Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 35: Pohon yang Dilarang

Mansukh
Sumber: unsplash.com

“Dan berkata Kami: Wahai Adam! Tinggallah engkau dan isteri engkau di taman ini, dan makanlah berdua daripadanya dengan senang sesuka-sukamu berdua; dan janganlah kamu berdua mendekat ke pohon ini, karena (kalau mendekat) akan jadilah kamu berdua dan orang-orang yang aniaya.” (ayat 35).

***

Kembali kepada Hadis-hadis tadi, Memang ada sebuah riwayat pula yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir, yaitu perkataan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan beberapa orang dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. Mereka berkata:

“Tatkala Adam telah berdiam di dalam syurga itu, berjalanlah dia seorang diri dalam kesepian, tidak ada pasangan (isteri) yang akan menenteramkannya. Maka tidurlah dia, lalu dia bangun. Tiba-tiba di sisi kepalanya seorang perempuan sedang duduk, yang telah dijadikan Allah daripada tulang rusuknya.”

Riwayat ini sudah terang bukanlah dari sabda Rasulullah s.a.w. melainkan perkataan Abdullah bin Abbas dari Abdullah bin Mas’ud.

Oleh karena riwayat ini adalah perkataan Sahabi bukan sabda Rasul, niscaya nilainya untuk dipegang sebagai suatu akidah tidak sama lagi dengan Hadis yang shahih dari Nabi, apatah lagi dengan al-Quran. Mungkin sekali, bahkan besar sekali kemungkinan itu, bahwa pernyataan kedua sahabat itu terpengaruh oleh berita-berita orang Yahudi yang ada di Madinah ketika itu, yang berpegang kepada isi kitab “Kejadian”, Fasal 2 ayat 21: “Maka didatangkan Tuhan Allah kepada Adam itu tidur yang lelap, lalu tertidurlah ia. Maka diambil Allah tulang ditutupkannya pula dengan daging. Maka daripada tulang yang telah dikeluarkannya dari dalam Adam itu, diperbuat Tuhan seorang perempuan, lalu dibawanya akan dia kepada Adam.”

Sebagaimana telah kita beri penerangan di mukaddimah tafsir ini. Rasulullah s.a.w telah memberikan pedoman kepada sahabat-sahabat beliau dalam hal menilai berita-berita yang disampaikan oleh Ahlul Kitab.

Baca Juga  Tiga Keutamaan Berwirausaha dalam Al-Qur'an

“Dan telah mengeluarkan Bukhari daripada Hadis Abu Hurairah. Kata Abu Hurairah itu: Adalah ahlul-kitab itu membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka tafsirkan dia ke dalam bahasa Arab untuk orang-orang Islam. Maka berkatalah Rasulullah s.a.w.,  Janganlah kamu langsung membenarkan ahlul-kitab itu dan jangan pula langsung kamu dustakan, tetapi katakanlah: Kami beriman kepada Allah.”

Berdasar kepada Hadis ini jadi besarlah kemungkinan bahwa riwayat Siti Hawa terjadi dari tulang rusuk Adam yang diberikan oleh lbnu Abbas dan lbnu Mas’ud ini didengar mereka dari Taurat yang dibacakan oleh ahlul kitab itu, lalu mereka terima saja bagaimana adanya sebagai satu fakta yang mereka terima, yang boleh diolah dan diselidiki pula oleh orang lain.

Lantaran itu pula maka tidaklah salah pada pendapat penafsir yang dha’if ini kalau ada orang yang tidak memegang teguh i’tikad bahwasanya Hawa terjadi daripada tulang rusuk Nabi Adam, sebab tidak ada firman Tuhan menyebutkannya di dalam al-Quran, dan tidak pula ada sabda Nabi yang tepat menerangkan itu.

Yang ada hanya berita atau penafsiran dari Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas’ud dan beberapa sahabat yang lain yang besar kemungkinan bahwa cerita ini mereka dengar dari orang Yahudi yang membaca kitab “Kejadian” salah satu dari kitab catatan Yahudi yang mereka sebut Taurat itu.

Dan Hadis-hadis Bukhari dan Muslim yang tiga buah diatas tadi, kita terima dan kita amalkan dengan segala kerendahan hati, untuk pedoman hidup menghadapi kaum perempuan, sebagai teman hidup laki-laki dalam dunia ini. Apatah lagi setelah datang Hadis lain yang menguatkan nasihat bagi kaum laki-laki di dalam bergaul baik-baik dengan perempuan, yang dirawikan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga:

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 41-43: Beberapa Peringatan

“Peliharalah perempuan-perempuan itu sebaik-baiknya, karena kamu telah mengambilnya dengan amanat dari Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat-kalimat Allah.”

Syaikh Muhammad Abduh di dalam pelajaran tafsirnya, yang dicatat oleh muridnya Sayid Muhammad Rasyid Ridha di dalam tafsirnya al-Manar menyatakan pula pendapat bahwa Hadis mengatakan perempuan terjadi dari tulang rusuk itu bukanlah benar-benar tulang rusuk, melainkan suatu kias perumpamaan belaka, sebagai ada juga contoh demikian di dalam Surat 21, Surat al-Anbiya’ ayat 27:

“Telah dijadikan manusia itu dari silat terburu-buru.”

Dalam segala urusan dia mau lekas saja. Padahal kesanggupannya terbatas. Mungkin tidak juga ada salahnya kalau kita berfaham tentang arti Hadis yang mengatakan bahwa kaum perempuan terjadi dari tulang rusuk itu, selain dari satu perumpamaan tentang keadaan jiwanya ialah pula satu perlambang tentang kehidupan manusia di atas dunia ini. Seorang laki-laki yang telah patut kawin, adalah seumpama orang yang masih belum ada tulang rusuknya, sebab isteri itupun disebut dalam kata lain dengan teman hidup.

Seorang duda adalah seorang yang goyah jiwanya, karena tidak ada sandaran. Demikian juga seorang perempuan, kalau belum juga dia bersuami padahal sudah patut bersuami, samalah keadaannya dengan sebuah tulang rusuk yang terlepas dari perlindungan. Bila dia telah bersuami, dia telah diletakkan ke tempatnya semula, dan dia telah terlindung oleh kulit pembungkus rusuk itu, yaitu perlindungdn suaminya. Sebab, benar atau tidaknya riwayat Siti Hawa terjadi dari pada tulang rusuk Nabi Adam itu, namun sekalian isteri tidaklah terjadi dari tulang rusuk suaminya!

Sekarang kita kembali kepada Tafsir.

Maka disuruhlah Adam dan isterinya duduk di dalam taman indah berseri itu. Mereka keduanya diberi kebebasan, makan dan minum, memetik buah-buahan yang lezat ranum, yang hanya tinggal memetik. Artinya bebas merdeka. Tetapi di dalam ayat ini kita bertemu lagi satu pelajaran tentang filsafat merdeka.

Baca Juga  Ketika Sinyal Iman Melemah

Kemerdekaan ialah kebebasan membatasi diri! Semua bebas dimakan, kecuali buah dari pada pohon yang terlarang: “Jangan kamu berdua mendekat kepada pohon ini“. Sama juga dengan beberapa larangan dalam al-Quran, “Jangan kamu mendekati zina!”. Karena kalau sudah mendekat ke sana, niscaya termakan juga kelaknya buah itu. Kalau dia kamu makan, niscaya kamu merugi.

Orang yang tidak sanggup memelihara kemerdekaannya, niscaya akan kehilangan kemerdekaan itu. Dan jika kemerdekaan telah hilang, kerugianlah yang akan berjumpa.

Penafsir tidak hendak menyalinkan buah pohon apakah yang dilarang mereka memakan itu? Ada orang yang mengatakan buah khuldi, atau buah kekal. Penafsiran ini niscaya salah. Sebab yang menamainya syajaratul khuldi, pohon kekal siapa yang memakannya tidak mati-mati, bukanlah Tuhan, tetapi syaitan sendiri seketika merayu Adam. (Lihat Surat 20, Thaha ayat 120)

Padahal kita bertemu sabda Tuhan yang lain untuk mendekatkan kita memahamkan syajarah atau pohon apakah yang dilarang Adam dan Hawa memakannya itu. Di dalam surat lbrahim (Surat 14, ayat 24 sampai 26), Tuhan mengambil perumpamaan tentang dua pohon; pohon yang baik dan yang buruk. Pohon yang baik ialah kalimat yang baik. Kalimat yang baik ialah “La Ilaha lllallah.” Dan pohon yang jahat ialah perumpamaan dari kalimat yang buruk. Kalimat yang buruk adalah segala macam kedurhakaan kepada Allah. Dan yang paling buruk ialah “syirik”, mempersekutukan Tuhan dengan yang lain.

Maka pelanggaran kepada larangan saja, sudahlah namanya mulai memakan buah pohon yang buruk. Adam dan Hawa dilarang mendekati pohon yang terlarang itu.

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura