Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 83: Berbuat Baik

Mansukh
Sumber: unsplash.com

“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan kepada Allah.” (pangkal ayat 83).

Inilah pokok pertama janji, dipusatkan kepada Tauhid, yang sampai sekarang rnasih terpancang dengan teguhnya dalam yang dinamai Hukum Sepuluh di dalam Taurat.

“Dan terhadap kedua ibu-bapa hendaklah berbuat baik.”

Inilah janji yang kedua; yakni sesudah menyembah Allah hendaklah berkhidmat, berbuat baik kepada kedua ibu-bapa. Karena dengan rahmat dan kurnia Allah, kedua ibu-bapa telah menumpahkan kasih kepada anak, mendidik dan mengasuh. Terutama di waktu belum dewasa, tidaklah sanggup si anak menempuh hidup dalam dunia ini kalau tidaklah kasih-sayang dianugerahkan Allah kepada ayah dan bunda.

“Dan juga kepada keluarga yang hampir.”

Yaitu saudara, parnan, saudara ayah dan saudara ibu, nenek lakilaki dan nenek perempuan, pendeknya semua yang bertali darah. Dibawah perlindungan Allah, seoranganak telah hidup dalam asuhan ibu-bapa, di dalam rumahtangga yang berbahagia. Dan rumahtangga itu tali-bertali dengan keluarga yang lain, sehingga timbullah kekeluargaan besar, yang berupa suku, kabilah dan kaum.

Maka tidaklah bisa seorang hidup sendiridan hidup hanya dengan ibu-bapa atau dengan anak dan isteri saja. Semua ada pertaliannya. Itulah yang membentuk masyarakat besar, berupa negeri dan negara. Maka memelihara hubungan yang baik dengan keluarga itupun menjadi salah satu janii penting Bani Israil dengan Tuhan.

“Dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin.”

Anak yatim, yakni anak yang telah kematian ayah di waktu ia masih kecil, hendaklah pula dikasihi, diperlakukan dengan baik, diasuh dan dididik. Karena dengan kematian ayahnya, tidaklah sanggup ibunya saja mengasuhnya sendiri, apatah lagibila ibu itu telah bersuami yang lain pula. Seorang yang beragama hendaklah turut memikirkan anak yatim, turut memelihara dan mendidiknya. Kalau dia menerima waris kekayaan besar dari ayahnya, maka tolonglah pelihara sehingga kekayaan pusakanya itu dapat dipergunakannya dengan baik setelah dia dewasa. Apatah lagi kalau dia miskin; sudilah berkurban buat dia, orang miskinpun janganlah sampai dibiarkan melarat. Hendaklah yang kaya memikirkan nasibnya, menolongnya. Tolonglah usahakan dan carikan jalan supaya dia dapat berusaha pula melepaskan dirinya dari kemiskinan.

“Dan hendaklah mengucapkan perkataan yang baik kepada sesama manusia.”

Maka selain daripada sikap baik kepada ibu-bapa, kaum keluarga, anak yatim dan fakir-miskin, bercakaplah yang baik kepada sesama manusia. Bercakap yang baik bukanlah berarti bermulut manis saja. Itulah sebagian dari yang baik. Tetapi yang baik adalah lebih sangat luas dari itu. Hendaklah menanam jasa kepada sesama manusia, memberi nasihat dan pengajaran; amar ma’ruf, nahi munkar. Menyuruh berbuat baik, melarang berbuat munkar, menegur mana yang salah.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 64: Negara-Negara Arab

Kalau sudah nampak perbuatan yang salah, jangan didiamkan saja, tetapi tegurlah dengan pantas. Yang berpengalaman hendaklah mengajar yang bodoh. Yang kurang ilmu hendaklah menuntut kepada yang pandai. Sehingga bersama-sama mencapai masyarakat yang lebih baik.

“Dan dirikanlah sembahyang.”

Untuk merapatkan hubungan dengan Tuhan Allah yang disembah itu, sebab sembahyang adalah ibadat. Sembahyang adalah satu usaha rnematuhkan diri mendekati Tuhan, dan dengan sebab sembahyang rnaka segala janii-janji yang tersebut tadi dapatlah dipegang teguh:

“Dan keluarkanlah zakat.”

Jangan bakhil. Sebab zakat artinya ialah pembersihan.

Membersihkan hati sanubari daripada penyakit bakhil, membersihkan jiwa daripada diperbudak harta, dan membersihkan hubungan diantara yang kaya dengan yang miskin, sehingga timbul kasih-sayang yang mampu atas yang miskin dan timbul pula kasih-sayang dan cinta yang miskin kepada yang mampu. Hapus rasa benci dari si kaya dan hilang rasa dendam dari si miskin.

Semua itulah janji yang telah diikat di antara Allah dengan Bani Israil, tercatat di dalam Kitab Taurat, diperingatkan berulang-ulang oleh Nabi Musa dan Harun sebelum mereka meninggal dan diteruskan memperingatkannya oleh Nabi Yusya’ seketika dia telah dilantik Tuhan meneruskan pimpinan Bani Israil setelah kedua Nabi yang berjasa itu meninggal. Tetapi

“kemudian berpaling kamu. “

Satu demi satu janji itu kamu mungkiri. Perintah Allah dilanggar. Dia dipersekutukan dengan yang lain, kadang-kadang dengan harta dan kekayaan, pangkat dan kedudukan. Anak-anak telah banyak yang mendurhakai orang tua, kaum keluarga dekat sudah tidak diperdulikan, sehingga silaturrahmi menjadi putus. Anak yatim dibiarkan terlantar, fakir-miskin dibiarkan kelaparan, nasihat-menasihati di antara sesama manusia tidak diperdulikan lagi, sehingga maksiat memuncak, sembahyang dilalaikan, zakat tidak keluar.

“Kecuali sedikit di antara kamu.”

Artinya sebagai juga terdapat dalam setiap agama, di antara yang durhaka masih ada yang insaf, tetapi sedikit. Katanya tak didengar orang lagi, malahan kadang-kadang dicemuhkan karena tidak pandai rnenyesuaikan diri;

“padahal kamu tidak memperdulikan.” (ujung ayat 83).

Sehingga kebesaran agama itu telah hilang, hanya tinggal namanya. Inilah yang diperingatkan Tuhan kepada Nabi kita Muhammad s.a.w., yaitu pada dasarnya agama yang dibawa Nabi Musa kepada Bani Israil itu adalah agama yang murni dan baik. Tuhan tidak menyia-nyiakan mereka, segala yang patut dikerjakan sudah dibuat meniadi janji. Maka jika sekarang, yaitu di zaman ayat turun, Bani Israil itu banyak yang ingkar, bukanlah karena agama mereka yang tidak lengkap, tetapi merekalah yang telah meninggalkan segala janji itu.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 13: Pandangan Terhadap Orang Beriman

Niscaya ayat inipun menjadi kesan pulalah bagi kita ummat Muhammad. Sebab janji Tuhan dengan Bani Israil itu, janji itu juga yang diulang kembali dengan kita. Intisari Agama Islam pun adalah itu; menyembah Allah Yang Tunggal, menghormati ibu-bapa, membela keluarga, membela anak-yatim dan fakir-miskin, bersikap baik kepada sesama manusia, sembahyang dan berzakat.

Dapatlah kiranya kita membanding-banding dengan hidup kita sendiri; sudahkah agaknya peringatan Tuhan tentang Bani Israil ini patut dijadikan peringatan bagi kita? Apakah bukan kita telah berpaling? Dan hanya tinggal sedikit yang setia memegang janji?

Marilah kita camkan. Supaya jangan seenaknya saja membawanya untuk Bani Israil, padahal ayatnya tinggal menjadi pusaka pedoman hidup kita.

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura