Perguruan tinggi hingga kini melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Dosen pun mengajar dari rumah masing-masing. Para mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah yang jauh dari kampus pulang kampung. Dampaknya, tidak semua mahasiswa bisa mengikuti perkuliahan secara intensif. Di antaranya karena kesulitan sinyal dan kuota untuk mengakses internet.
Hal yang tidak jauh berbeda dialami para pelajar, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA. Mereka harus belajar di rumah mengikuti panduan guru-guru mereka. Menjadi syarat mutlak yang harus terpenuhi adalah fasilitas komputer, laptop, atau handphone untuk menerima pesan-pesan dari guru. Pembelajaran interaktif jarak jauh menjadi pengalaman tersendiri dengan segala dinamika dan aneka hambatannya.
Para pelajar yang orang tuanya kurang mampu secara ekonomi mengalami kesulitan tersendiri, terutama ketersediaan fasilitas alat komunikasi. Dapat dibayangkan bila dalam sebuah keluarga relatif muda dengan tiga putra, masing-masing putra membutuhkan handphone untuk belajar. Bagaimanapun orang tua harus menyediakannya. Di antara mereka terpaksa membeli handphone secara kredit atau membeli handphone second dengan harga yang relatif lebih murah. Boleh jadi orang tua juga harus mengalah, karena hp-nya dipakai oleh putra-putrinya.
Suka dan Duka
Belajar di masa pandemi mengalami suka dan duka tersendiri. Pada masa awal pandemi dan siswa harus belajar di rumah, orang tua mendampingi putra dan putrinya belajar secara ekstra. Ketika itu mereka merasakan dan menyadari betapa tidak ringan tugas guru di sekolah. Sebagai perbandingan, ketika bapak dan/atau ibu harus membantu satu atau dua orang anaknya di rumah, itu bukan hal yang mudah. Bagaimana pula dengan para bapak dan ibu guru yang setiap hari harus mengasuh dan menghadapi satu kelas murid dengan berbagai karakternya. Tidak sedikit murid-murid yang ingin kembali belajar di sekolah, karena orang tua mereka tidak sepiawai gurunya.
Untuk mengatasi kejenuhan siswa belajar di rumah, beberapa sekolah mengambil kebijakan belajar di sekolah secara bergiliran. Caranya, satu kelas dibagi menjadi dua kelompok. Mereka masuk sekolah bergantian, sehari masuk kelas dan sehari tidak. Durasi belajarnya pun dibatasi, tanpa waktu istirahat, dan tanpa kesempatan untuk jajan di lingkungan sekolah.
Pimpinan lembaga pendidikan bertanggung jawab atas berlangsungnya pembelajaran di masa pandemi. Mereka mengatur tugas para guru dan memperhitungkan beban tugas yang wajar untuk dijalani murid-murid di rumah, serta mengendalikan dan mengontrol agar murid-murid tidak memikul beban belajar yang berlebihan. Sekolah pada umumnya tidak menyelenggarakan ujian untuk kenaikan kelas. Sebagian tetap melaksanakannya.
Tantangan Pembelajaran Di Masa Pandemi
Dalam situasi pandemi sistem evaluasi belajar pun disesuaikan dengan kondisi. Pemberian nilai hasil belajar yang terlalu mahal akan membuat murid-murid patah semangat untuk berusaha. Di samping itu kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam belajar secara daring juga menjadi bahan pertimbangan untuk menoleransi capaian guru-guru dan murid-murid dalam kegiatan pembelajaran.
Dapat dibayangkan perjuangan guru-guru di daerah pelosok. Sebagian dari murid-muridnya tidak memiliki handphone untuk belajar secara daring. Para guru, termasuk pimpinan sekolah, mengunjungi para murid di rumah mereka dengan menempuh perjalanan mendaki bukit dan menuruni ngarai. Kesulitan bertmbah besar ketika hari-hari turun hujan.
Situasi dan kondisi menghalangi guru melakukan pembelajaran dengan saksama. Guru kelas di era pembelajaran tematik terpaksa melaksanakan pembelajaran dengan model lama, yakni pembelajaran per satuan mata pelajaran. Durasi waktu belajar yang tersedia tidak memungkinkan menjangkau target pembelajaran tematik. Pelajaran tentang tumbuh-tumbuhan, misalnya, mesti ditinjau dari sudut ilmu biologi, ekonomi, kesehatan, dan keagamaan.
Pimpinan lembaga pendidikan seyogianya mempertimbangkan masukan wali murid kepada sekolah untuk menyiapkan perangkat pembelajaran lebih memadai. Sekolah dapat membangun laboratorium untuk ruang virtual dengan aplikasi yang lebih representatif, misalnya dengan menggunakan basic aplikasi moodle/open learning, bukan google class room.
Bersamaan dengan program vaksinasi, Pemerintah merencanakan pembelajaran di sekolah melalui tatap muka terbatas mulai bulan Juli 2021, setelah para guru dan dosen usai mendapatkan vaksinasi. Semoga badai Covid-19 segera berlalu.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply