“Yang Maha Murah, Yang Maha Penyayang” (ayat 3).
Atau bisa juga diartikan Yang Pengasih, lagi Penyayang.
Ayat ini menyempumakan maksud dari ayat yang sebelumnya. Jika Allah Maha Pengasih sebagai Robb, sebagai Pemelihara dan Pendidik bagi seluruh alam tidak lain maksud dan isi pendidikan itu, melainkan karena Kasih-sayangNya semata dan karena murahNya belaka, tidaklah dalam memberikan Pemeliharaan dan pendidikan itu menuntut keuntungan bagi diriNya sendiri.
Bukan sebagai suatu Pemerintahan mengadakan suatu pendidikan “kader” dan latihan pewagai, ialah karena mengharapkan apabila orang-orang yang dididik itu telah lepas dari pendidikan, akan dapat dipergunakan menjadi pegawai yang baik. Pemeliharaan yang Dia berikan adalah pertama karena Ar-Rahman maknanya ialah bila sifat Allah Yang Rahman itu telah membekas dan berjalan ke atas hambaNya. Bertambah tinggi kecerdasan hamba itu, bertambah terasa olehnya betapa ar-Rahman Allah terhadap dirinya, dan sifat Ar-Rahim ialah sifat yang tetap pada Allah.
Maka Ar Rahman ialah setelah sifat itu terpaksa pada hamba, dan Ar-Rahim ialah pada keadaannya yang tetap dan tidak pernah padam-padamnya pada Tuhan. Dan keduanya itu adalah sama mengandung akan sumber kata yaitu Rahmat. Nanti dalam berpuluh ayat dalam al-Quran, kita akan bertemu keterangan betapa Rahman dan RahimNya bagi seluruh makhluk, terutama bagi kita manusia.
Bukankah matahari dan bulan dan bintang-bintang, semuanya itu Rahmat dari Tuhan kepada kita? Bagaimana jadinya kita hidup di dunia, kalau misalnya agak dua hari saja matahari tidak terbit? Kita manusia kadang-kadang lupa akan Rahmat, karena kita tidak pernah dipisahkan dari Rahmat.
Seumpama orang yang berdiam di kota besar yang telah teratur aliran listrik dan penerangan lampu-lampu, dan telah teratur pula pipa saluran air. Mereka baru ingat akan Rahmat adanya penerangan lampu yang teratur dan aliran air yang telah masuk sampai ke dalam rumahnya itu ialah bilamana satu kali ada kerusakan di Sentral listrik atau ada kebocoran pada pipa air.
Di waktu semua beres, kerap dia lupa. Setelah terganggu baru dia ingat. Rahmat llahi, pancaran daripada sifatNya yang Rahman dan yang Rahim, yang Murah dan Kasih-Sayang dapat kita rasai apabila kita lihat induk ayam mengekaskan kakinya mencarikan makanan untuk anak-anaknya. Dipecah-pecahkannya remah kecil yang didapatnya, lalu dipanggil-panggilnya anakanaknya dengan berkotat-kotat, maka anak-anaknya itupun berlari-lari menuju makanan itu dan induknya sendiri tidak mengambil bagian dari makanan itu. Dan apabila bahaya datang bahaya dengan tiba-tiba, dikejarnya yang hendak mengganggu itu seekor gajah besar.
Dia tidak perduli bahwa dirinya akan hancur lumat diinjak gajah. Sebab dia didorong oleh sifat Rahmat yang telah dianugerahkan Allah Yang Maha Pengasih kepadanya, untuk mempertahankan anak – anaknya. Dan jika panas sangat terik,dia pergi ke pinggir pasar untuk berteduh dan dilindunginva anak-anak-nya dalam naungan sayapnya, dan ada anak-anak itu yang memanjat ke atas punggungnya.
Ditahankannya karena kasihnya. Rahmat Ilahi pun nampak pada dua ekor burung, seekor jantan, seekor betina; yang betina sedang mengerami telurnya dan yang jantan terbang mencari makanan dan membawanya pulang, terbang lagi dan pulang lagi, sedang mulutnya menyongsong sebutir makanan kecil. Keduanya bernyanyi, bercericik, bersiul yang bunyinya dapat kita rasai, penuh dengan Rahmat.
Apatah lagi dapat kita lihat pada seorang ibu ketika melahirkan anak. Sembilan bulan badan payah. Datang rayuan anak akan lahir, diapun tidur. Selompat hidup, selompat mati. Si suami berjalan-jalan sekitar rumah dengan dada berdebar, dipengaruhi oleh rasa cemas dan harap cemas kalau-kalau isteri yang dicintai diserang bahaya hingga maut karena melahirkan, dan harap moga-moga si anak lahir dengan selamat, dan ibunya selamat pula.
Demikianlah beratnya penderitaan mengandung; bidan telah sedia menolong, dan setelah ditunggu dengan harap dan cemas, lahirlah anak itu, kedengaran tangisnya, si buyung atau si upik. Dengan kedengaran tangis itu, kelihatanlah wajah si ibu lega, hilang kepayahannya, kadang-kadang matanya tertidur sejenak, diliputi oleh Rahmat llahi.
Dia sudah lupa samasekali akan kepayahannya, diobati oleh tangis anaknya yang baru lahir itu. Dan si suami yang telah mondar-mandir seiak tadi di luar kamar bersalin, setelah diberitahu bahwa anaknya sudah lahir, anak dan ibu selamat, kadang-kadang menangislah dia karena sangat terharu. Rahmat Tuhan telah dimasukkan ke dalam jiwa mereka semuanya.
Kabarnya konon di satu kota di Amerika Serikat, ada sebuah kuburan kecil tidak berapa jauh dari Stasiun keret api, yaitu kuburan dari seekor anjing. Asal mulanya ialah karena sangat setianya anjing itu kepada tuannya, maka setiap tuannya bepergian dia turut mengantarkan ke stasiun, dan petang hari di waktu pulangnya, diapun pergi menjemputnya.
Demikianlah berlaku tiap hari. Dia diantar dan dijemput oleh anjingnya. Tetapi pada suatu hari, seketika dia menjemput lagi sebagai biasa, tuannya ditunggunya tiada turun dari keret api. Besoknya di jemputnya juga, namun tuannya tidak juga pulang. Dijemputnya terus tiap hari, dari hari ke hari, bulan ke bulan; namun tuan yang ditunggu tidak juga pulang. Siapakah yang akan memberitahukan kepadanya bahwa tuannya tidak akan pulang lagi; sebab dia telah meninggal di tempat lain karena suatu kecelakaan.
Maka pada suatu hari bertemulah orang bahwa anjing itu telah mati kedinginan di tempatnya biasa menunggu tuannya pulang itu. Semua orang, penduduk di sekitar stasiun kecil itu tahu kisah anjing setia itu. Maka dari rasa Rahmat Ilahi yang ada dalam hati penduduk disana, dikuburkanlah anjing itu dengan upacara yang layak; diberi tanda dan ditulis pada tanda itu: “Kuburan seekor anjing yang setia”.
Maka pertalian anjing itu dengan tuannya adalah pertalian Rahmat llahi, yang ada dalam jiwa si tuan dan dimasukkan pula ke dalam naluri si anjing. Binatang-binatang itupun kadang-kadang mempunyai naluri yang mendalam sekali tentang Rahmat yang ada di hati manusia.
Perhatikanlah naluri kucing yang terus saja duduk ke atas pelukan seorang tetamu yang baru sekali ziarah ke rumah orang yang memeliharanya. Atau mendekat dan meminta diberi makanan, meskipun sekali itu baru bertemu dan dia tidak mendekat kepada tetamu lain yang sama-sama duduk. Dia diberi naluri oleh Allah Yang Maha Pengasih bahwa di dalam hati tetamu itu ada Rahmat.
Satu kejadian yang pernah terjadi ialah seketika ayah dan guru saya Dr. Syaikh Abdulkarim Amrullah akan meninggal dunia. Ada seekor kucing dalam rumah beliau yang sangat dikasihinya. Biasanya beliau sendiri yang memberinya makan di piring yang khusus. Dan kalau beliau pulang dari mana-mana, beliau tanyakan kepada orang di rumah sudahkah si Manis diberi makan?
Ketika beliau telah mulai sakit payah, kucing itu duduk terus di dekat pembaringan beliau. Tetapi satu hal yang sangat ajaib kejadian. Sehari sebelum beliau meninggal kucing itu hilang dari dekat tempat tidur beliau. Setelah hari sore kucing itu tidak juga muncul, dan beliau sudah mulai payah, dan tidak menanyakan lagi tentang si Manis!
Seketika orang menimba air sumur, kelihatanlah si Manis telah menjadi bangkai di dalam sumur itu. Kematian si Manis tidak diberitahukan lagi kepada beliau, sebab beliau telah dalam sakaratil-maut. Pagi-pagi besoknya, sehari meninggal kucingnya, beliaupun meninggal.
Dengan melihat kasih-sayang suami isteri dan ayah terhadap anak, nenek terhadap cucu. Dengan melihat kasih-sayang di antara binatang, burung-burung dengan berbagai jenisnya, dapatlah kita mengetahui betapa besarnya Rahman dan Rahim Allah atas makhluk, dan akan sirnalah rasa benci, dengki dan dendam dari hati kita. Maka bersabdalah Rasulullah SAW:
“Orang-orang yang ada rasa Rahim akan dirahmati oleh Tuhan yang Rahman, yang memberikan berkat dan Maha Tinggi. sayangilah orang-orang yang di bumi, supaya kamu disayangi pula oleh yang di langit.” (Dirawikan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Termidzi, dan al-Hakim dari Hadis Abduilah bin Umar).
Sampai-sampai kepada masyarakat, pergaulan hidup yang adil dan makmur di atas dunia ini, disebutkan didalam ayat yang lain ialah masyarakat yang mengandung MARHAMAH, yaitu kasih mengasihi, cintai mencintai, bantu membantu, yang timbul dari rasa kemurahan dan kesayangan.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply