Abu Dzar di Mata Dunia
Bagi Ali Syariati, Islam memiliki dua wajah yang berbeda. Islam sebagai agama memiliki konflik historis panjang yang menciptakan dua kutub besar yang saling bertentangan. Islam dalam tradisi Abu Dzar identik dengan istilah Islam merakyat, Islam yang menentang eksploitasi, dan Islam anti kesewenang-wenangan kekuasaan.
Di dalam buku Abu Dzar: Suara Parau Menentang Penindasan, Ali Syariati menggambarkan Islam Abu Dzar penuh dengan demonstrasi menentang kesewenang-wenangan dan kezaliman. Tradisinya, menurut perspektif Ali Syariati, digambarkan sebagai simbol perjuangan kesetaraan, kebenaran, dan strata ekonomi sosial yang adil.[1]
Salah satu tulisan menarik yang menggambarkan sikap Abu Dzar adalah tulisan Jalaluddin Rakhmat. Kang Jalal menggambarkan bagaimana di saat kondisi rezim Muawiyah penuh gemerlap dunia, sahabat ini berdiri tegak meneriakan suara kaum tersisihkan di tengah megahnya istana kekuasaan.
Saban hari, Abu Dzar berdemonstrasi dengan mengutip surat At-Taubah ayat 34, “Orang-orang yang menumpuk emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah, gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”.[2]
Abu Dzar memobilisasi opini kepada khalayak kaum kecil dengan mengatakan, “Aku heran melihat mereka yang hidup kelaparan, tetapi tidak membawa pedang dan mendatangi orang-orang kaya itu untuk mengambil harta mereka”.[3]
Gagasan Revolusioner Abu Dzar dan Manifestasinya
Sebagai Muslim revolusioner, aksi-aksi Abu Dzar membuat rezim Muawiyah geram. Ia tak mempan disuap, diiming-imingi kekuasaan, hingga akhirnya ia dibuang ke sebuah gurun bernama Rabadzah.[4]
Spirit Abu Dzar seharusnya terus bergema di tengah kondisi sosial yang saat ini sarat ketimpangan, kesenjangan ekonomi, dan dominasi kekuasaan atas suara-suara rakyat kecil. Suara lantangnya tentang keberpihakan terhadap kaum tertindas masih sangat relevan, apalagi tunduk terhadap hegemoni elit.
Abu Dzar bukan hanya simbol perlawanan semata, tetapi manifestasi dari ajaran agama Islam yang membumi. Islam tampil sebagai energi yang membebaskan, bukan menindas. Menentang segala bentuk sistem ekonomi politik yang eksploitatif.
Pesan profetik agama Islam bukan hanya menyampaikan wahyu mengenai spiritual semata, tetapi juga membumikan wahyu dalam struktur sosial yang adil. Allah Swt. telah berfirman di dalam surat Al-Hasyr ayat 7, “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Islam mengajarkan distribusi kekayaan yang adil serta mencegah disparitas ekonomi di kalangan masyarakat. Melalui ayat ini, Abu Dzar juga memberikan keteladanan moral sekaligus aksi nyata. Suara lantangnya menggema menyerukan pembelaan terhadap kelompok mustadh’afin (red: kaum lemah).
Tahun Baru dan Spirit Revolusioner Abu Dzar
Beberapa hari lalu, kita memperingati Tahun Baru umat Islam. Seyogyanya, di Tahun Baru Islam hari tahun ini, spirit revolusioner Abu Dzar harus terus terawat dan kembali dihidupkan. Tujuannya agar Islam tidak hanya berhenti di mimbar dan khutbah, tetapi hadir membela kaum terpinggirkan.
Dengan mengulang kembali keteladanan Abu Dzar, kita diingatkan kembali bahwa salah satu tujuan agama Islam ialah membebaskan kaum tertindas dan yang terlemahkan. Al-Qur’an merekam keberpihakan Allah Swt. kepada golongan mustadh’afin dengan menjadikan mereka sebagai pewaris di muka bumi. Allah Swt. berfirman, “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu. Dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS: Al-Qasas: 5)
Melalui tahun baru yang identik dengan pesta, kita lagi-lagi diingatkan mengenai keberpihakan terhadap kelompok mustadh’afin yang kerap terlupakan. Di tengah riuhnya perayaan 1 Muharam, kita kembali terpantik untuk bermuhasabah soal spirit Abu Dzar yang tak lapuk oleh zaman.
Kini, tugas kita adalah merawat suara Abu Dzar dalam tindakan nyata. Membela kaum mustadha’fin tak cukup hanya dengan wacana, tetapi juga hadir dalam kerja kolektif membangun keadilan sosial.
Tahun Baru Hijriah sepatutnya menjadi momentum pembaruan komitmen untuk terus menegakkan nilai-nilai Islam yang membebaskan, menolak penindasan, serta melawan ketidakadilan ekonomi dan politik.
Semoga semangat Abu Dzar menjiwai langkah kita, agar Islam benar-benar hadir sebagai rahmat bagi semesta, menyalakan harapan bagi mereka yang dilemahkan, dan menghadirkan dunia yang lebih adil bagi semua.
Editor: Dzaki Kusumaning SM
Referensi
[1] Ali Syariati, Abu Dzar Suara Parau Menantang Penindasan (Bandung: Muhatari, 2002), h. 79.
[2] Jalaluddin Rakhmat, Jangan Bakar Taman Surgamu, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2017).
[3] Jalaluddin Rakhmat, “Mati Sahid,” jalanrakhmat.id, 10 Februari 2024, https://www.jalanrahmat.id/?p=692, tanggal akses: 28 Juni 2025.
[4] Ibrahim al Quraibi, Tarikh Khulafa, (Jakarta : Qishti Press, 2016), h. 652.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.