhai Amirul Mukminin.”

“Apakah ada di Qaran ini seseorang yang bernama Uwais?” Seorang syaikh menjawab,

“Duhai Amirul Mukminin, Tidak ada orang bernama Uwais di antara kami kecuali pemuda gila yang tinggalnya di padang pasir. Ia tidak bergaul dengan masyarakat.”

“Dialah yang kumaksud. Jika sampai kalian ke Qaran, carilah ia, sampaikan salamku padanya. Lalu berikan kabar bahagia kepadanya, ‘sesungguhnya Rasulullah telah memberi kabar bahagia tentangnya, dan memerintahkan aku menyemapaikan salamnya kepadamu.” Kata Umar.

Tidak hanya membuktikan kecintaannya terhadap ibunda tercinta, Uwaispun membuktikan cintanya kepada baginda Rasul. Ia selalu iri dengan tetangganya yang baru pulang dari Madinah dan telah bersua dengan Rasulullah. Hingga akhirnya, Uwais mendengar kabar tentang Perang Uhud yang telah membuat Rasulullah cidera pada giginya dan patah karena dilempari batu oleh para musuh. Usai mendengar berita tersebut, Uwais bersedih, ia segera mengetok giginya sendiri dengan batu sampai patah.

Di dalam buku Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila, disebutkan pula bahwa usai Umar menyampaikan salam Rasulullah kepada Uwais, orang-orang kembali ke Qaran dan segera mencari Uwais. Mereka menemukannya di atas padang pasir, kemudian menyampaikan salam Rasulullah dan Umar. Uwais tiba-tiba lenyap, pergi entah kemana dengan waktu yang sangat lama. Saat kembali, ia sudah berada di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra untuk bertempur di samping Ali dan mati syahid di perang siffin. Terdapat 40 lebih luka tusukan, sabetan, dan panahan di tubuhnya.

Baca Juga  Tafsir Q.S Al-Kahfi Ayat 13-14: Pemuda yang Dirindukan Surga

Semoga, di zaman yang penuh dengan fitnah ini masih ada, dan akan terus bermunculan sosok-sosok Uwais al-Karni yang akan menjadi sosok yang mencintai Rasulullah meski tidak sempat bertemu dengannya, dan terus berbakti pada ibunda yang telah bersusah payah mengasuh, membesarkan, dan merawat hingga usia tak lagi belia.

Editor: Yusuf