Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Toleransi Beragama Sesama Muslim dan Non Muslim

Nabi
Sumber: artikula.id

Toleransi merupakan salah satu sikap yang sangat diperlukan dalam rangka menjaga persatuan dan guna menghindari konflik di tengah-tengah masyarakat. Keharusan untuk bersikap toleran ini dikarenakan oleh fitrah kehidupan yang tuhan jadikan masing-masing kita bersuku-suku, berbangsa-bangsa dan banyak agama kepercayaan. Robert H. Thouless membagi masalah toleransi agama menjadi dua yaitu terhadap keragaman dalam suatu agama dan terhadap agama-agama lain. Sebab ingin menguraikan kedua bentuk tolaransi tersebut yaitu, terhadap sesama muslim dan terhadap non- muslim.

Terhadap Sesama Muslim

Bukan merupakan suatu rahasia lagi bahwa di dalam Islam itu sendiri terdapat banyak kelompok-kelompok (mazhab) yang terkadang antara satu dengan lainnya saling menyalahkan. Bahkan dibeberapa tempat telah menjadi konflik yang berkepanjangan antara mazhab yang satu dengan mazhab lain.  Hal ini disebabkan oleh fanatik terhadap mazhab dan kelompoknya, sehingga kelompok yang lain dinilai salah, sesat bahkan kafir.

Perbedaan pendapat sesama orang Islam sendiri tidak dapat terelakkan ketika memaknai nash-nash yang berasal dari al-Qur’an dan hadis. Karena pemahaman tersebut merupakan bagian dari ijtihad yang bisa jadi benar dan bisa jadi salah. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya banyak kelompok mazhab dalam Islam.

Secara historis, perbedaan pendapat di antara kaum muslimin telah terjadi sejak masa Nabi Muhammad saw. tetapi perbedaan masa itu dapat diselesaikan dengan baik berkat kehadiran Rasul saw. di antara mereka. Sekali beliau membenarkan ini, kali lain mempersalahkan itu, dan sering kali membenarkan semuanya. Dapat dikatakan bahwa ketika itu umat Islam menyatu tanpa ada kelompok yang mencuat.

Perbedaan pendapat mencuat pada abad III hijriah dalam masalah yang dapat disentuh pikiran dan ijtihad, baik menyangkut kepercayaan maupun pengamalan agama. Perbedaan pendapat itulah yang menjadikan sesama kaum muslimin terbagi dalam aneka kelompok. Misalnya, dalam hal keyakinan ada kelompok Asy’ariyah atau Maturidiyah dan ada juga Mu’tazilah. Dalam hal pengamalan syariat, ada aneka mazhab seperti Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Ja’fari, Zaidi dan sebagainya.

Baca Juga  Etika Beragama dalam Islam: Perbedaan adalah Saling Memahami (1)

Abu Ishaq asy-Syathibi yang dikutip oleh Quraish Shihab menegaskan bahwa : “setiap masalah yang terjadi dalam ajaran Islam, lalu terjadi perbedaan sesama muslim tapi perbedaan ini tak mengakibatkan permusuhan, kebencian atau perceraiberaian maka perbedaan tersebut bagian dari ajaran Islam. Namun setiap masalah yang muncul lalu mengakibatkan permusuhan, ketidakharmonisan, caci maki atau pemutusan silaturahmi maka sedikit pun ia bukanlah bagian dari agama.

Perbedaan dalam Islam hendaknya disikapi dengan ilmu. Karena menurut para ulama sepanjang perbedaan tersebut tidak keluar dari hal-hal pokok-pokok dalam keimanan dan hal-hal pokok-pokok dalam ibadah, maka perbedaan tersebut bisa diterima dan ditoleransi. Ada ayat al-Qur’an yang menarik untuk diamalkan terkait perkara ini yaitu “Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati (QS. Al-Baqarah : 139)

Terhadap Non-Muslim

Perbedaan agama di antara umat manusia juga tidak terelakkan lagi; bahkan ini sudah merupakan hukum Tuhan (Sunnatullah).  Karena itu, agama (dalam hal ini, Islam) tidak boleh dipaksakan oleh siapapun kepada siapa pun. Firman Allah swt. Artinya: tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 256)

Berdasarkan ayat tersebut, dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara menurut ajaran Islam, orang bebas memilih apapun agama yang mereka yakini benar dan tidak ada paksaan untuk beragama Islam. Hal ini juga berarti bahwa memberikan kebebasan orang di luar Islam untuk menjalankan agamanya merupakan bagian dari tuntunan dalam Islam. 

Baca Juga  Toleransi Dalam Al-Qur'an: Perspektif Tafsir Al-Misbah

Ada beberapa etika atau akhlak terhadap non muslim menurut ajaran  Islam.Pertama,  tidak memaki sembahan mereka  ha ini berdasarkan perintah al-Qur’an yaitu “dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S. al-An’am : 108)

Kedua, Memberi kebebasan mereka beribadah. Hal ini berdasarkan firman Allah yang artinya : Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Q.S. al-Kafirun : 1-6)

Ketiga,  Tidak mengklaim benar agama Islam dan menyalahkan orang di luar Islam ketika bergaul bersama mereka. Hal ini berdasarkan ayat al-Qur’an yaitu Artinya: … dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang Kami perbuat dan Kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”. Katakanlah: “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Saba’ : 24-26)

Sikap tersebut merupakan etika dalam beragama dan hidup bermasyarakat yang mempunyai agama yang majemuk. Tetapi prinsip yang harus kita yakini dalam diri adalah bahwa Islam adalah agama yang benar dan selain Islam salah (tidak diterima).  Allah berfirman Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Q.S. Ali Imran : 19)

Oleh sebab itu muslim tetap mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Islam,  menjelaskan eksistensi Allah, menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab wahyu-Nya, Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya, namun tugas itu terbatas untuk menjelaskan agama saja.

Baca Juga  Hak Beribadah Sesuai Keyakinan: Telaah Al-Baqarah Ayat 256

Editor: An-Najmi Fikri R