Tafsir berbeda dengan Al-Qur’an. Perbedaan utamanya A-lquran adalah wahyu ilahi pasti benar, sedangkan tafsir itu produk manusia bisa benar bisa salah. Tafsir diartikan sebagai penjelasan tentang maksud Allah dalam Firman-Nya sesuai dengan kemampuan manusia. Manusia sebagai penafsir tidak bisa menjelaskan secara tuntas dalam berbagai aspek apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang ditafsirkan. Karena kemampuan manusia untuk memahaminya terbatas dan boleh jadi keterbatasannya karena memang dia tidak cerdas boleh jadi keterbatasannya disebabkan karena keterbatasan kecerdasannya dan menguasai ilmu-ilmu perangkat yang membantunya dalam menafsirkan ayat. Dewasa ini, ada lebih banyak lagi tantangan dan kesalahan seseorang dalam penafsiran al-Qur’an yang jarang orang ketahui.
Melihat Konteks Perkembangan Keilmuan
Mulai dalam konteks penafsiran, seseorang bisa dipengaruhi oleh banyak hal; antara lain kondisi sosialnya, perkembangan ilmu dan lain-lain sebagainya. Misal sekarang orang berkata kalau artinya begini planet yang mengitari tata surya itu dulu, sekarang sudah tidak ditafsirkan begitu berpengaruh perkembangan ilmiah Ulil Amr Dulu beda dengan sekarang perkembangan jadi bisa berbeda-beda.
Maksud yang perlu ingin kita garis bawahi, bahwa apa yang dikemukakan oleh ulama-ulama yang lalu kita hormati. Mereka telah berjasa menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an itu untuk masyarakatnya, tetapi penghormatan kita tidak menjadikan kita harus menerima pendapatnya.
Pendapat Lama Tidak Selalu Benar
Melihat fenomena di atas, menurut Quraish Shihab salah satu hal tantangan dalam penafsiran saat ini ialah sebagian ulama sering kali terlalu terikat dengan pendapat lama yang justru baik pada masanya, tetapi tidak baik lagi pada masa sekarang. Dalam Tafsir al-baidawi riwayat Sabda Rasul yang mengatakan antara musyrik dan muslim itu tidak bisa berada dalam satu wilayah yang begitu dekat, sehingga bahan bakarnya untuk masak dilihat oleh yang lain maka orang Muslim tidak boleh bertetangga dengan orang musyrik yang ketika pada masa itu Baidawi menulis tafsirnya. Sedangkan pendapat Ibnu Taimiyah yang begitu keras, wajar Ibnu Taimiyah dalam situasi perang, yang pernah jadi memimpin pasukan ketika perang. Maksud yang menjadi hal di garis bawahi adalah ini semua berpengaruh.
Kemudian Quraish Shihab menegaskan pendapat-pendapat penafsiran itu benar pada masanya dan sudah seharusnya berubah pada masa sekarang. Tantangan dan kesalahan penafsiran sekarang lebih kompleks lagi. Karena sekian banyak pendapat yang sudah populer tapi salah karena dikemukakan orang yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menafsirkan Alquran. Quraish Shihab banyak menemukan ajaran Islam habluminallah dan habluminannas salah salah besar. Salah dari segi bahasa dan salah dari segi substansi punya hubungan dengan Allah punya hubungan dengan sesama manusia. Sebenarnya ayat yang berkata hablun illallah, hubungan manusia dengan Tuhan baru bisa bahagia kalau manusia mempunyai hubungan baik dengan Tuhan.
***
Ayat tersebut sebenarnya berbicara tentang orang-orang Yahudi yang akan selalu mendapat kehinaan; kecuali kalau ia dapat bantuan dari Allah atau bantuan dari manusia dia tidak aktif melakukan hubungan dengan Allah. Sedangkan kita orang Islam harusnya aktif dan bagus melakukan hubungan dengan Allah. Namun pertanyanya apakah memang Islam itu hanya habluminallah dan habluminannas yang ditekankan? Serta mereduksi apalagi melupakan pemahaman ajaran kita terhadap ketidak ada hubungannya manusia dengan alam? Karena salah satu problema terbesar masyarakat dunia sekarang; banyak tidak mengetahui hubungannya dengan alam, binatang, tumbuhan dan hubungan dengan makhluk hidup lainnya yang begitu buruk.
Link sumber: https://www.youtube.com/watch?v=kN1ay3EYIG8
Leave a Reply