Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Tematik (6): Nabi Muhammad Sebagai Tuntunan Dalam Hidup

Habib
Sumber: kompasiana.com

Dalam catatannya John Esposito menuturkan bahwa Nabi Muhammad tak sekedar Nabi dan Rasul. Tapi ia adalah sosok pemberani dan teladan yang membangkitkan peradaban besar dunia. Satu dari sekian banyaknya testimoni ilmuan dan tokoh non muslim mengakui keteladanan dan figur Nabi Saw tak lain karena rekam jejak perjuangan kemanusiaan dan terpenting laku katanya selalu beriringan. Pantaslah Aisyah mengatakan Nabi Saw. cerminan hidupnya adalah al-Qur’an (kaana khuluquhu al-Qur’an).

Lebih mulianya lagi, semua yang menyangkut kewajiban dan diperintahkan pada hamba-Nya hanya mengikat pada hamba-Nya saja. Tapi shalawat kepada Nabi selain diperintahkan kepada hamba-Nya dan Allah pun memberikan shalawat pada Nabi Saw. Tak sebatas itu, pujian terhadap Nabi Saw. diproklamirkan bahwa Muhammad-lah makhluk yang luhur dan mulia laku-katanya (wainnaka la’alaa khuluqin adhzim ).

Kesempatan lain, Nabi telah mendapatkan “sertifikasi” sebagai teladan manusia dan kemanusiaan dari Allah bahkan darinya-lah muara kasih sayang Allah. Sebagaimana penegasan pada QS al Ahzab 21:

Sesungguhnya pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu. Bagi orang yang mengharap rahmat dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.

Ayat ini menjadi pegangan umat Islam bahwa Nabi adalah teladan dalam bersikap. Perkataannya bukan sekedar kegamangan yang menipu tapi nyata dalam sikap. Karena itulah Allah menamainya uswatun hasanah (teladan yang baik). Menurut al-Qurthubi, Nabi Saw. menjadi contoh yang baik bagi manusia menyangkut sikap, perilaku dan berbagai hal kehidupannya.

Meneladani Nabi Muhammad

Meneladani Nabi Muhammad berarti membawa obor cahaya di tengah lorong gelap yang menuntun dan mengarahkan. Itu sebabnya ayat ini menegaskan hanya orang-orang yang berharap kepada Allah (liman kaana yarjuu Allaah) yang menjadikan Nabi Saw sebagai teladan. Menurut Ibn Ajibah, orang yang mengharap kepada Allah adalah mereka yang sadar dan meyakini bahwa segala bentuk perbuatan dan tindakan (baik-buruk) pasti diberikan balasan di akhirat. Tafsiran yang lain bagi orang yang menjadikan Nabi Saw. sebagai teladan, maka ada rasa takut dalam dirinya. Takut tak mendapatkan hadiah yang baik di akhirat terlebih jika balasan yang buruk. 

Baca Juga  Struktur Dasar Weltanschauung Al-Quran

Singkatnya, semakin jauh ajaran Nabi dalam kehidupan, berarti kasih sayang Allah pun semakin jauh. Tapi jejak dan langkah hidup bersuara Muhammad pasti mendapat hadiah terbaik di akhirat. Janji itu, Nabi pula yang menegaskan: “Siapa saja yang menghidupkan sunnahku, maka berarti ia mencintaiku. Dan barang siapa mencintaiku maka kelak ia akan bersamaku di surga (H.R. Tirmidzi)

Apakah Semua Perbuatan Nabi Harus Ditiru?

Lantas, apakah semua yang ada pada diri Nabi mesti dijadikan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari? Imam al-Qurthubi mengemukakannya dalam dua hal. Pertama, semua gambaran hidup Nabi saw. mesti atau wajib dilaksanakan sampai ada penegasan dalil tegas yang menyatakan ke-sunnah-annya. Pandangan ini,  setidaknya memberikan penegasan setiap tindakan sosial, keputusan politik Nabi hingga menyangkut kebiasaan manusiawi Nabi (makan, minum dan lain lainnya) wajib diteladani atau diikuti kecuali ada dalil lain yang menyatakan hal demikian sebatas anjuran.

Kedua, potret sosial dan sejarah hidup Nabi Saw hanya sebatas anjuran yang tak mengikat, hingga ada penegasan ia menjadi kewajiban. Karena itu, pandangan ini menyiratkan pesan segala yang menyangkut persoalan keagamaan (umuuri al diin) yang dicontohkan oleh Nabi saw menjadi keharusan untuk diikuti dan dijalankan. Tentu dalam hal ini, menyangkut persoalan syar’i atau ushuuli (pokok utama ajaran agama) yang dicontohkan Nabi. Semisal cara Nabi shalat. Namun jika menyangkut urusan duniawi maka tak ada kewajiban mutlak untuk menjalankannya. Karena ia hanya sebatas opsi (sunnah).

Alhasil, meneladani Nabi Saw adalah cara terbaik untuk membuktikan besarnya raja’ (harapan) dan khauf (rasa takut) kepada Allah. Tentu harapan dan rasa takut kepada Allah itu dengan ikhtiar meneladani Nabi Saw. dalam hal prinsip keagamaan dan membuka kebebasan untuk menjalankan berbagai aspek sosial-budaya selama tak bertentangan nilai dasar ajarannya.

Baca Juga  Tafsir Tematik (9): Bahaya Zina

Editor: M. Bukhari Muslim