Jika kita coba menilik sejarah sejenak, sesungguhnya penafsiran ayat-ayat al-Quran telah berlangsung sejak masa Rasulullah. Hanya saja, penafsiran pada masa Rasulullah sangat terbatas, karena para sahabat memiliki pemahaman yang baik serta benar terhadap kalam-kalam Allah, sehingga pada masa tersebut penafsiran terhadap al-Quran tidak perlu terlalu rinci.
Apabila ada sesuatu yang mengganjal, kurang dipahami, atau sulit dimengerti, para sahabat bisa langsung bertanya kepada Rasulullah. Sementara kita? Kita adalah umat yang tidak ditakdirkan semasa dengan beliau. Bahkan jarak antara kita dengan kekasih Allah tersebut sampai lebih dari 14 Abad.
Setelah zaman Rasulullah, para sahabat, dan para tabi’in usai, penafsiran al-Quran menjadi perhatian yang serius oleh generasi setelahnya. Hal ini dapat kita lihat dari hasil pemikiran abad ke abad yang terdokumentasi di dalam kitab-kitab para ulama. Hingga kini, kita bahkan tidak hanya menemukan kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulama Arab, Persia, atau negara lainnya, namun juga bisa menemukan kitab tafsir yang ditulis oleh ulama dari Indonesia, salah satunya adalah Prof. Quraish Shihab.
Setiap ayat dalam al-Quran memiliki tafsirnya masing-masing yang bisa kita selami lewat memabaca kitab tafsir tulisan ulama-ulama terdahulu. Contohnya adalah tafsir Qs al-‘Alaq ayat 1-5. Sebagai surah pertama yang diturunkan, tentu bunyi dari surah ini sudah sangat familiar, bahkan kita sampai hafal di luar kepala.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, beliau berkata:
“Wahyu yang pertama kali diturunkan Allah kepada Rasulullah saat tidur melalui, mimpi yang benar. Saat itu, Rasulullah tidak bermimpi, melainkan datang sesuatu seperti Shubuh. Kemudian, beliau senang sekali mengasingkan diri, lalu mendatangi Gua Hira. Beliau beribadah di sana, dan beberapa malam beliau membawa perbekalan. Saat Rasulullah akan pulang menemui Khadijah untuk mengambil bekal, datang wahyu tiba-tiba. Pada saat itu beliau masih di Gua Hira. Beliau didatangi Malaikat Jibril yang berkata, ‘Bacalah!’ kemudian Rasulullah menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca’. Kemudian, Rasulullah bersabda, ‘Lalu Jibril memegangku, mendekapku sampai aku kesusahan. Kemudian Jibril melepaskanku dan berkata: ‘Bacalah!’ ‘Aku tidak bisa membaca,’ Jawabku.
Kemudian Jibril mendekapku untuk yang ke dua kalinya sampai aku benar-benar kesulitan, dia melepaskanku lagi, lalu berkata ‘Bacalah!’ lagi. Aku tetap mengatakan hal yang sama, Aku tidak bisa membaca. Yang ke tiga kalinya, Ia mendekapku lagi sampai aku sangat merasa kepayahan, dilepaskannya lagi dan membaca اقْ رَ أْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ( ‘Bacalah dengan Nama Rabb-mu yang menciptakan,) sampai pada ayat maa lam ya’lam (Apa yang tidak diketahuinya). Dia berkata: “Maka kemudian Rasulullah pulang dengan keadaan sekujur tubuhnya menggigil hingga saat menemui Khadijah berkata: Selimuti aku.” Merekapun menyelimuti beiau sampai rasa takut itu hilang. Selanjutnya, beliau bertanya ‘Apa yang terjadi padaku? Lalu menceritakan yang dialaminya ketika di Gua Hira, kemudian berkata “Aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku.dan seterusnya, hingga Rasulullah diajak bertemu dengan paman Khadijah yang merupakan seorang Nasrani pada masa itu. Dia merupakan seseorang yang sudah senja usianya, lagi buta.
Rasulullah menceritakan pengalamannya, lalu pamannya, Waraqah berkata, “Ini adalah Namus/Malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Musa. Andai saat aku masih muda, andai saja saat kau diusir oleh kaummu aku masih hidup.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah mereka akan mengusirku?” waraqah berkata, “Ya, tidak akan ada seorangpun yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan kau akan disakiti. Dan jika aku masih hidup pada masa itu, aku pasti akan mendukungmu dengan pertolongan yang besar.” Tidak lama kemudian, Waraqah dipanggil Ilahi dan wahyu terhenti sejenak, sehingga membuat Rasulullah sangat bersedih hati.
Kisah panjang ini merupakan hadis yang bisa kita temui di kitab al-Shahihain dari hadis al-Zuhri.
Surat yang pertama kali turun ini merupakan ayat-ayat mulia yang sangat penuh berkah. Ayat-ayat tersebut adalah rahmat dari Allah yang menyayangi hamba Nya sekaligus nikmat pertama yang diberikan kepada kita. Dalam ayat-ayat tersebut juga kita temukan peringatan akan permulaan penciptaan kita, manusia yang hanya dari segumpal darah.
Dan di antara kebaikan Allah, Ia mengajarkan kepada kita, apa yang tidak kita ketahui. Dengan itu, Allah memulikannya dengan ilmu, yang menjadikan umat ini mempunyai kelebihan atas malaikat. Kadang, ilmu berada dalam akal dan kadang dalam lisan, kadang pula dalam tulisan. Secara akal, lisan, dan tulisan diharuskan ada ilmunya, sehingga Allah berfirman, “Bacalah, dan Rabb-mulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.”
Allah mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui. Dalam sebuat atsar dikatakan قَ يْدُ الْعِلْمَ بِالكِتَابَةِ Ikatlah ilmu dengan tulisan. Dalam atsar yang lain, juga disebutkan “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah akan mewariskan kepadanya apa yang tidak diketahui sebelumnya.”
Dalam ayat ini, Allah memerintah kita dengan kata Iqra’ yakni bacalah, yang dengan kegiatan tersebut wawasan kita akan terbuka dan ilmu kita bertambah. Menuliskannya menjadi demikian urgent, sebagai wujud pengamalan perintah iqra’. Allah sedang meyakinkan kita akan pentingnya ilmu, menulis, peng-amalan, dan usaha memperolehnya.
Editor: Rubyanto
Leave a Reply