Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Terminologi Ragam Makanan dalam Al-Qur’an

makanan
Sumber: https://kitabat.blog

Secara general Alquran membahasakan makanan dengan lafadz al-tha’am, yaitu segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Quraish Shihab mengatakan dengan begitu minuman termasuk dalam terminologi al-tha’am. Dalilnya dalam Q.S Al-Baqarah [2] ayat 249 yang menggunakan kata syariba (minuman) dan yath’am (makanan) untuk obyek berkaitan dengan air minum.

Alquran sangat memperhatikan makanan, sebab ia merupakan suatu hal yang esensial dalam kehidupan manusia. Kata al-tha’am dengan berbagai bentuknya tertuang 48 kali dalam Alquran antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan makanan.

Sedemikian besar perhatian Alquran terhadap makanan sampai-sampai Ibrahim bin Umar Al-Biqai dalam nazhm ad-durar menjelaskan secara indah. Bahwa menjadi kebiasaan Allah bahwa Dia menyebut diri-nya Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaanya. Kemudian memerintahkan makan.

Selain kata al-tha’am menjadi bahasa “makanan” dalam Alquran, lafadz akala-ya’kilu-kul menjadi bentuk aktivitas makan. Akan tetapi kata tersebut tidak semata-mata dalam pengertian “memasukkan sesuatu ke tenggorokan”, tetapi bisa berarti segala aktivitas dan usaha, mislanya dalam Q.S A-Nisa’ [4] ayat 4.

Perintah Makan

Alquran sering menggunakan kata perintah dalam aktivitas makan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nutrisi yang ada dalam diri manusia bisa terisi lewat makanan; dan menjadi hukum kausalitas jika tanpa makan maka tiada kehidupan.

Salah satunya firman Allah Q.S Al-A’raf [7] ayat 31 artinya: … makan dan minumlah namun jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Memang Allah Swt. menjadikan bumi dengan segala isinya ini semata-mata untuk manusia, sebab manusia satu-satunya makhluk yang mampu mengelola bumi. Dengan demikian Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Baqarah [2] ayat 29 yang artinya: Dia (Allah) menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi seluruhnya. Juga dalam Q.S Al-Jatsiyat [45]: 13 yang artinya: Dan dia (Allah) yang telah menundukkan untuk kamu segala yang ada di langit dan di bumi semua bersumber darinya.

Pada prinsipnya, dua ayat tersebut disimpulkan bahwa sesuatu yang yang ada di alam adalah halal untuk digunakan. Sehingga makanan yang terdapat didalamnya juga halal dikonsumsi oleh manusia.

Baca Juga  Seputar Penamaan Surah Al-Fatihah dalam Tafsir Al-Mishbah

Namun kehalalan tersebut bertendensi dalam regulasi hukum Islam yang bersumber dari Alquran. Artinya tidak semua halal dikonsumsi. Sebab ada beberapa faktor penyebab keharaman yang itu pun karena akan menimbulkan kemadharatan dalam diri manusia.

Uraian Makanan dalam Al-Quran

Terdapat tiga kategori makanan yang diuraikan oleh Alquran, yaitu Nabati, Hewani dan Olahan. Tiga kategori tersebut menjadi dasar para ulama dalam mengklasifikasikan halal dan haram. Makanan yang mendapat label halal dalam Alquran telah diuji oleh beberapa ahli memiliki khasiat yang bagus untuk tubuh manusia.

Seperti halnya Nabati, tidak ditemukan satu ayat pun yang secara eksplisit melarang makanan Nabati tertentu. Nabati mengandung banyak khasiat dalam diri manusia, samapai-sampai dalam Q.S Abasa [80] Allah memerintahkan manusia untuk memperhatikan makanan yang menyebut sekian banyak tumbuhan.

Maka hendaklah manusia memperhatikan makananya. Sesungguhnya kami benar-benar telah curahkan air (langit), kamudian kami belah bumi denan sebaik-baiknya. Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun yang lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputab, untuk kesenangan kamu dan untuk binatang ternakmu (Q.S Abasa [80]: 24-32).

Kemudian Hewani, maka Alquran membaginya kedalam dua kelompok yaitu berasal dari laut dan darat. Semua hewan yang berada di laut asin dan tawar dihalalkan Allah. Q.S Al-Maidah [5] ayat 96 menegaskan Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut, sebagai makanan yang lezat bagi kamu dan orang-orang yang dalam perjalanan. Dengan semikian para ulama sepakat semua hewan maupun tumbuhan di laut hukumnya halal dikonsumsi.

Adapun hewan yang hidup di darat, maka Alquran menghalalkan secara eksplisit. Yaitu Al-An’am (unta, sapi dan kambing) dan mengharamakan secara tegas seperti babi. Namun contoh diatas sebagian kecil dari makanan yang halal dan haram; artinya para ulama mengklasifikasikan lagi hewan-hewan yang halal dan haram melalui hadis Nabi.

Baca Juga  Menafsirkan Q.S An-Namal Ayat 30-31 dengan Metode Tafsir Tahlili

Selanjutnya yakni Olahan. Menurut Quraish Shihab dalam Wawasan Alquran, hanya mengisyaratkan bahan olahan ini berupa khamr yang diambil dari buah-buahan; seperti perasan anggur dan kurma kemudian di olah menjadi minuman yang memabukkan. Hal tersebut bisa kita lihat dalam Q.S Al-Nahl [16] ayat 67.

Regulasi Makanan dalam Alquran

Didalam Q.S Al-A’raf [7] ayat 157 Allah Swt. berfirman:

 وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ الۡخَبٰۤٮِٕثَ

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk

Atas dasar ayat ini, kemudian ditemukan hadis Nabi yang mengharamkan makanan tertentu. Misalnya hadis yang mengharamkan semua binatang; yang bertaring (buas), burung yang memiliki cakar, binatang yang hidup di darat dan di air dan lain sebagainya.

Kemudian Imam Malik berpendapat, adanya makanan haram dengan dasar Q.S Al-An’am [6] ayat 145. Ayat tersebut dipahami oleh Imam Malik sebagai batasan ruanglingkup makanan halal. Ditambah dengan ayat-ayat lain yang turun sesudah ayat itu yang memberi pembatasan serupa seperti surat Al-Baqarah [2] ayat 173.

Surat Al-An’am ayat 145 ini menjelaskan makanan yang rijs (kotor) seperti babi. Quraish Shihab menambahkan bahwa kesimpulan ayat tersebut sesuatu atau hewan yang mengandung rijs diharamkan oleh Allah, tidak spesifik babi.

Selanjutnya hewan yang dikategorikan halal dan boleh dikonsumsi dengan syarat disembelih terlebih dahulu. Kecuali ikan dan belalang bangkainya di hukumi suci dan boleh dikonsumsi. Alquran memberi prosedur agar proses sesembelihanya sah menurut syariat. Salah satunya di dalam Q.S Al-An’am [6] ayat 121 yang artinya: Dan jangan makan yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika menyembelihan), karena yang demikian itu adalah kefasikan.

Dari ayat ini lahir pembahasan panjang lebar yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab fikih tentang syarat-syarat penyembelihan. Secara umum syarat penyembelihan tersebut meliputi; (a) penyembelihan (b) cara dan tujuan penyembelihan (c) anggota tubuh binatang yang harus disembelih (d) alat penyembelihan. Itulah terminologi makanan dalam Alquran. Dari sini kita mengetahui seberapa peduli Alquran terhadap makanan. Pungkasnya Alquran memerintahkan manusia agar memakan makanan yang halal dan baik (halalan thayyibah). Sebab jika makanan yang dikonsumsi manusia mengandung protein, zat bergizi dan lain sebagainya akan menopang metabolisme tubuh. Wallahuaalam.