Dalam dialog sejarah, kita disajikan dengan kisah heroik Rasulullah Saw. yang mampu mengkaderisasi para sahabat. Hasil didikan (tarbiyah) beliau mampu menembus batas pemikiran dan dugaan, yaitu mengeluarkan mereka dari masa jahiliyah menuju era kemenangan; yang penuh dengan cahaya, menciptakan persatuan dari perpecahan, kekuatan dari ketidakberdayaan, serta kecerdasan akal dari budaya buta huruf.
Itulah rahasia dari risalah Nabi Muhammad Saw. yang berlandaskan Al-Qur’an serta dari praktik manhaj tarbawinya (metode pendidikan) yang mampu meneguhkan individu dan masyarakat. Lalu mengukirkan aplikasinya di tengah masyarakat dan negara.
Namun dewasa ini umat kerap kehilangan fokus atas ambigunya problematika yang ada di nusantara. Mulai dari kasus korupsi yang melibatkan dua mentri, kasus koruptor yang entah pergi seperti ditelan bumi, kasus makar yang mengancam keutuhan Papua, pembunuhan terhadap aktivis muslim dan ditangkapnya seorang agamawan yang menjadi korban atas hukum yang tak objektif.
***
Lantas apa seharusnya yang dilakukan oleh mahasiswa muslim dewasa ini? Apakah risalah dakwah akan ditimbang dengan timbangan kekuatan, kemampuan bertahan, dan meluaskan wilayah, lalu menempatkan diri pada kedudukan mulia terhadap wilayah yang ditaklukkannya? Atau dengan kemenangan gemilang yang di raih atau dengan banyaknya pengikut yang dapat direkrut?
Tidak…!! Dakwah hanyalah ditimbang dengan pemikiran yang mampu dibangkitkan, dengan akhlak mulia yang mampu dipraktikan, dengan nilai-nilai mulia yang diberlakukan; dengan keluhuran batin yang dicapai kaum mukminin, dengan keteladanan yang dapat ditampilkan di kehidupan, dan pertimbangan yang diakui oleh umat.
Itulah rahasia keagungan Islam, yakni risalah tarbiyah (misi pendidikan). Sebelum adanya risalah tasyri’ (misi penerapan syariat), risalah akhlak sebelum adanya risalah jihad, risaha keluhuran batin dan tata nilai sebelum adanya risalah memperbanyak kuantitas jumlah pengikut dan meluaskan wilayah.
***
Kuncinya adalah terletak pada peran dan fungsi perkaderan itu sendiri yang menjadi poros atas lahirnya generasi-generasi baru yang dapat meneruskan perjuangan para pendahulu; yang sudah menjadi korban atas tidak jelasnya tatanan pemerintahan. Dalam pandangan hidup muslim, usahakanlah semasa masih hidup dan berdaya jangan sampai anak dan cucumu kelak hidup terlantar dan menderita. Biarlah ada harta, pendidikan dan etos semangat yang akan mereka jadikan bekal penyambung kesejahteraan hidup bersama.
Sebagaimana firman Allah Swt., “hendaklah orang-orang merasa cemas seandainya meninggalkan keturunan yang lemah, yang mereka khawatir atas mereka. Maka bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang tepat” (QS. An-Nisa:9). Ayat ini menjadi peringatan bagi generasi gaek bahwa janganlah hendaknya sampai waktu engkau meninggal dunia atau sudah tak berdaya, anak-anakmu terlantar.
Sebab itu, bertakwalah kepada Allah, niatkanlah proses perjuangan itu untuk menggapai ridha Allah, jangan sampai karena engkau hendak menolong orang lain, anakmu sendiri engkau terlantarkan. Dalam konteks perkaderan hendaknya kita menggunakan visi dan kurikulum yang jelas dalam perjalanannya, serta dengan kata yang terang agar tidak menimbulkan keraguan bagi orang-orang yang ditinggalkan.
Mengakui Keislaman Diri
Mungkin kita sampai saat ini merasa berislam dan apakah benar saya sudah menjadi seorang muslim seutuhnya? Kapan terkahir mengucapkan syahadat dengan penuh keikhlasan? Apakah kita berislam karena keturunan atau benar-benar karena ikhtiar kita untuk mencari keabsahan agama layaknya Nabi Ibrahim?
Pengakuan sebagai muslim bukanlah klaim terhadap pewarisan, bukan klaim terhadap suatu identitas, juga bukan klaim terhadap penampilan lahir; melainkan pengakuan untuk menjadi penganut Islam secara murni, berkomitmen terhadap Islam, kembali kepada Islam dalam menghadapi setiap persoalan; serta beradaptasi dengan Islam dalam setiap kehidupan.
Bahwasanya muslim bukanlah komunitas atau golongan yang diciptakan manusia, melainkan ia sudah digariskan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an. “Dia (Allah) menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari zaman dulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia.” (QS. Al-Haj: 78).
Komitmen atas keislaman dirinya harus meyakini bahwa tujuan hidup dan keberadaan manusia ini adalah untuk mengakui kehambaan dirinya dan mengakui Allah Swt. sebagai Tuhan. Sehingga kita harus menaati-Nya dan beribadah kepada-Nya. Dengan menyadari hal ini maka cinta kepada kedudukan, harta, dunia, kekuasaan, ketenaran, sukan berangan-angan, suka menunda-nunda, hawa nafsu dan sifat dengki lainnya akan hilang.
Apa Yang Harus Dilakukan?
Jauh sebelum Allah menciptakan Adam Alaihissalam, dia telah menginformasikan rencanya-Nya untuk menjadikan makhluk tersebut (beserta keturunannya) menjadi khalifah di muka bumi. Sebelum turun ke bumi, Allah menempatkan Adam dan istrinya di surga agar mendapatkan pengalaman, baik pahit maupun manis. Muaranya, pengalaman tersebut dapat dijadikan bekal dan gambaran untuk mengarungi kehidupan yang akan dialaminya di dunia dan bagaimana seharusnya ia membangun dunia itu. (Baca antara lain Qs. al-Baqarah: 30).
Demikianlah, dengan melihat fenomena di atas bahwa peran sentral dari Nabi Adam Alaihissalam. beserta keturunannya dalam dunia ini adalah menciptakan ketenangan batin dan kesejahteraan lahir. Sehingga dalam konteks dakwah, maka dakwah yang sempurna dapat mengantarkan dan menuntun umat menuju tujuan dakwah itu sendiri.
Dakwah diharapkan dapat memberi jawaban yang memuaskan bagi pertanyaan-pertanyaan yang menghalangi penghayatan dan pengalaman agama dalam benak umat. Kemudian dapat mendorongnya menuju kesejahteraan lahir dan batin, sekaligus memfasilitasinya dengan macam mekanisme dan sarananya.
Untuk meraih cita-cita etik tersebut, perlu adanya keterlibatan dan antusias dari semua pihak. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pun harus beragam dengan menyesuaikan terhadap kondisi dan sasaran yang dihadapi. Cita-cita sosial Islam bukan hanya sekedar dari kesejahteraan keuangan ataupun ekonomi. Seperti zakat, sedekah dan sebagainya bukanlah jalan utama atas kebuntuan umat. Bantuan keuangan hanya merupakan satu dari sekian banyak bentuk bantuan yang dianjurkan Islam.
Editor: An-Najmi Fikri R
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.