Penafsiran yang kedua ialah Khalifah dari Allah sendiri.
Diantara makhluk sebanyak itu manusialah yang telah dipilih Allah menjadi KhalifahNya, yaitu Adam dan keturunannya. (Lihat Surat an-Naml ayat 62). Demikian kata mereka.
Pada manusia itulah Allah menyatakan hukumNya dan peraturanNya; Dia menjadi Khalifah untuk mengatur bumi ini, untuk mengeluarkan rahasia yang terpendam di dalamnya. Dianugerahkan kepadanya akal. Akal itupun suatu yang ajaib dan ghaib. Bentuknya tidak nampak, tetapi bekasnyalah yang menunjukkan bahwa akal itu ada. Manusia yang ketika mulai lahir lemah tadi, kian lama kian diberi persiapan.
Kekuatan yang ada padanya amat luas dan keinginan hendak tahu tidak terbatas. Memang kalau sendiri-sendiridia lemah tidak berdaya. Tetapi kumpulan dari bekas usaha orang seorang itu dapat mengesan dan membekas pada seluruh bumi. Dari keturunan demi keturunan manusia itu bertambah dapat menguasai dan mengatur bumi. Telah dikuasainya lautan dan telah diselaminya.
Telah terbang dia di udara, telah pandai dia bercakap bersambutan kata, padahal yang seorang di Kutub Utara dan yang seorang di Kutub Selatan. Gunung ditembusinya dan dibuatnya jalan keret api di bawahnya. Dan banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain yang akan dapat dikerjakan dalam bumi, terutama sejak terbuka rahasia tenaga Atom dalam abad 20 ini.
***
Memang ilmu yang luas itu tidak diberikan semuanya kepada orang-seorang, dan tidak pula diberikan sekaligus, melainkan dari penyelidikan mereka sendiri. Yang karena kesungguhan mereka, rahasia itu dibukakan dan dibukakan lagi oleh Tuhan. Jadi dapatlah difahamkan bahwasanya ayat 31 yang menerangkan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam, dan seketika ditanyakan kepada Malaikat.
Malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka hanya terbatas sekedar yang diajarkan Allah kepada mereka (ayat 32), lalu Adam disuruh menerangkan, maka diapun menerangkanlah semua nama-nama itu. Dapat ditarik maksud yang dalam tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, yang kian lama kian dibukakan rahasia segala nama itu kepada manusia; namun keghaiban semua langit dan bumi masih banyak lagi yang belum diajarkan kepada Malaikat ataupun kepada manusia, sebagaimana yang tersebut pada ujung ayat 33.
Kepada tafsiran yang manapun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa Adam dan keturunannya diangkat jadi Khalifah dari makhluk yang telah musnah, ataupun sebagai Khalifah daripada Allah sendiri, namun isi ayat, sebagai lanjutan daripada ayat sebelumnya telah menyingkapkan lagi tabir pemikiran yang lebih luas bagi manusia, agar janganlah mereka kafir terhadap Allah, ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan. Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia itu.
***
Demikian besar sanjungan yang diberikan Allah, sangatlah tidak layak kalau manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan; di sini disebutkan bahwa dia adalah Khalifah. Di waktu yang lain Tuhan katakan bahwa manusia telah dijadikan sebaik-baiknya bentuk (Surat at-Tin, Surat 95), ayat 4. Dan di kala yang lain Dia, Allah, sanjung dia tinggi-tinggi.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki mereka dengan yang baik-baik, dan sungguh-sungguh Kami lebihkan mereka daripada kebanyakan (makhluk) yang telah Kami jadikan, sebenar-benar dilebihkan.” (al-lsra’: 70)
Demikianlah kemuliaan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada manusia, adakah patut kalau manusia tiada juga sadar akan dirinya dari hubungannya dengan Tuhannya?!
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply