Dunia adalah persinggahan. Begitulah kalimat-kalimat yang sering kali menjadi acuan kita dalam beramal. Hal tersebut disampaikan Allah lewat kalam-kalam Nya yang indah, kemudian disampaikan berulang-ulang oleh ustadz-ustadz tatkala mengisi pengajian atau ceramah. Hal ini terus diulang dan disampaikan, demi apa? Untuk apa? Sederhananya, sebagai pengingat bagi kita, bahwa kita adalah camat atau calon mati. Yang detik ini, satu detik kemudian, satu jam, atau kapanpun bisa saja meregang nyawa.
Mati tak pernah pandang bulu, tak pernah pula peduli pada apa yang telah kita perbuat untuk menghampirinya. Karena hanya persinggahan, selayaknya seorang musafir, kita kadang berlebihan dalam bersinggah hingga ketika menemui Tuhanpun masih terus memikirkan soal persinggahan.
Tatkala takbiratul ihram, Allahuakbar, tangan sudah dilipat. Namun benarkah hati ini telah menyatu pada kalimat-kalimat yang diucapkan? Apakah hati sepenuhnya menghadap Ia yang tak butuh apapun dari kita? Faktanya? Kita kerap kali masih memikirkan dunia, setan seperti berpesta, mencoba menggoda dari arah manapun yang dia bisa, dan dia berhasil.
Masalah barang yang telah hilang tiba-tiba muncul. Masalah mengurus anak, masalah keluarga, hingga seluruh masalah hadir menemani perjumpaan kita dengan Tuhan di saat yang tidak pas. Kita tidak lagi ihsan dalam shalat. Sebab gerakan dan ucapannya telah dipenuhi dengan ingatan tentang masalah-masalah dunia yang tak ada habisnya.
Rasa cinta ketika menghadap Sang Khalik seperti telah hilang. Padahal sebagian dari Ulama Salaf menyebutkan, bahwa setiap ibadah yang kita lakukan harus diiringi dengan rasa cinta, pengagungan, takut, dan berharap kepada Allah.
Tatkala disebutkan nama-nama Nya dan sifat-sifatNya, serta keagungan Nya, dalam diri kita harus timbul rasa mengagungkan Nya. Begitupun tatkala menyebutkan kebaikan-kebaikan, kasing sayang, keadilan-keadilan Nya, seharusnya timbul rasa cinta kepada Nya. Cinta kita seharusnya berpadu dengan pengagungan yang Tinggi, sementara rasa takut harus datang saat kita membaca tentang ancaman-ancaman-Nya.
Maka agar shalat kita benar-benar bukti cinta, apa yang meski kita lakukan?
Memahami Makna Bacaan
Diriwayatkan oleh Ibn al- Mubarak dalam az-Zuhud No. 1300 dari seorang sahabat Nabi Ammar bin Yasir
“Tidaklah dicatat (sebagai pahala) dalam sholat seseorang ketika ia lalai.”
Kadar pahala yang akan kita terima dalam shalat amat ditentukan seberapa banyak kita mengingat Allah, menghadirkan-Nya dalam hati, menghayati setiap ucapan dan doa-doa serta memaknai tiap gerakannya.
Tatkala permasalahan dunia yang lebih banyak hadir dalam setiap bacaan dan gerakan shalat kita, maka kita termasuk golongan orang yang lalai.
Memperbanyak Dzikir
Salah satu yang membuat kita susah khusyuk dalam shalat adalah kurangnya dzikir kita di luar shalat. Kita hanya berupaya mengingat Rabb ketika shalat, sehingga kita tidak terbiasa mengingatNya. Semetara bagi orang-orang yang senantiasa berdzkir, baik di luar shalat ataupun di dalam shalat, hal ini amatlah mudah karena telah terbiasa.
Hakikat shalat ada untuk mengingat-Nya, sebagaimana disebutkan Allah dalam QS. Thaha ayat 14.
“…Dan tunaikanlah sholat untuk mengingatKu”
Berikan Dunia di Tangan, Akhirat di Hati
Dalam hal ini, Allah berfirman:
“Dan minta tolonglah (kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya itu adalah berat kecuali bagi orang yang khusyu’. Yaitu orang-orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Rabb mereka dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya. “(Q.S al-Baqoroh:45-46)
Menghayati
Agar shalat kita khusyuk, maka salah satu caranya adalah dengan menghayati dan yakin, bahwa setiap kita mengingat Nya, kita sedang melakukan dialog dengan Rabb kita. Allah menjawab tiap bacaan kita. Yakin pula, bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-gerik kita ketika shalat. Mintalah tolong hanya kepada-Nya, agar persembahan ibadah kita bisa menjadi persembahan-persembahan terbaik.
Rasulullah mengajarkan kita dengan salah satu doa yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i, Imam Ahmad, dan Imam Abu Dawud.
“Ya Allah tolonglah saya untuk mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan mempersembahkan ibadah yang (ter)baik untukMu”
Menjadikan Ilmunya Bermanfaat
Tatkala seseorang semakin berilmu, maka kadar takutnya kepada Rabb akan semakin banyak. Semakin bertambah ilmunya, semakin kuat Tauhidnya, sehingga shalatnya akan semakin khusyuk,
Allah berfirman,
“…orang-orang yang takut kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu”
(Q.S Faathir: 28)
Editor: Ananul
Leave a Reply