Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Terjemah Al-Quran dan Upaya Merespon Dinamika Masyarakat

Dinamika
Sumber: islammedia.id

Tidak ada yang hadir begitu saja, tanpa penyebab yang menjadi pendahuluan dan tanpa tujuan yang menjadi haluan. Demikian pula dengan Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019. Dokumen resmi yang menggambarkan apa pendahuluan dan apa haluan terjemahan Al-Qur’an tersebut tercantum pada “Sambutan Menteri Agama Republik Indonesia” oleh Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin di halaman ii dan “Pengantar Kepala Lajanah Penshihan Mushaf Al-Qur’an Balitbang Diklat Kemenag RI” oleh Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi, MA. di halaman iii-iv.

Pada kedua tulisan di atas, dipahami bahwa pendahuluan mengapa Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 harus hadir adalah karena terjemahan Al-Qur’an wajar dan perlu berubah. Seiring perkembangan bahasa Indonesia dan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia pula. Dengan demikian, haluan upaya ini adalah untuk menghadirkan terjemahan Al-Qur’an yang sesuai dengan aturan mutakhir bahasa Indonesia. Serta sesuai dengan kebutuhan dinamika masyarakat Indonesia.

Kisah Singkat Upaya Penerjemahan

Lalu bagaimana cara merespon pendahuluan dan bagaimana cara menggapai haluan sebagaimana disebutkan di atas? Disebutkan ada lima kegiatan yang meliputi konsultasi publik ke perguruan tinggi, Majelis Ulama Indonesia, dan pesantren. Juga masukan masyarakat secara umum lewat portal daring. Juga dilakukan penelitian lapangan (mungkin oleh Balitbang Diklat Kemenag RI) terkait penggunaan terjemahan Al-Qur’an di masyarakat.

Selain itu, dilakukan pula kajian regular Anggota Tim Pakar Kajian (mungkin inilah melahirkan Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 yang bisa dibaca seperti sekarang). Terakhir, uji publik melalui forum ilmiah oleh ulama dan pakar al-Quran. Kesemua kegiatan tadi mengacu pada dua hal: 1) menghadirkan terjemahan Al-Qur’an yang sesuai dengan aturan mutakhir bahasa Indonesia dan; 2) menghadirkan terjemahan Al-Qur’an yang sesuai dengan kebutuhan dinamika masyarakat Indonesia.

Baca Juga  Manuskrip Al-Quran Sebagai Produk Interaksi Manusia dan Al-Quran

Upaya untuk menghadirkan terjemahan yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) adalah sesuatu yang penting. Mengingat terjemahan ini akan dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Jadi, perlu ada semacam acuan kepada aturan baku yang berlaku di mana-mana. Karena itu, kehadiran Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kemendikbud RI adalah hal yang penting pula.

Meskipun di sisi lain, bagi sebagian orang, kitab suci yang sesungguhnya menyentuh aspek rasa, akan berkurang aspek rasanya jika dipagari oleh aturan bahasa yang kaku. Namun, itu adalah persoalan pilihan; dan pilihan menghadirkan PUEBI adalah pilihan yang paling aman dibanding tidak ada aturan penulisan yang menjadi acuan.

Antara Aturan Bahasa dan Dinamika Masyarakat

Karena aturan bahasa Indonesia sudah ada dan sudah terbakukan, maka tidak terlalu banyak ruang kreativitas yang hadir dalamnya. Meski tentu saja hal itu bukan hal yang mudah. Kesulitan terbesarnya adalah bagaimana makna al-Qur’an yang begitu kompleks bisa dihadirkan dalam satu bentuk terjemahan bahasa Indonesia yang baku.

Ruang kreativitas yang lebih luas ada pada upaya menghadirkan terjemahan Al-Qur’an yang sesuai dengan kebutuhan dinamika masyarakat Indonesia. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang sudah ada aturan bakunya, tidak ada aturan baku untuk menangkap seperti apa dinamika masyarakat Indonesia dan bagaimana merumuskannya dalam sebuah terjemahan tertentu. Jadi, hal ini lebih bergantung kepada person-person atau institusi-institusi yang diajak konsultasi dan ditunjuk untuk merumuskan.

Namun, walaupun ruang kreativitasnya lebih luas, tetap saja terbentur kepada kenyataan bahwa terjemahan memang sebentuk penafsiran. Tetapi tidak akan seleluasa penafsiran yang sesungguhnya untuk membiarkan penerjemah (penafsir) mengekspresikan kecenderungan pemahamannya. Dinamika yang baru saja digambarkan di atas adalah bukti kebenaran pernyataan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin. Di mana dalam sambutannya ia mengatakan bahwa terjemahan al-Qur’an bukanlah al-Qur’an itu sendiri.

Baca Juga  Perlunya Manusia Berbaik Sangka Pada Ketetapan Allah

Ayat-Ayat Terorisme sebagai Contoh

Di dalam dua pengantar Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 tidak disebutkan dinamika masyarakat seperti apa yang dimaksudkan yang hendak direspon. Maka tulisan ini akan coba menduga-duga. Misalnya, dinamika yang dimaksud adalah kegelisahan masyarakat terhadap tindak terorisme yang mendasarkan perbuatannya pada dalil-dalil al-Qur’an. Lalu, bagaimana Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 meresponnya? Mampukah ia menghadirkan terjemahan yang tidak akan melahirkan tindakan terorisme?

Di antara banyak ayat yang dijadikan landasan oleh para teroris adalah QS. Al-Baqarah: 190-193. Jika diandaikan bahwa Kementerian Agama RI menentang segala tindakan terorisme, maka itu tidak begitu tergambar di dalam penerjemahan QS. Al-Baqarah: 190-193. Atau sesungguhnya cukup tergambar. Tetapi gambar tersebut hanya tampak jelas bagi yang memang menentang terorisme dan tidak tampak bagi para pendukungnya.

Misalnya dalam QS. Al-Baqarah/2: 190 disebutkan: Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Bagi pendukung terorisme, yang mereka jadikan korban bom bunuh diri (misalnya) memang adalah orang-orang yang menurut mereka, memerangi orang muslim. Meskipun bagi yang menentang tindakan terorisme, orang-orang tersebut tidak memerangi orang muslim. Karena mereka barangkali adalah para turis atau ekspatriat yang datang dengan damai.

Perlunya Mempertegas Penerjemahan

Pada QS. Al-Baqarah: 191, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 sudah melakukan upaya penjelasan tentang siapakah “mereka/hum” yang dimaksud di dalam kalimat: Bunuhlah mereka. Mereka adalah “yang memerangimu” karena dhamîr hum menunjukkan kembali ke ayat 190. Lagi-lagi, pamahaman pendukung tindakan terorisme akan merujuk kepada pahaman mereka semula, yaitu yang mereka serang adalah memang memusuhi orang muslim. Kalaupun kelihatannya tidak, maka itu hanya topeng, menurut mereka.

Baca Juga  Kontroversi Pemikiran Ali Abdul Raziq tentang Khilafah

Bahkan ketika Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 menegaskan terjemahan QS. Al-Baqarah/2: 192 menjadi: Namun, jika mereka berhenti (memusuhimu), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, tetap saja maknanya bisa dianggap bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah berhenti memusuhi. Kata “memusuhimu” sesungguhnya tidak begitu tersurat di dalam QS. Al-Baqarah: 192. Namun tetap ditekankan oleh Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019, tapi barangkali itu tidak cukup.

Lebih jauh, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 memberikan bukan hanya tambahan terjemahan dalam bentuk kata dalam tanda kurung, tetapi juga penjelasan di dalam catatan kaki. Pada QS. Al-Baqarah: 191 misalnya, kata “fitnah” diberi catatan kaki dengan penjelasan: perbuatan yang menimbulkan kekacauan, seperti mengusir orang dari kampung halamannya, merampas harta, menyakiti orang lain, menghalangi orang dari jalan Allah, atau melakukan kemusyrikan.

Semua tindakan “fitnah” seperti disebutkan itu pernah dilakukan oleh para pelaku tindak terorisme (kecuali melakukan kemusyrikan) hingga bahkan menjadikan orang muslim sendiri sebagai korban. Tetapi terjemahan dan catatan kaki tersebut tidak cukup menghalangi atau sekadar membelokkan pemahaman karena mereka menganggapnya bagian dari perjuangan.

Kesimpulan

Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 telah berhasil memadukan antara tuntutan ketaatan kepada aturan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dengan dinamika kehidupan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan yang benar bagi masyarakat lewat terjemahan Al-Qur’an telah berhasil ditunaikan tanpa harus menabrak rambu-rambu penerjemahan yang memang tidak seluas penafsiran.[]

*Tulisan ini adalah bahan Webinar “Bedah Terjemahan Al-Qur’an: Edisi Penyempurnaan 2019” pada Senin, 19 Oktober 2020, pukul 09.00-15.00 WIB

Editor: M. Bukhari Muslim