Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 216 Tentang Rahasia

rahasia
Sumber: Unsplash.com

Orang sering tak sabar dengan misteri. Sudah menjadi tabiat manusia ingin lekas mengetahui, ingin cepat-cepat menyelesaikan suatu soal. Tapi Tuhan sering berkehendak lain, Tuhan menciptakan misteri. Bolehlah kita sedikit mengingat saat-saat Nabi Muhammad menanti wahyu yang cukup lama belum turun lagi setelah wahyu pertama. Betapa risaunya baginda, khawatir tidak dipercaya oleh Allah lagi. Tapi disanalah sisi manusiawi kita. Namun kita juga perlu legowo (ikhlas menerima) kalau Allah menciptakan ‘misteri’.

Dalam urusan kelahiran saja manusia sering tidak sabar. Dengan piranti teknologi serta alat canggihnya seolah hendak pamer bahwa ia bisa memastikan bahwa si janin berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Ada pula anggapan aneh-aneh kalau laki-laki bayinya maka orangtuanya akan senang karena lebih punya harapan pewaris keturunan ketimbang bayi perempuan. Padahal kelahiran merupakan bagian dari misteri dari Tuhan.

Begitu pula dalam hal ‘jodoh’. Manusia sering ndisiki kerso (mendahului takdir). Mereka ingin si A, si B, si C, adalah jodoh mereka. Namun tetap tidak bisa. Baru menikah setengah bulan sudah cerai. Baru ada konflik sedikit sudah pisah. Itulah betapa misterinya jodoh seseorang. Kita tidak bisa memilih akan berjodoh kepada siapa. Kita tidak bisa memilih menantu atau mertua kaya raya.

Orang yang bisa menikmati dan mensyukuri hidup itulah yang kelak menjadi manusia yang terlatih. Manusia tidak mudah terkejut saat mendengar rahasia Alloh ditampakkan tiba-tiba. Misal saja ada bencana tiba-tiba, lalu setelah beberapa waktu dapat bantuan yang tidak pernah ia sangkakan.

Dalam hidup yang rahasia itulah yang nikmat, kita jangan memaksakan yang rahasia itu datang dengan segera, dengan sesuai prakiraan kita, sebab yang rahasia itulah yang merupakan bagian dari manis dan pahitnya hidup.”

Cak Nun

Rahasia dalam Al Baqarah Ayat 216

 Dalam kalam-Nya, surah Al Baqarah 216, Allah berfirman :

Baca Juga  8 Nilai Kemuliaan dalam Surat Luqman

كُتِبَ عَلَيْکُمُ الْقِتَا لُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّـكُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Ini adalah tamsil bahwa tidak selalu yang kita ingini sesuai dengan kehendak Allah. Belum tentu apa yang kita tidak sukai ternyata adalah baik bagi Allah. Dalam tamsil itulah kita dianjurkan untuk menerima secara ikhlas “rahasia Allah”.

Yang merupakan bagian dari rahasia Allah adalah masa depan. Masa depan ini bisa saja terjadi bahkan setelah kita melakukan sesuatu. Mengimani kejadian yang akan datang adalah kewajiban, tetapi menerka-nerka, meramal bahkan tidak percaya dengan ketentuan Allah, itulah yang dilarang Allah.

 Untuk menangkap rahasia, memahami misteri Ilahi ini, manusia dituntunkan untuk terus beribadah, serta taat kepada Allah. Menjadi tidak masuk akal jikalau manusia hendak mengetahui rahasia Allah namun dengan menempuh cara-cara syirik.

Anak kita akan menjadi apa kelak, kehidupan serta nasib kita di masa mendatang, bagaimana kehidupan kita setelah mati adalah contoh rahasia llahiah.

Dengan rahasia Allah itu, selain menunjukkan betapa kuasa-Nya Allah, itu adalah sarana kita untuk lebih bersyukur, berbuat lebih banyak dan berbuat kebajikan.

Dan bukankah kehidupan kita adalah sarana untuk mencapai dzat yang paling rahasia?.

Semoga bukan karena ketergesaan, bukan karena penolakan, melainkan karena keikhlasan dan keridhoaan kita menerima yang rahasia dari hidup itu sendiri. Yang rahasia dari Tuhan, Dzat yang paling rahasia. 

Baca Juga  Kiai Ghazali Ahmadi: Pendidik Umat yang Tidak Kenal Lelah

Tanpa penerimaan itu, mungkin hidup kita akan jadi resah dan penuh gundah gulana.

Editor: Ananul Nahari Hayunah

Arif Saifudin Yudistira. Lahir di Cilacap, 30 Juni 1988. Esais dan Peresensi Buku. Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Pengasuh MIM PK Kartasura, Pegiat Bilik Literasi SOLO. Ketua Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah Rumpun Komunitas. Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo