“Sekali-kali mereka tidak akan meminta mati.” (pangkal ayat 95).
Mendengar sebutan mati saja mereka sudah takut. Mengapa demikian?
“Tersebab apa yang telah diduhului oleh tangan mereka.”
Artinya, dosa sudah terlalu banyak diperbuat di dunia ini dan hati sangat lekat kepada dunia. Sebab itu timbullah takut mereka kepada mati.
“Dan Allah Maha Mengetahui akan orang.” (ujung ayat 95)
Allah Maha Mengetahui akan gerak-gerik orang-orang yang berlaku aniaya dengan melanggar segala perintah yang ditentukan Tuhan.
Inipun dapatlah menjadi i’tibar bagi kita bagaimana suasana dan perbedaan semangat Bani Israil dengan kaum Muslimin di masa itu. Muhajirinnya dan Ansharnya. Muhajirin dan Anshar yakin akan kebenaran agama mereka. Mereka yakin bahwa syariat yang mereka anut ini adalah benar. Dan mereka berani mempertahankannya dengan jiwa-raga mereka.
Semuanya bersedia mati untuk itu. Mereka berani! Sebab mati bagi mereka adalah syahid. Yaitu kesaksian atas adanya kebenaran Tuhan. Bukan karena mereka merasa bahwa kalau telah mengakui lslam dengan sendirinya mereka mendapat tempat di akhirat kelak. Malahan di akhir Surat Ali Imran kelak akan berjumpa permohonan orang Mu’min agar mereka diberi tempat istimewa di sisi Allah di akhirat.
Tetapi Tuhan dengar terang-terang menyampaikan jawaban bahwa tempat istimewa sisi Allah tidaklah akan diberikan kalau mereka belum berani menderita disakiti pada jalanKu, diusir dari rumah-tangga dan kampung-halaman karena menegakkan cita agama. Berani berperang, membunuh dan terbunuh. [Lihat Surat ali Imran dari ayat 190 sampai ayat 195]
Kesediaan mati karern iman adalah ujian yang penting bagi seorang yang mengaku dirinya mu’min. Sebagai kata ahli:
“Mati adaIah bukti cinta yang sejati.”
*
“Dan sesungguhnya akan engkau dapati mereka itulah yang seloba-loba manusia terhadap hidup.” (pangkal ayat 96).
Meskipun mereka mengaku beriman kepada Kitab Wahyu yang diturunkan Tuhan.
“Dan lebih dari orang-orang yang musyrikin.”
Orang-orang yang musyrikin menyembah berhala lebih berani mempertahankan berhala mereka, walaupun pendirian itu tidak benar. Sebab mereka yakin pula bahwa dengan runtuhnya berhala itu artinya ialah keruntuhan bagi kemegahan mereka dan nenek-moyang mereka.
Tetapi Bani Israil yang mereka pertahankan apa? Yang mereka tuju apa? Yang mereka tuju ialah kemegahan hidup, mengumpul harta-benda sebanyak-banyaknya, walaupun dengan menternakkan uang (riba). Menguasai ekonomi setempat dan memeras keringat orang yang lemah. Oleh sebab itu maka:
“lngin setiap orang dari mereka jikalau diberi umur seribu tahun.”
Oleh karena terikatnya hati kepada dunia, tidak lagi ingat kepada mati. Meskipun lidah tidak mengatakan ingin hidup seribu tahun, tetapi kesan dari sikap dan perbuatan menunjukkan demikian. Karena mengejar kegagahan dunia, persediaan untuk akhirat tidak mereka acuhkan. Maka untuk menghindarkan penyakit seperti yang menimpa jiwa Bani Israil itu, Nabi s.a.w. bersabda:
Beramallah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup untuk selamanya.
Dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan meningal besok.
Tetapi ada juga orang berpendapat bahwa kerakusan orang Yahudi, mencari kekayaan sebanyak-banyaknya sehingga mengesankan ingin hidup seribu tahun, adalah karena di dalam Kitab Taurat sendiri tidak dibentangkan hal akhirat. Pada hemat kita, meskipun dalam Kitab Taurat yang sekarang itu memang tidak disinggung banyak dari hal hidup sesudah mati, namun dalam hati sanubari manusia yang beriman, mesti juga ada kesan tentang akhirat. Pelajaran Budha pun tidak banyak menyinggung soal akhirat, tetapi kaum pemeluk Budha tidak serakus orang Yahudi akan harta. Keduanya itu kita hitung ialah pada umumnya:
“Padahal tidaklah akan menunda-nundanya dari azab panjang umur itu.”
Penundaan mati, perpanjangan umur tidaklah akan dapat menunda dari azab. Betapapun panjangnya umur, namun akhirnya mesti mati. Janganlah disebut sebagai kata yang tinggi, yaitu seribu tahun, sedangkan sehingga usia seratus tahun sajapun jasmani telah mulai lemah dan rohani telah mulai tidak berdaya, dan akhirnya mati juga. Bertambah panjang umur, kalau tidak ada amal, artinya hanya menambah banyak jumlah dosa yang akan diperkirakan di hadapan Tuhan saja. Tepatlah apa yang diungkapkan oleh penyair lndonesia yang terkenal almarhum Khairil Anwar bahwa:
“Hidup hanyalah menunda kekalahan.”
Namun kekalahan pasti datang.
“Dan Allah adalah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (ujung ayat 96).
Ke manapun akan menyembunyikan diri, teropong penglihatan Tuhan tidak lepas dari diri mereka. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadhirat Allah dengan seksama. Kebohongan, iman yang pura-pura, kerakusan kepada dunia, membanggakan diri tetapi takut mati, semuanya itu adalah keruntuhan jiwa yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply