Kasih sayang Allah begitu besar untuk hambaNya. Terbukti ketika para mufasir menafsirkan surat Al-Buruj ayat 14 yang membuat hati setiap insan meleleh. Allah berfirman dengan mempersandingkan asma Nya: Al Ghafur dan Al-Wadud.
وَ هُوَ الْغَفُوْرُ الْوَدُوْدُ
Artinya: “Dan Dia maha pengampun lagi maha mencintai.” (Q.S. al-Buruj: 14)
Ayat ini adalah bantahan kepada orang-orang yang menganggap kalau seorang hamba yang bermaksiat kemudian bertaubat maka dia tidak akan dicintai oleh Allah. Tetapi barang siapa yang berdosa kemudian bertaubat kepada Allah maka taubatnya akan diterima oleh Allah lalu Allah akan kembali mencintainya. Itulah rahasia digandengkannya antara الْغَفُورُ ‘’Yang Maha Pengampun’’ dan الْوَدُودُ ‘’Yang Maha Mencintai’’. (Tafsir as-Sa’di: 1/918)
Menurut Ibnul Qayyim, betapa indahnya lafadz al wadud yang diiringi dengan ar-rahim dan al-ghafur. Seseorang bisa saja mengampuni orang yang telah melukainya tapi ia tidak lagi memiliki rasa cinta. Dalam kasus lain, seseorang bisa saja mengasihi orang tanpa cinta. Tetapi Allah ta’ala, Dia mengampuni hambaNya yang bertaubat, mengasihinya, dan mencintainya, semua itu Dia berikan secara bersamaan. (At-Tibyan: 146)
Apakah ada manusia yang seperti ini? Tetap menyayangi kita meski dengan kesalahan kita yang bertubi-tubi. Sungguh rahmat Allah tiada bandingannya.
Kasih sayang Allah selalu ada, bahkan pada hamba-Nya yang berdosa, selama mereka bertaubat. Apa saja bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya yang pendosa namun bertaubat tersebut. Berikut beberapa contoh di antara lautan kasih sayang-Nya.
Allah Menutupi Aib Mereka
Para ulama mengatakan bahwa bila suatu saat aib seorang hamba dibuka, biasanya itu adalah pertanda bahwa ia terlalu sering melakukan aib tersebut.
Karena ketika seorang hamba melakukan keburukan pertama kali, maka dosanya akan ditutupi oleh Allah terlebih dahulu, tidak ada yang langsung dibuka. Namun jika dia terus-menerus dan tidak berhenti melakukan kemaksiatan tersebut, maka suatu saat aibnya tersebut akan dibuka oleh Allah.
Selain itu, kita sebagai seorang muslim tidak diperkenankan untuk mengumbar aib diri sendiri, sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah:
“Setiap ummatku akan mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla kecuali al Mujaahiriin yaitu semisal ada seorang laki-laki yang mengerjakan sebuah perbuatan (buruk ) pada malam hari kemudian ia menjumpai waktu subuh dan Allah telah menutupi aibnya (berupa perbuatan buruk ). Lalu laki-laki tersebut mengatakan, “Wahai Fulan, aku telah mengerjakan sebuah perbuatan buruk/jelek ini dan itu”. “Maka itulah orang yang malamnya Allah telah menutup aibnya lalu ia membuka aibnya sendiri di waktu subuh.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)
Allah Memberikan Ujian untuk Mengampuni Dosa Mereka
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Artinya: “Tidak ada apapun yang menimpa seorang muslim baik berupa keletihan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan orang lain, kegelisahan/galau, bahkan duri yang menimpanya kecuali Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan itu semua.” (H.R. Bukhari no. 5641)
Musibah atau ujian bisa berupa apa saja, dan semestinya setiap muslim pendosa seperti kita untuk selalu berbaik sangka terhadap setiap ujian yang menimpa.
Mungkin saja ujian itu adalah pesan dari Allah agar kita kembali kepadaNya dan menjadi wasilah pengugur dosa-dosa kita. Itulah diantara rahmat dan kasih sayang Allah kepada hambaNya yang selalu bertaubat yang tentunya masih sangat banyak lagi bentuk rahmatNya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Kasih Sayang Allah Melebihi Seorang Ibu pada Anaknya
Diantara alasan mengapa tidak ada yang bisa menyamai kasih sayang Allah, karena pada hakikatnya hanya Dia yang amat sangat menyayangi kita melebihi kasih sayang makhluk di dunia ini, pun terlampau jauh di atas seorang ibu kepada anaknya.
Dari mana kasih sayang seorang ibu yang bagi kita sudah sangat luar biasa kalau bukan karena berasal dari kasih sayang pemberian Allah. Perhatikan hadits berikut:
Dari Umar bin Khattab berkata: “Tawanan perang didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang wanita dari tawanan perang yang sedang mencari anaknya. Tatkala ia berhasil menemukan anaknya di kalangan para tawanan, maka iapun mengambil anak kecil tersebut lalu ia peluk dan menyusuinya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami, “Apakah menurut kalian wanita ini akan melemparkan anaknya di api?”. Kemudian kami berkata, “Demi Allah, tentu tidak, ia tidak akan melemparnya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya” (H.R. Bukhari 5999 dan Muslim no 2754)
Mengomentari hadits di atas, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Dan pada hadits ((Allah lebih sayang kepada hamba-hambaNya daripada ibu kepada anaknya)) ada isyarat hendaknya seseorang menjadikan ketergantungannya dalam segala urusannya hanya kepada Allah. Andaikata siapapun yang memiliki rahmat tertentu yang dicari dan dituju, maka Allah tentu lebih rahmat daripadanya. Maka seorang yang berakal hendaknya mencari hajatnya kepada Dzat yang paling sayang kepadanya”. (Fathul Baari: 10/431)
Penyunting: Ahmed Zaranggi
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.