Dialah yang telah menjadikan untuk kamu apa yang di bumi ini sekaliannya.” pangkal ayat 29
Alangkah besar dan agung Qudrat al-Khaliq itu, dan alangkah besar Rahman dan Rahim yang terkandung di dalamnya. Semuanya ini bukan untuk orang lain, tetapi untuk kamu, untuk kamu saja, hai manusia! Sehingga air yang mengalir, lautan yang terbentang, kayu yang tumbuh di hutan, batu di sungai, pasir di pantai; untuk kamu!
Binatang ternak, ikan dilaut; untuk kamu. Dan bila kamu gali bumi selapis dua lapis, bertemulah kekayaan, entah minyak tanah, mangaan, uranium, besi dan segala macam logam; untuk kamu! Dan diberi alat untuk mengambil manfaat dari sekalian pemberian rahmat, nikmat dan kurnia itu, yaitu akal, ilmu dan pengalaman kamu.
Cobalah perhatikan segala yang ada di sekeliling kamu ini dan bertanyalah kepada semuanya, niscaya semua akan menjawab: “Kami ini untuk Tuan!
“Kemudian menghadaplah Dia ke langit, lalu Dia jadikan dia tujuh langit.”
Artinya diselesaikanNya dahulu nasibmu di sini, dibereskanNya segala keperluanmu, barulah Allah menghadapkan perhatianNya menyusun tingkatan langit, yang tadinya adalah Dukhan, yaitu asap belaka. Dalam bahasa Ilmu pengetahuan disebut Khaos. Maka Tuhanpun mengatur kelompok-kelompoknya, yang dikatakanNya kepada kita ialah tujuh. Bagaimana tujuhnya kita tidak tahu. Kita hanya percaya; sebab urusan kekayaan langit itu tidaklah terpermanai banyaknya.
Sedangkan bila kita duduk pada sebuah perpustakaan besar yang berisi satu juta buku tulisan manusia, lalu kita baca, berumurpun kitab 1,000 tahun tidaklah akan dapat dibaca satu juta jilid buku itu. Kononnya akan mengetahui apa perbendaharaan di langit:
“Dan Dia terhadap tiap-tiap sesuatu adaloh Maha Tahu.” ujung ayat 29
Artinya Dialah Yang Maha Tahu bagaimana cara pembikinan dan pembangunan alam itu. Bukanlah pula kamu dilarang buat mengetahuinya sekedar tenaga dan akal yang ada padamu, bahkan dianjurkan kamu meniliknya, untuk menambah yakinmu bahwa memang Dialah Maha Pengatur itu. Dan dari ayat ini pun dapatlah kita mengerti bahwa penyusunan Tuhan Allah atas alam, baik penciptaan bintang-bintang termasuk bumi ini, ataupun kejadian langit adalah memakai zaman dan waktu dan yang teratur, terletak di luar daripada hitungan masa dan tahun kita ini. Sebab hitungan tahun kita ini adalah sangat terbatas, hanya pada peredaran bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi.
Padahal di luar daerah kita entah berapalah banyaknya lagi matahari dengan peredarannya sendiri dan hitungannya sendiri. Tuhanlah yang Maha Tahu semuanya itu. Penyelidikan kita hanyalah untuk tahu bahwa kita tidak tahu. Dan amat janggal dalam perasaan beragama kalau sekiranya hasil penyelidikan kita manusia tentang kejadian alam ini, yang baru bertumbuh kemudian, lalu kita jadikan alat buat membatalkan keterangan wahyu.
Padahal maksud al-Quran, terutama maksud ayat ini ialah tertentu buat memberi peringatan kepada manusia bahwasanya isi bumi ini disediakan buat mereka semua. Maka patutlah mereka bersyukur kepada Tuhan dan pergunakan kesempatan buat mengambil faedah yang telah dibuka itu. Setelah siap Tuhan menyediakan segala sesuatu untuk manusia hidup di dalam bumi, maka Tuhan menghadapkan amar perintahNya kepada langit dan terjadilah langit itu tujuh.
Apakah manusia telah terjadi sebelum Allah mengatur tujuh langit? Apakah kemudian baru manusia baru diadakan dalam bumi setelah terlebih dahulu persediaan buat hidupnya disediakan selengkapnya? Tidaklah ada dalam ayat ini.
Apakah yang dimaksud dengan tujuh langit? Apakah benar-benar tuiuh? Atau hanya menurut undang-undang perbahasaan Arabi bahwasanya bilangan tujuh ialah menunjukkan banyak? Dan bagaimanakah Tuhan menghadapkan amar perintahNya kepada langit itu? Semuanya ini tidaklah akan dikuasai oleh pengetahuan manusia. Sebab itu janganlah kita belokkan maksud ayat ke sana.
Tuntutlah ilmu rahasia alam ini sedalam-dalamnya. Carilah fosil-fosil makhluk purbakala yang telah terbenam dalam bumi berjuta tahun. Pakailah teori Darwin dan lain-lain, moga-moga saja kian lama kian tersingkaplah bagi kita betapa hebatnya kejadian alam itu dan bertambah iman akan adanya Yang Maha Kuasa atas alam.
Tetapi jangan sekali-kali dengan ilmu kita yang terbatas mencoba membatalkan ayat dan ilmu Tuhan yang tidak terbatas.
Belayar ke pulau bakal,
Bawa seraut dua tiga;
Kalau kail panjang sejengkal,
Janganlah laut hendak diduga
Maka dengan ayat ini sekali lagi kita tafakkur memikirkan betapa kasih sayang Allah kepada kita. Sehingga rencana pemeliharaan hidup manusia didahulukan daripada perintah amar atas tujuh langit.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply