Seorang muslim tidak hanya dituntut untuk baik interaksinya kepada sesama muslim, tetapi juga dituntut harus baik dengan non-muslim. Begitu juga ketika berinteraksi sosial baik yang di lakukan melalui media sosial atau internet maupun kehidupan nyata.
Melihat fenomena beragama saat ini baik dalam berakidah, beribadah, berprilaku, dan berpakaian yang didemonstrasikan oleh orang-orang non muslim terkadang cukup signifikan merubah identitas seorang muslim. Sehingga ia dapat menyerupai mereka dalam berakidah, beribadah, berperilaku, maupun berpakaian.
Padahal dalam hal ini, ada yang termasuk perbuatan menyimpang dan dilarang dalam Islam. Sehingga sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk menghindarkan dirinya dan berhati hati dari perangkap tasyabbuh dengan orang-orang non muslim. Apalagi dengan hal yang menyimpang dari ajaran Islam.
Apa itu Tasyabbuh?
At-Tasyabbuh secara bahasa berasal dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh. Dan At-tasybih adalah peniruan. Maksudnya menirukan, menyerupai atau mengikutinya (KBBI, 2002: 89).
Dan untuk memahami konsep tasyabbuh dalam tingkat sederhana, yaitu dengan meminjam teori dasar dari ilmu balaghah, yang didefinisikan sebagai berikut, “Umur itu bagaikan tamu atau laksana hayalan, dia tidak menetap”.
Dari contoh diatas, bahwasannya umur itu diibaratkan seperti tamu atau hayalan, karena keduanya adalah suatu hal yang tidak menetap. Sesuatu yang lain dapat dikatakan serupa jika memenuhi empat rukun pokok tasybih yaitu, musyabbah (sesuatu yang diserupakan), musyabah bih (sesuatu yang diserupai), wajhu syibhi (sifat atau keadaan yang diserupakan), dan adatu tasybih (lafadz yang menunjukkan keserupaan).
Rukun pokok inilah yang perlu dijadikan acuan dalam memahami tasyabbuh dalam konteks sosiologis. Dari keempat rukun tasybih tersebut yang menentukan nilai dalam proses tasyabbuh adalah wajhu syibhi-nya dalam artian baik buruknya suatu tasybih, dan paling utama ditentukan oleh hal atau sifat yang dijadikan penyerupaanya.
Hadis tentang Tasyabbuh
Salah satu hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka”
(HR: Abu Dawud)
Hadits tasyabbuh di atas adalah salah satu hadits dari sekian banyaknya dalil tetang tasyabbuh yang ada. Hadits tersebut belum mengatakan apakah tasyabbuh itu mempunyai nilai yang baik atau buruk, tapi tergantung dari apa yang di serupakannya. Seperti serupanya antara orang muslim dan non muslim. Akan tetapi, hadits tersebut hanya menerangkan bahwa seseorang itu bisa dikatakan serupa kalau memiliki sifat dan keadaan yang sama, walaupun secara umum berbeda.
Dalam Islam, tasyabbuh yang dilarang itu ada dua. Yaitu, yang pertama, serupa secara sosiologis artinya sesuatu yang secara hakikatnya sesuatu itu harus berbeda. Misalnya, tasyabbuh-nya laki-laki dengan perempuan, atau yang muda dengan yang tua dan dengan yang lainya. Dan yang kedua, secara teologis, tasyabbuh dalam hal ini misalnya penyerupaan antara umat Islam dengan orang di luar Islam. Misalnya seperti yang ditegaskan dengan nash, seperti tasyabbuh-nya muslim dengan ahlul kitab.
***
Ada sekian perkara tasyabbuh terhadap orang non muslim yang bisa di hukumi sebagai suatu perbuatan yang syirik, seperti dalam masalah keyakinan, atau ibadah. Beberapa contoh yang berkaitan dengan ketauhidan yaitu, menafikan atau mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah, meyakini adanya zat yang serupa dengan Allah. Dalam beribadah, misalnya tasyabbuh dengan mereka yang berdoa kepada selain Allah, dan lain-lainnya.
Ada pula perkara yang bisa menjerumuskan kepada kemaksiatan dan kefasikan yaitu, meniru gaya hidup orang orang non muslim, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya, perbuatan tersebut bisa dihukumi sebagai sesuatu yang diharamkan. Hal karena bisa menimbulkan dosa, kerusakan bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Menyikapi Tasyabbuh
Dalam menyikap tasyabbuh ini sebaiknya sikap kita sebagai muslim meniru apa yang dipraktekkan Nabi Muhammad s.a.w.. Meneladani sikap bijak dan saling kasih sayang beliau kepada siapapun, baik itu kepada orang non muslim sekalipun. Beliau selalu memperlakukannya dengan adil, sebagaimana al-Qur’an telah menjelaskan:
’’Allah tidak melarang kamu, untuk berbuat Baik dan berlaku adil terhadap orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusirmu dari negerimu,sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang berlaku Adil” (Q.S. Al Mumtahanah: 8).
Dari uraian ayat al-Qur’an di atas, kita sebagai umat islam sebaiknya selalu berbuat baik dan adil terhadap siapapun. Kita juga tidak boleh memusuhi orang yang berbeda dengan kita apabila mereka tidak mengganggu kita. Karena bagaimanapun setiap orang pasti mempunyai sisi baik dan buruk yang kita tidak mengetahuinya. Hal ini tidak berarti semua orang non muslim itu buruk secara keseluruhannya, namun ada yang perlu kita jaga agar tidak mengikuti hal yang malah dilarang dalam Islam.
Editor: Ananul
Leave a Reply