“Dan (ingatlah) tatkala Kami belahkan lautan untuk kamu” (pangkal ayat 50).
Yaitu tatkala telah berpuluh tahun Musa dan Harun, Utusan Kami berjuang membangkitkan kamu dari dalam lembah kehinaan dan perbudakan, dan ingin membawa kamu ke tanah pusaka nenek-moyang kamu yang kaya dengan susu dan madu, Fir’aun menahan kamu tidak boleh pergi, karena kalau kamu pergi Fir’aun kehilangan 600.000 manusia yang telah diperbudak dan diperas tenaganya. Lalu dengin bimbingan Utusan Kami, Musa dan Harun kamu tinggalkan nlgeri itu, tetapi terhalang oleh laut. Maka laut itupun Kami belah, supaya kamu 12 suku Bani Israil selamat sampai ke seberang .
“Maka Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan kaum Fir’aun, padahal kamu melihat sendiri. “ (ujung ayat 50).
Janganlah kamu salah mengartikan ini. Kamu diseberangkan dengan selamat, bukan karena kamu orang istimewa, tetapi karena telah 400 tahun kamu dihinakan. Alangkah besarnya pertolongan Tuhan kepada kamu. Sampai lautan dibelah dan kamu dapat berjalan selamat di dasar laut itu. Ketika kamu menyeberangi itu, bersibak laut jadi dua, laksana gunung yang besar layaknya. Suatu hal yang cuma sekali terjadi selama dunia terkembang.
Selamat kamu sampai ke sebrang. Tetapi kamu dikejar oleh Fir’aun dan tentaranya; mereka tempuh jalan yang hanya dibukakan Tuhan buat kamu. Setelah mereka sampai di pertengahan laut, lautan Kami pertemukan kembali, dan merekapun tenggelamlah di dalamnya. Kamu sendiri melihat kejadian itu dengan mata kepalamu sendiri dari seberang, dari tempat yang kamu telah sampai ke sana dengan selamat.
Apa yang patut kamu lakukan terhadap Tuhan lantaran pertolongan itu? Dari bangsa budak kamu telah dimerdekakan? Bukankah sudah patut kamu bersyukui selalu bila mengingat hal itu? Dan tidak patut kamu menyombong bertinggi hati, dan tidak patut kamu bersikap angkuh menerima kedatangan Utusan Tuhan, sedang kaji yang dibawanya adalah menggenapkan kaji yang diajarkan kepada kamu jua.
Allah membelah laut sebagai mu’jizat di zaman Musa, bukanlah suatu dongeng. Tetapi disaksikan oleh 600,000 orang pengungsi Bani Israil. Disaksikan pula oleh sisa yang tinggal dari kaum Fir’aun yang tinggal di Mesir, dan menjadi kenangan dari bangsa-bangsa sekeliling lautan Qulzum itu masa demi masa. Sehingga manusia-manusia yang tidak percaya kepada mu’jizat kekuasaan Allah, ada yang mencoba mengatakan bahwa hal itu bukanlah mu’jizat, tetapi “pasang turun-pasang naik”.
Ketika Bani Israil menyeberang 600.000 orang, pasang sedang surut, dan setelah Fir’aun dan tentaranya masuk ke sana, purung pun niik. Padahal sampai sekarang Lautan Qulzum tempat penyeberangan Musa dan Bani Israil itu masih ada, sudah 4.000 tahun lebih kejadian yang hebat itu terjadi, belumlah ada berita bahwa pernah pasang surut, sehinggu ada orang dapat menyeberang di tempat itu, atau pasang naik sehingga ada orang terbenam.
Hendaknya kalau yang ingkar dari mu jizat itu hendak mempertahankan pendirian yang demikian, seyogjanyalah mereka mengadakan suatu ekspedisi ilmiah ke tempat itu. Tetapi kalau ekspedisi itu ada, niscaya mereka akan pulang dengan pengakuan akan adanya mu’jizat juga. Sebab menurut ilmu pengetahuan, hanyutnya atau pasir dibawa air hujan ke laut, menyebabkan kian lima kian dangkalnya pinggir laut, tegasnya kian dangkallah sekarang Lautan Qulzum itu dibandingkan dengan 4,000 tahun yang lalu.
Namun demikian, belum pernah kita mendengar bahwa di zaman sekarang ada pasang surut, yang menyebabkan di tempat penyeberangan Nabi Musa dengan Bani Israil itu dapat dilalui orang ketika pasang surut itu.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply