Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 7 (1): Azab Bagi Orang Kafir

Darah
sumber: unsplash.com

Telah dicap (dimeterai) oleh Allah atas hati mereka dan atas pendengaran mereka, dan atas penglihatan mereka ada penutup.

ayat 7

Lantaran sikap mereka yang demikian, kesombongan, juhud (menentang), inad (keras kepala), maka hati dan pendengaran mereka telah dicap (dimaterai) oleh Tuhan. Atau telah disegel. Artinya kekafiran itu telah menjadi sikap hidup mereka. Tidak bisa dirubah lagi. Lantaran bekas cap itu maka sudah ada tanda di dalamnya yang tidak dapat dihilangkan lagi. Ibarat kertas yang sudah dicetak padanya huruf, maka buat dimasukkan lagi cap yang lain di dalamnya, tidaklah berfaedah lagi.

Yang dapat diberi cap atau cetakan hanyalah kertas yang masih kosong. Atau pengertian segel atau materai, tidak dapat dibuka lagi oleh siapa juga, laksana sebuah rumah yang telah disegel oleh jaksa karena kalah dalam perkara, tidak bisa dibuka lagi. Dan pada penglihatan mereka sudah ada penutup. Sebab itu apa jua pun yang diperlihatkan kepada mereka, tidaklah akan nampak oleh mereka lagi.

Pernah juga dikatakan orang bahwa mata itu telah memakai kacamata yang mempunyai warna khusus, misalnya warna hitam. Maka walaupun barang putih dibawa kepadanya, namun dia akan melihatnya hitam juga. “Dan bagi mereka adalah azab yang besar.” (ujung ayat 7). Azab kekufuran itu amat besar. Pertama azab dalam kehidupan dunia dan kedua azab di akhirat kelak.

Penentang-penentang kebenaran itu, karena kufur, yaitu menimbun perasaan hati yang murni, akan selalu resah gelisah, tidak pernah bersenang diam, karena sakit hati. Mereka sakit hati karena kedaulatan mereka diganggu oleh faham yang baru itu. Timbullah benci, dengki, murka, permusuhan dalam hati mereka. Sebab itu tidur tidak merasa nyenyak, siangnya dipenuhi oleh cemburu; mereka selalu didorong-dorong oleh hawa nafsu mereka sendiri supaya bertindak jahat. Kalau perlu membunuh pun mereka mau.

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah 17-19: Telinga Mereka Ditutup

Hati mereka bertambah sakit karena apa yang mereka halangi itu bertambah maju juga, dan apa yang mereka pertahankan bertambah terdesak. Itulah sebabnya maka di zaman Makkah pemuka musyrikin, yang dipimpin oleh Abu Jahal pernah membuat permufakatan hendak membunuh Nabi saw., dan di Madinah orang Yahudi Bani Nadhir nyaris menimpakan batu besar kepada Rasulullah yang sedang duduk bersandar pada satu dinding dari rumah-rumah mereka.

Dengan demikian dapatlah kita merasai bahwa mereka itu disiksa dan diazab oleh kekufuran mereka sendiri. Dan akhirnya sampailah ke puncak, seketika pemuka-pemuka Quraisy 70 orang banyaknya tewas dalam peperangan Badar dan selebihnya pulang dengan kekalahan. Bahkan paman Nabi saw. yang jadi pemuka dari kekufuran itu, yaitu Abu Lahab setelah menerima berita kekalahan di Badar itu, terus mati jengkang di saat itu juga karena sangat terkejut.

Inilah macam-macam azab dunia. Pemuka-pemuka Yahudi di Madinah pun bernasib demikian pula. Ka’ab bin al-Asyrah dibunuh sahabat-sahabat Rasulullah saw. Bani Quraizhah disapu bersih dan Bani Nadhir diusir habis dari Madinah. Abruiz Raja Persia, setelah utusan Rasulullah saw. kembali ke Madinah dan melaporkan kepada beliau bahwa surat beliau dirobek, serta merta beliau berkata: “Kerajaannya akan robek!”. Dia mati dibunuh oleh puteranya sendiri dan sejak itu kerajaan Bani Sasan hancur dari dalam karena perebutan mahkota, sehingga seketika Islam masuk ke sana, mereka tidak dapat bertahan lagi. yaitu tentara di bawah pimpinan Panglima Sa’ad bin Abu Waqash di zaman amirul muk minin Umar bin Khattab.

Raja Heraclius pun sekeping demi seke’ping kerajaannya di Suriah direbut oleh Islam, sehingga akhirnya terpaksa negeri itu dia tinggalkan, sambil menitikkan airmata dia berkata: “Selamat tinggal Suriah, selamat tinggal yang tidak akan bertemu lagi'”. Inilah azab dunia yang besar bagi pemuka-pemuka kafir yang menentang itu. Tentu akan mereka terima juga azab di akhirat yang labih besar.

Baca Juga  Hak Asasi Hewan dan Kisah Burung Hud Hud dalam Al-Quran

Sekarang kita ummat pengikut dan penjunjung tinggi cita Muhammad, dapatlah mengambil pelajaran dari kedua ayat ini. Apabila cita Muhammad yang sejati ditegakkan, kita pun akan berjumpa pertentangan dengan kekufuran yang demikian. Hati mereka menerima kebenaran itu, tetapi mereka timbuni, mereka sembunyikan, laksana peladang menugalkan biji jagung ke tanah tadi, sesudah mereka masukkan ke dalam lobang itu, mereka timbuni dari atas.

Tetapi jagung akan tumbuh juga kecuali kalau telah mendapat cap sebagai yang disebutkan Tuhan dalam wahyu itu. Umpama jagung yang sudah direbus. Atau dengan tidak kita sadari, kita mengakui diri orang Islam. Al-Quran kita baca dan kita lagukan dengan tajwid yang baik, tetapi isinya tidak kita fahamkan dengan seksama. Lalu datang orang menyerukan kebenaran, supaya kita benar-benar kembali kepada ajaran Rasul.

Hati kecil mengakui kebenaran itu, tetapi ditolak dengan keras karena diri tersinggung, karena dengki, karena merasa “dilintasi”; apakah kita akan beroleh bahaya besar pula? Yaitu dicap hati kita oleh Tuhan dan diselubungi mata kita, sehingga kebenaran tidak nampak lagi? Agama Islam telah kita terima dalam keseluruhannya dan telah kita namai dia agama kita. Ada di antara orang Islam yang marah dan merasa dihina kalau dikatakan dia kafir. Tetapi amal Islam tidak dikerjakannya, dan jika diajak kepada ajaran Islam dia marah.

Apakah ini akan dapat murka Tuhan pula dengan dicap hati dan pendengarannya? Dan penglihatannya ditutup dan diselubungi? Islam hanya bisa hidup karena selalu adanya dakwah. Islam hanya bisa hidup kalau ahli-ahli fikirnya selalu menggali rahasianya buat dijalankan. Dia tidak boleh dibiarkan membeku (jumud). Kalau telah jumud dia berarti mati. Maka orang yang menghidupkannya kembali akan bertemulah dengan rintangan besar, yaitu kekufuran dari orang yang mengakui dirinya Islam sendiri.

Baca Juga  Tafsir Surat al-Fatihah Ayat 5

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura

Tanwir.id
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.