Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 7 (2): Tolak Ukur Kekafiran

Darah
sumber: unsplash.com

Namun, sebagai juga kedua ayat ini diperingatkan kepada Nabi Muhammad saw. bukan buat beliau putus asa, melainkan supaya bekerja lebih giat. Maka bagi penyambung waris Muhammad, ayat ini pun bukan menyebabkan putus asa, tetapi buat pendorong semangat. Dan jangan pula salah manafsirkan, lalu berkata bahwa kalau sudah dicap Allah hati mereka, buat apa lagi dakwah? Padahal datangnya cap ialah sesudah sikap mereka yang tidak mau percaya. Bukan cap terlebih dahulu, melainkan pertentangan merekalah yang terlebih dahulu terjadi.

Sesudah kita ketahui tentang keadaan si kafir yang dimaksud mula-mula oleh ayat tadi, patut juga kita ketahui siapa yang dikatakan kafir menurut hukum agama. Yang dikatakan kafir ialah orang-orang yang tidak mau percaya kepada adanya Allah. Atau percaya juga dia bahwa Allah ada, tetapi tidak dipercayainya akan keesaan-Nya, dipersekutukannya yang lain itu dengan Allah. Atau tidak percaya akan kedatangan rasul-rasul dan nabi-nabi Allah dan tidak percaya akan kehidupan hari akhirat. Tidak percaya akan adanya surga dan neraka.

Pendeknya tidak menerima, tidak mau percaya kepada keterangan-keterangan jelas yang termaktub dalam kitab Allah; semuanya itu ditolaknya, setelah datang kepadanya keterangan yang jelas. Kita misalkan ada seorang beragama Islam, tetapi dia tidak mengerjakan puasa atau sembahyang. Belumlah tentu dia sudah pasti menjadi kafir karena meninggalkan itu. Tetapi kalau sudah dia menyatakan bahwa sembahyang dan puasa itu tidak dikerjakannya, karena dia tidak mau percaya akan perintah itu, meskipun sudah pasti dia patut tahu, sebagai seorang Islam, maka pada waktu itulah dia boleh disebut kafir.

Lantaran itu maka dibagi-bagi orang-orang yang kafir itu kepada beberapa tingkat pula; mengeluh terus karena kesusahan, padahal nikmat Allah tetap juga diterima, tetapi dia lupakan nikmat karena adanya kesusahan. Orang ini telah mendekati pintu kufur. Tahu akan kebenaran tetapi tidak mau mengakuinya; ialah corak kafir yang terbanyak di zaman Nabi saw.

Baca Juga  Tafsir At-Tanwir: Makna Rahman dan Rahim pada Al-Fatihah (1)

Adapun kafir di zaman kita ini, yang hampir sama dengan itu ialah orang-orang yang menyatakan bahwa Islam itu hanya agama untuk orang Arab, bukan untuk bangsa lain. Atau berkata bahwa agama itu hanya untuk ibadat kepada Allah saja, sedang peraturan-peraturan Islam yang mengenai masyarakat, tidaklah sesuai lagi dengan zaman, wajib dirobek sama sekali. Tetapi kalau mereka masih tetap mengakui kebaikan peraturan-peraturan itu, dan kita pun jangan berhenti berusaha buat menjalankannya, belum dapat dipastikan kekufurannya.

Misalnya juga tentang larangan riba dalam al-Quran; al-Quran sudah melarang riba dengan nyata-nyata, padahal di zaman sekarang seluruh dunia menjalankan ekonomi dengan memakai bank, yang tidak dapat dipisahkan dengan riba. Maka kalau ada orang yang berkata, bahwa peraturan al-Quran tentang riba itu sudah kolot, kita tidak percaya bahwa dia akan dapat menyusun ekonomi kita. Orang ini sudah terancam oleh kekafiran. Tetapi kalau dia berkata, “Pengaruh Yahudi terlalu besar kepada ekonomi dunia ini, sehingga kita ummat Islam terpaksa memakai sistem ekonomi dengan riba itu, dan belum dapat berbuat lain.”, belum dapat orang itu dituduh kafir.

Ada lagi semacam kafir, yaitu tidak mau tahu apa kebenaran itu dan tidak perduli, tidak cinta. Tiap-tiap diseru kepada kebenaran, tiap itu pula dia menjauh. Terdengar seruan ditutupnya telinganya, nampak kebenaran dipicingkannya matanya. Sebab matanya sudah tidak dibiasakannya menentang cahaya kebenaran itu, maka silaulah dia bila bertemu dengan dia.

Ada lagi karena tidak ada perhatian sama sekali ke jurusan itu. Yang diketahuinya hanyalah asal perut berisi, asal selera lepas, asal dapat hidup. Kekafiran seperti ini terdapat pada ummat yang buta agama, yangjarang sekali mendapat penerangan atau dakwah. Kekafiran karena bodoh ini masih dapat diikhtiarkan memperbaiki dengan banyaknya dakwah agama. Negeri-negeri yang seperti ini adalah tanah yang subur buat menghabiskan Islam dari tempat itu, dan menggantinya dengan agama lain yang kuat memberi makan dan membagibagi beras!

Baca Juga  Mencetak Generasi Tangguh: Telaah Surah An-Nisa Ayat 9

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura