Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surat An-Nur 55: Ayat Pengusung Paham Khilafah

islam kaffah
sumber: baliexpres.jawapos.com

Pasca pembuatan film JKDN (Jejak Khilafah di Nusantara) tampaknya gagasan tentang penegakan khilafah ini kembali digaungkan oleh sebagian kelompok pengusung berdirinya khilafah. Menurut saya, Gagasan soal berdirinya khilafah ini akan terus ada meskipun zaman silih berganti.

Gagasan ini dibangun atas dasar dalil-dalil yang dikenal di kalangan pengkaji Islam. Ada yang berupa ayat al-Qur’an, hadis, ada pula hasil pemikiran ulama. Dalil-dalil itu dimaknai, sangat tergantung bagaimana tafsir pengkajinya.

Salah satu landasan dalil mereka adalah surah An-Nur ayat 55.

“Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Para pengusung khilafah mengklaim bahwa kembalinya khilafah sebagai wujud kekuasaan umat Islam merupakan janji Allah Swt. Dengan percaya diri mereka menggunakan ayat ini untuk melegitimasi gerakannya.

Benarkah Allah menjanjikan kembalinya khilafah?

Asbabun Nuzul Ayat

Mari kita lihat terlebih dahulu asbabun nuzul ayat ini. Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab Tafsir al-Munir menjelaskan bahwa:

“Ketika Rasulullah Saw. bersama para sahabatnya sampai ke Madinah dan disambut serta dijamin keperluan hidupnya oleh kaum ansar, mereka tidak melepaskan senjatanya siang dan malam karena selalu diincar oleh kaum kafir.”

Mereka berkata pada Nabi: ‘Kapan engkau dapat melihat kami hidup aman dan tenteram tiada takut kecuali pada Allah?’ Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai jaminan dari Allah Swt. Bahwa mereka akan dianugrahi kekuasaan di muka bumi.”

Baca Juga  Pembunuhan Karakter dan Kritik Keras Al-Qur’an

Imam al-Qurtuby menerangkan dalam kitab tafsirnya perihal ayat ini:

“Ibn al-Arabi berkata: bahwa ayat ini adalah janji umum dalam hal kenabian, khilafah, menegakkan dakwah, dan syariat secara umum. Sehingga janji itu terealisasikan pada semua orang sesuai kadar dan keadaanya, bahkan untuk kalangan mufti, qadhi dan imam. Sedangkan untuk khilafah tak ada tempat realisasi janji mulia tadi kecuali hanya para (empat) khalifah terdahulu.”

Hal ini sebagaimana pula yang dikatakan oleh sejarawan terkemuka, Ibn Khaldun. Bahwa kekhalifahan (khilafah) menurutnya telah tamat dengan berakhirnya al-khulafa’ al-rasyidun.

Entitas politik Islam selanjutnya, seperti Dinasti Umaiyah, Dinasti Abbasiyah, dan Dinasti Utsmaniyah, bukanlah khilafah, karena suksesinya berdasarkan tali darah. Semua entitas politik pasca al-khulafa’ al-rasyidun adalah kerajaan, dinasti atau kesultanan, bukan khilafah.

Penjelasan tersebut berdasarkan hadist Nabi Muhammad Saw. Yang diriwayatkan oleh Safinah, budak Rasulullah Saw. Ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Kekhalifahan setelahku (berlangsung selama) tiga puluh tahun, setelah itu menjadi kerajaan’.”

Maksud Ayat

Para mufasir menjelaskan bahwa ayat ini sebenarnya terdapat sumpah Allah yang tersirat dari ungkapan “layastakhlifannahum fil ardy.” Imam al-Qurtuby menafsirkan bahwa huruf lam yang terdapat dalam lafaz tersebut adalah jawab qasam. Sebab janji adalah sebuah ucapan.

Makna majaznya adalah, Allah Swt berfirman kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, demi Allah, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, lalu Dia menjadikan mereka raja-rajanya dan penduduk-penduduknya.

Imam al-Qurtuby memperjelas tentang maksud lafaz “layastakhlifannahum fil ardy” ini terdapat dua pendapat. Pertama, bahwa yang dimaksud disitu adalah tanah Makkah.

Sebab kaum muhajirin meminta tanah ini kepada Allah, lalu mereka dijanjikan (akan diberikan tanah ini) sebagaimana kaum bani Isra’il (dijanjikan akan diberikan tanah mereka). Pengertian inilah yang dikatakan oleh An-Naqqasy.

Baca Juga  Kritik Ulama Tafsir Terhadap Bullying

Kedua, yang dimaksud negeri-negeri Arab dan non-Arab. Ibn al-Arabi berkata, “pendapat inilah yang shahih. Sebab tanah Makkah itu diharamkan bagi kaum Muhajirin.”

Janji-Nya Berupa Khilafah telah Terwujud

An-Nahhas rahimahullah menjelaskan bahwa janji Allah dalam ayat tersebut sudah ditunaikan di masa hidup Rasulullah. Terbukti dengan penaklukan kota Makkah dan berbondong-bondongnya manusia di jazirah Arab memeluk Islam.

Mufassir yang lain mengatakan bahwa ayat ini adalah dalil atas kekhalifahan Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali radhialla’anhum jami’an. Dengan kata lain, janji Allah dalam ayat ini terwujud dan eksis pada masa kekhalifahan mereka.

Ibn al-Arabi rahimahullah mengatakan: Jikalau janji (dalam ayat) ini bukan untuk mereka (para Sahabat), tidak tertunaikan pada mereka, dan tidak datang untuk mereka, maka kepada siapa lagi kalau begitu? Sementara tidak ada satupun yang mampu menyamai mereka sampai hari ini, dan tidak pula di masa depan.”

Berdasarkan penjelasan dari berbagai pendapat para mufasir terkait dengan ayat ini bahwa janji Allah itu telah terpenuhi pada masa al-khulafa’ al-rasyidun. Dan juga tidak ada janji Allah tentang kembalinya khilafah setelah masa itu.

Prof. Nadirsyah Husen mengatakan bahwa dalam ayat ini tidaklah bicara soal institusi atau sistem pemerintahan khilafah. Al-Qur’an memang tidak pernah menyinggung sistem kenegaraan dengan detail.

Beliau mengatakan, umat Islam bisa berkuasa menurut ayat ini dan ayat selanjutnya dengan jalan beriman dan beramal saleh, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan shalat, membayar zakat, dan taat pada Rasullah Saw.

Dengan jalan inilah Allah akan meridhai, memberi rasa aman, dan memberi kita rahmat. Namun, siapa yang kufur terhadap nikmat yang Allah berikan, mereka itulah orang yang fasik, sebagaimana dinyatakan dengan jelas oleh ayat ini.

Baca Juga  Imam Al-Ghazali; Relasi Agama dan Negara

Berbicara mengenai khilafah tidaklah menjadi masalah, Namun ketika diiringi dengan upaya untuk menggantikan sistem pemerintahan maka disitulah letak masalahnya. Cukuplah sudah pancasila menjadi dasar negara kita yang merupakan hasil dari kesepakatan bersama seluruh umat beragama di Indonesia.

Kita tidaklah bisa untuk memaksakan menerapkan sistem pemerintahan Islam tapi yang bisa dilakukan adalah menerapkan nilai-nilai Islami dalam menjadi masyarakat yang baik dalam hidup bernegara dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan.

Editor: Rubyanto