Manusia adalah mahluk Allah yang paling sempurna. Entah dari segi penciptaannya atau kelebihan yang diberikan kepada kita yakni berupa akal. Manusia mempunyai segalanya yakni, diberikan akal serta hawa nafsu yang dibandingkan dengan mahluk lainnya, mereka tidak memiliki. Manusia diberikan akal oleh Allah agar senantiasa manusia bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang membawa kebaikan dan mana yang membawa dampak keburukan sehingga dapat mempermudah segala urusan manusia.
Kemudian Allah menciptakan manusia yang dilengkapi hawa nafsu yakni agar manusia senantiasa bisa menikmati kehidupan. Manusia tidak bisa makan jika tidak hawa nafsu, manusia tidak bisa bekerja jika tidak mempunyai hawa nafsu untuk bekerja. Untuk itu hawa nafsu penting bagi manusia. Hawa nafsu bisa mengambil semua kendali dalam diri kita, entah itu akal, fikiran, dan lain sebagainya.
Maka dari itu dibutuhkan keduanya (akal dan hawa nafsu) agar kehidupan manusia berjalan selaras dengan kehidupan yang baik dan bermanfaat. Lalu, dalam penciptaan manusia itu sendiri Allah menciptakan manusia dengan sifat-sifat yang terkandung dalam Al-Qur’an. Apa saja sifat-sifat manusia yang sesungguhnya itu?
Sifat Manusia dalam Al-Quran
Sifat manusia antara lain seperti yang terkandung dalam surah Al-Maa’rij ayat 19-20, yang artinya:
“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah.”
Banyak diantara kita yang suka mengeluh dengan keadaan. Dimulai dari aktivitas duniawi, mencari rezeki di panas hari, mengeluh haus dan lapar disaat puasa di siang hari, atau aktivitas-aktivitas lainnya entah sekecil apapun itu. Memang suka mengeluh dan berkeluh kesah itu adalah sifat seseungguhnya manusia, namun dari hal itu tidak sepantasnya kita banyak berkeluh kesah. Padahal nikmat yang Allah berikan juga tidak sedikit sampai-sampai kita berkeluh kesah setiap harinya. Berkaitan dengan nikmat Allah yang diberikan kepada kita, disinggung dalam surah An-Nahl ayat 18, yang artinya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang” (An-Nahl ayat 18).
Kemudian surah Ibrahim ayat 34:
“Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu meohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakanya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah” (QS. Ibrahim: 34).
Dari kedua ayat tersebut, bukankah sudah jelas bahwa nikmat yang diberikan kepada kita tidak terhingga. Suka mengeluh dengan keadaan adalah tanda bahwa kita tidak mensyukuri nikmat. Bukankah kita mengetahui bahwa Allah menjanjikan memberikan nikmat yang lebih banyak jika kita bersyukur? Dengan demikian, bukankah lebih baik mengganti sifat mengeluh kita dengan sifat mudah bersyukur? Tentu saja.
Kikir Sebagai Sifat Manusia
Seperti yang terkandung dalam surah Al-Maa’rij ayat 21:
“Dan apabila mendapatkan kebaikan (harta) dia jadi kikir.”
Banyak dari kalangan kita yang ingin kaya, lelah dengan keterbatasan ekonomi yang ada. Kemudian sebagian dari mereka berdoa agar diangkat derajatnya di dunia. Kemudian setelah diangkat lebih tinggi derajatnya daripada yang sebelumnya, manusia menjadi lalai. Mungkin yang awalnya ingin menjadi orang yang kaya agar bisa bersedekah, menolong orang yang ekonominya kurang. Namun, ketika derajatnya ditinggikan oleh Allah, dia malah bersikap kikir terhadap yang lainnya. Sama seperti kisah Qarun yang awalnya miskin kemudian diangkat menjadi orang kaya oleh Allah.
Diturunkan ayat ini, lantas tidak membuat manusia pasrah dengan sifat yang Allah berikan kepada kita. Jika bisa merubahnya kenapa tidak? Toh manusia juga mempunyai kendali atas dirinya sendiri. Sehubungan dengan kikir, ada balasan tersendiri bagi orang yang kikir. Seperti yang terkandung dalam surah Ali Imran ayat 180:
“Harta yag mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Milik Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Allah Maha Teliti terhadap apa yang akan kamu kerjakan.” (ali Imran: 180).
Tidak sepantasnya juga kita kikir pada harta yang hakikatnya bukan milik kita, harta yang diberikan untuk kita hanya sebagai titipan. Entah mau dikemanakan harta yang sebanyak itu kita belanjakan, apakah di lading amal atau jariyah dosa. Kemudian disebutkan dalam sebuah hadis:
“Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali ibnu Rabah, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Abdul Aziz ibnu Marwan ibnu Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu hurairah r.a berkata bahwa rasulullah telah bersabda; sifat terburuk yang ada pada diri seorang lelaki ialah kikir yang keterlaluan dan sifat pengecut yang parah”
Demikian sifat manusia yang sesungguhnya yang terkandung dalam Al-Qur’an. Semoga kita tidak tergolong dalam golongan keduanya.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply