“Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: ketika berbuka ia senang dengan bukanya, dan ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang dengan puasanya.”
(HR. Muslim)
Lapar dan dahaga. Itulah yang kita rasakan ketika menjalani puasa. Bagi sebagian orang, hal itu cukup menyiksa, apalagi yang tidak terbiasa menjalankan puasa. Mengapa demikian? Bisa jadi disebabkan kita berpuasa karena terpaksa. Semua orang berpuasa ketika bulan Ramadhan, tidak nyaman dengan sekitarnya jika kita tidak berpuasa. Malu jika ketahuan kita makan dan minum, sedangkan mereka berlapar-lapar melakukan puasa.
Atau mungkin, berpuasa karena sedang tidak punya uang untuk membeli makanan. Toh, sehari tidak bisa makan tiga kali, lebih baik berpuasa saja sambil menghemat pengeluaran. Ketika ada rezeki datang, maka buru-buru puasa ditinggalkan. Dan alangkah senang, terbebas dari kelaparan dan dahaga. Semoga kita bukan termasuk yang berpuasa karena demikian.
Lain halnya jika kita berpuasa dengan niat yang ikhlas. Lapar dan dahaga yang memang disengaja. Meskipun lapar atau kehausan, menahan perut kosong, namun ada sebersit kebahagiaan di dalam hati kita. Jika kita menjalaninya dengan ikhlas, maka puasa bukanlah sesuatu yang menyiksa atau menyedihkan lagi, melainkan berubah menjadi ibadah yang menyenangkan. Karena rasa lapar, dahaga, dan juga menahan hawa nafsu itu telah diniatkan dengan ikhlas untuk memperoleh ridha-Nya, sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah swt.
Puasa yang kita jalankan bukan lagi karena terpaksa mengikuti orang-oarang sekitar kita, atau bukan karena sedang tidak memiliki apa-apa untuk dimakan, tetapi puasa karena kecintaan kita kepada Allah swt. Dengan niat yang ikhlas dan hati yang senang.
Kisah: Muaz bin Jabal r.a.
Alkisah ada seorang sahabat berhati mulia, Muadz bin Jabal ra. Ia rajin menunaikan puasa dan beribadah malam. Ketika menjelang ajalnya, ia ditanya “Mengapa engkau cinta kehidupan?” Ia menjawab, “Aku cinta kehidupan ini karena tiga hal. Karena aku bisa berpuasa kala siang, shalat kala malam, dan bersaing dengan para ulama dalam halaqah zikir agar selalu ingat kepada Allah.”
Ia merasa sedih karena ketika ajal menjemput ia akan meninggalkan puasa. Semasa hidup ia begitu ikhlas menjalani puasa. Meski lapar dan dahaga sepanjang hari, ia merasa bahagia dan senang menjalannkan-Nya, semata-mata demi cinta kepada Allah. Demikian pula dengan kita., dikaruniai sosok yang sehat dan diberi kemampuan untuk menjalankan puasa. Jadikanlah puasa sebagai amalan mulia yang membahagiakan. Mengapa puasa itu sesungguhnya membahagiakan? Ada banyak alasan.
*
Puasa adalah seruan dan ajakan kepada kebaikan. Kebaikan bagi fisik kita, karena sebenarnya meskipun kita menahan lapar dan dahaga, tubuh kita sedang berproses melakukan perbaikan-perbaikan yang kadang kurang kita sadari. Jadi sesungguhnya puasa itu menyehatkan. Puasa juga memberikan kebaikan bagi ruhani kita.
Kebutuhan ruhani kita menjadi terpenuhi. Tak lain sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah swt. Dengan berpuasa kita akan merasa selalu dekat bersama Allah, karena banyak sekali amalan mulia lainnya yang bisa kita lakukan selama berpuasa, dan semuanya menjadi berkah: Bekerja, membantu orang lain, memberikan sedekah, bahkan tidurnya orang berpuasa pun mendatangkan pahala.
Yakinlah bahwa dengan berpuasa Allah akan menjadikan kita sebagai hamba yang dikasihi-Nya. Dan kepada hamba yang dikasihi-Nya, Allah pasti akan menurunkan rahmat dan pertolongan-Nya kepada kita. Puasa membantu kita memecahkan permasalahan hidup dan menemukan solusi yang terbaik untuk setiap permasalahan hidup yang tengah akan kita hadapi.
Berpuasalah dengan Ikhlas
Kunci utama berpuasa yang menyenangkan dan membahagiakan adalah ikhlas. Berpuasalah dengan iklhlas. Berpuasalah dengan ikhlas dan serius, tidak hanya ketika ramadhan saja, melainkan puasa sunah yang dianjurkan, misalnya puasa senin-kamis, atau puasa Daud.
Jika kita berpuasa dengan kesungguhan, istiqamah, maka kebahagiaan dan kegembiraan itu niscaya bisa kita rasakan sepanjang hari. Tidak mengeluh, dan Insya Allah tidak akan tersiksa dengan adanya lapar dan dahaga. Puasa juga melatih kesabaran, menunggu hingga waktu berbuka tiba. Selama menunggu, kita bisa mengisi waktu dengan membaca al-Qur’an, mengaji, atau mengikuti dan mendengarkan tausiyah atau renungan-renungan islami yang bermanfaat. Insya Allah pahala akan bertambah. Dan ketika waktu berbuka tiba, ada sesuatu yang terasa menyenangkan, yakni nikmati rezeki yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. Alangkah nikmatnya.
Saat tidak berpuasa kita cenderung dimanjakan dengan aneka makanan yang lezat-lezat, sehingga semakin sering kita memakannya, perlahan-lahan kelezatannya akan hilang dan menjadi makanan yang biasa-biasa saja, atau justru membosankan. Lain halnya jika kita berpuasa sepanjang hari, menahan diri untuk tidak memakannya. Ketika kita menikmatinya pada saat berbuka, maka kita benar-benar merasakan kelezatannya. Kenikmatan yang kita dapatkan pun akan bertambah, kesyukuran kita akan bertambah, perasaan senang kita pun akan bertambah.
Inilah keistimewaan yang akan diterima orang yang berpuasa sewaktu ia di dunia. Belum lagi pahala di akhirat nanti, yang jelas lebih besar dan tak bisa kita bayangkan. Yakni tatkala Allah memanggil kita untuk bertemu dengan-Nya dan kita diperkenankan menatap wajah-Nya.
Dengan niat yang baik, dengan hati yang sungguh-sungguh serta dengan tulus dan ikhlas, mulailah mengerjakan ibadah puasa sunah yang memiliki samudra kenikmatan dan pahala kepada ruhani dan fisik kita. Semoga puasa yang anda lakukan membawa kepada kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaaan ketika berjumpa dengan-Nya.
“Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: Ketika berbuka ia senang dengan bukanya, dan ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang puasanya.” (HR. Muslim)
Editor: Ananul Nahari Hayunah
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.