Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 55 – 56: Dihidupkan Setelah Mati

Mansukh
Sumber: unsplash.com

Tafsir Ayat 55

“Dan (ingatlah) tatkala kamu berkata kepada Musa: Wahai Musa! Tidaklah kami mau percaya kepada engkau, sehingga kami lihat Allah itu dengan terang.” (pangkal ayat 55).

Ingatlah hai Bani Israil, bahwa setelah nenek-moyang kamu itu membuat berhala anak lembu sampai disuruh taubat dengan membunuh diri, janganlah kamu sangka bahwa mereka telah berhenti hingga itu saja. Patutlah hal itu menjadi peringatan bagi yang lain. Tetapi tidak! Kesalahan yang lain berulang lagi; ada pula yang berani berkata kepada Nabi Musa, tidak beberapa lama sesudah itu, bahwa mereka belum hendak percaya kepada apa yang diperintahkan oleh Musa, sebelum Musa memperlihatkan Allah itu terang-terang kepada mereka.

Apakah lantaran mereka tidak juga percaya bahwa Allah Ta’ala itu ada? Mereka telah percaya, tetapi kepada Musalah mereka tidak mau percaya kalau Musa tidak mau mempertemukan mereka pula dengan Allah, sebagaimana Musa sendiri telah bertemu. Mengapa Musa dan Harun saja yang boleh bertemu dengan Allah dan bercakap dengan Allah terang-terangan? Bukankah nikmat Allah itu harus rata? Semua kita ini keturunan Israil, dari lshak dan dari Ibrahim; mengapa maka Musa dan Harun saja harus lebih? Kamipun berhak, sebagai keturunan lbrahim, Ishak dan Ya’kub untuk melihat Allah terang-terangan.

Perkataan ini mereka nyatakan lagi setelah Nabi Harun meninggal dan hanya tinggal Nabi Musa menghadapi mereka. Akhirnya tentu kamu masih ingat, hai Bani Israil, bahwa moyang-moyangmu yang berani berkata demikian mendapat hukum setimpal dari Allah:

“Maka ditimpalah kamu oleh gempa, dan kamupun melihat sendiri.” (ujung ayat 55).

Di dalam Kitab mereka (Kitab Bilangan, Fasal 15) disebutkan, bahwa setelah mereka mengucapkan kata demikian, murka Allah turun, bumipun belah, maka tenggelamlah orang-orang yang ingin melihat Allah itu ke dalam belahan bumi itu, dan menyalalah api dari sudut yang lain, nyala api itu menjilati kaimah dan banyaklah pula yang mati terbakar. Yang lain, yang tidak turut dalam gerak yang jahat itu menyaksikan sendiri segala kejadian itu.

Baca Juga  QS. Al Kahfi Ayat 61: Fenomena Ikan Sebelah dan Cerita Nabi Musa

Tafsir Ayat 56

“Kemudian Kami bangkitkan kamu sesudah mati, supaya kamu bersyukur.” (ayat 56).

Ada riwayat setengah ahli tafsir bahwa orang-orang mati dihantam gempa atau nyala api yang timbul dari dalam bumi itu dihidupkan kembali; maka bersyukurlah mereka, lantaran mereka dihidupkan kembali. Ada lagi tafsir mengatakan, bahwa mereka mati betul-betul, tetapi sudah hampir mau mati, mungkin karena kontak listrik yang timbul dari bumi yang menimbulkan gempa dahsyat itu. Maka setelah gempa berhenti, merekapun berangsur dibangunkan, dan bersyukur kepada Tuhan mereka dihidupkan untuk bertaubat kembali.

Dalam Surat al-A’raf (Surat 17 ayat 142), terkisah bahwa setelah Tuhan Tajalli di puncak gunung, maka Nabi Musa pingsan.

“Tersungkurlah Musa dalam keadaan pingsan.” (al-A’raf: 142)

Di ayat itu tertulis sha’iqan, Musa pingsan. Di ayat yang tengah kita tafsirkan ini, orang-orang yang ingin hendak melihat Tuhan dengan terang itupun kena sha’iqan, jadi pingsan. Jadi setengah mati. Berdasar kepada pengertian itu – kata ahli tafsir itu – teranglah bahwa mereka bukan terus mati. Setelah hilang geseran listrik dari sebab gempa itu, merekapun siuman bangun kembali.

Dihidupkan Setelah Mati

Dan ada lagi tafsir bahwa yang mati karena ditimpa gempa itu telah terus mati. Mereka musnah. Dan kebanyakan ialah orang-orang yang telah berumur.

Banyak orang mati seketika membunuh diri sebagai taubat karena menyembah berhala anak lembu, dan banyak pula yang mati karena dihancurkan gempa karena meminta hendak melihat Allah itu, sehingga terancamlah mereka dengan kemusnahan. Tetapi Bani Israil dihidupkan kembali, tidak sampai musnah, karena anak-cucu mereka berkembang. Angkatan baru menggantikan angkatan yang lama, untuk melanjutkan hidup mereka sebagai kaum. Dengan sebab demikian, patutlah mereka bersyukur kepada Allah.

Baca Juga  Mengenal Tokoh Tafsir Kontemporer: 'Abid al-Jabiri

Yang tua-tua telah habis mati. Ada mati sampai umur, ada mati karena azab Tuhan, tetapi kehidupan diteruskan oleh anak-cucu, sehingga di zaman Nabi Muhammad mereka masih ada, sebagai Bani lsrail. Mereka ini patutlah bersyukur kepada Tuhan, sebab dapat melanjutkan hidup nenek-moyang mereka. Itu pula sebabnya maka mereka semua dipanggil dengan nama yang mulia, nama yang tetap hidup sampai kepada anak-cucu mereka: “Hai Bani lsrail!”

Itulah maksudnya, kata setengah ahli tafsir itu, bahwa mereka dihidupkan kembali sesudah mati.

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura