Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 30: Malaikat dan Khalifah (1)

Mansukh
Sumber: unsplash.com

Dengan dua ayat berturut-turut, yaitu ayat 28 dan 29 perhatian kita insan ini disadarkan oleh Tuhan. Pertama, bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati kamu Dia hidupkan. Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali untuk memperhitungkan amal.

Bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untuk kamu. Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu di bumi telah disiapkan, bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit sendiri. Kalau demikian adanya, fikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu diciptakan.

Kemudian datanglah ayat Khalifah.

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang Khalifah.” pangkal ayat 30

Sebelum kita teruskan menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu haruslah dengan segala kerendahan hati dan iman kita pegang apa yang telah dipimpinkan Tuhan pada ayat yang tiga di permulaan sekali, yaitu tentang percaya kepada yang ghaib. Tuhan telah menyampaikan dengan wahyu kepada UtusanNya bahwa Tuhan pernah bersabda kepada Malaikat bahwa Tuhan hendak mengangkat seorang Khalifah dibumi.

Maka terjadilah semacam soal jawab di antara Tuhan dengan Malaikat. Bagaimana duduknya dan dimana tempatnya dan bila waktunya soal-jawab itu? Tidaklah layak hendak kita kaji sampai ke sana.

Ada dua macam cara ulama-ulama ikutan kita menghadapi Wahyu ini. Pertama ialah Mazhab Salaf. Mereka menerima berita wahyu itu dengan tidak bertanya-tanya dan berpanjang soal. Tuhan Allah telah berkenan menceriterakan dengan wahyu tentang suatu kejadian di dalam alam ghaib, dengan kata yang dapat kita fahamkan, tetapi akal kita tidak mempunyai daya-upaya buat masuk lebih dalam ke dalam arena ghaib itu.

Sebab itu kita terima dia dengan sepenuh iman.

Baca Juga  Mengenal Pembaharuan Pemikiran Tafsir Kontemporer

Cara yang kedua, ialah penafsiran secara Khalaf, yaitu secara ulama-ulama yang datang kemudian. Yaitu dipakai penafsiran-penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui garis yang layak bagi kita sebagai makhluk.

Berdasar kepada ini, maka berpendapat bahwasanya apa yang dihikayatkan Tuhan ini niscaya tidak sebagai yang kita fikirkan. Niscaya pertemuan Allah dengan MalaikatNya itu tidak terjadi di satu tempat; karena kalau terjadi di satu tempat, tentu bertempatlah Allah Ta’ala. Dan bukanlah Malaikat itu berhadap-hadapan duduk bermuka-muka dengan Allah. Karena kalau demikian tentulah sama kedudukan mereka, malaikat sebagai makhluk Allah sebagai Khaliq.

Menurut penyelidikan perkembangan iman dan agama dan perbandingannya dengan Filsafat, betapapun modennya filsafat itu, maka mazhab khalaflah yang lebih mententeramkan iman, dan ke sanalah tuiuan kepercayaan. Umumnya Failasuf yang Mu’min penganut mazhab Khalaf, seumpama Failasuf Muslim yang besar lbnu Rusyd. Demikian majunya dalam alam filsafat, namun berkenaan dengan soal-soal ghaib, dia menjadi orang Khalaf yang tenteram dengan pendiriannya.

Imam Ghazali, dia berselisih tentang hukum akal. Bagi dia api wajib menghangusi, air membasahi. Tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika ditanyakan tentang Nabi lbrahim tidak hangus dibakar api, dia menjawab bahwa hal begitu tidaklah tugas filsafat. Itu adalah tempat iman. “Sebagai Muslim saya percaya,” katanya.

Pelopor Filsafat Moden, yaitu Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia seakan-akan penganut dari mazhab Khalaf. Dia pernah berkata: “Betapapun kemajuan saya dalam berfikir, namun saya tetap mengosongkan sesudut dari jiwa saya buat percaya!”

Sekarang kita teruskan:

Maka nampaklah di pangkal ayat, Tuhan telah bersabda kepada Malaikat menyatakan maksud hendak mengangkat seorang Khalifah di bumi ini.

“Mereka berkata: Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau? Dia berkata: Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!” ujung ayat 30.

Artinya setelah Allah menyatakan maksudNya itu, maka Malaikatpun mohon penjelasan, Khalifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Tuhan hendak menjadikan?

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 65: Hari Sabtu dan Perintah Tuhan

Di dalam ayat terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Ilahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Tuhan, meminta penjelasan, bagaimana agaknya corak Khalifah itu? Apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya Khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah ta’ala telah tenteram, sebab mereka, Malaikat, telah diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang patuh, tunduk, taat, dan setia bertasbih, bersembahyang mensucikan nama Allah.

Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat jadi Khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat Malaikat, bilamana jenis makhluk itu telah ramai, mereka akan berebut-rebut kepentingan di antara satu sama lain. Kepentingan satu orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau satu golongan yang lain, maka beradulah yang keras timbullah pertentangan dan dengan demikian timbullah kerusakan bahkan akan timbul juga pertumpahan darah. Dengan demikian ketenteraman yang telah ada, dengan adanya makhluk, Malaikat yang patuh, taat dan setia, menjadi hilang.

Pertanyaan dan kemusykilan itu dijawab oleh Tuhan: “sesungguh nya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Artinya, dengan jawaban itu, Allah ta’ala tidak membantah pendapat dari MalaikatNya, cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Tuhan memungkiri bahwa kerusakanpun akan timbul dan darahpun akan tertumpah tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja di dalam menuju kesempurnaan.

Dalam jawaban Tuhan yang demikian, Malaikatpun menerimalah dengan penuh khusyu’ dan taat.

Baca Juga  Tafsir Q.S Al-Baqarah Ayat 153-157: Sabar Menghadapi Ujian

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura