Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 108: Sopan Santun dalam Bertanya

Mansukh
Sumber: unsplash.com

Setelah Allah memberi ajaran sopan-santun kepada ummat yang beriman, supaya mereka memilih kata-kata yang baik, yang tidak bisa disalah-artikan, dilanjutkan lagi sekarang supaya mereka jangan meniru perangai-perangai Bani Israil yang suka banyak tanya, banyak soal, yang bukan semata-mata untuk menghilangkan keraguan ;

“Atau apakah kamu hendak bertanya kepda Rasul kamu sebagai telah ditanyai Musa di waktu dulu?” (pangkal ayat 108).

Nabi s.a.w. akan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan mana yang musykil akan ditunggunya wahyu ilahi memberikan penjelasan. Tetapi dapatlah difahami bahwa dia pula orang yang datang bertanya hendak menyoal guru, hendak mengukur dalam dangkal ilmunya. Adapun yang bertanya karena hendak mencari helah dan memutar-mutar. Ada pula yang bertanya di hadapan orang banyak, supaya kelihatan bahwa dia orang istimewa. Semuanya ini telah dilakukan oleh Bani Israil kepada Musa.

Sekarang timbul pertanyaan kepada orang yang beriman, apakah kamu akan bertanya seperti itu pula kepada Nabi kamu Muhammad s.a.w. Apakah perangai demikian akan kamu contoh pula? Maka dengan adanya pertanyaan secara demikian, jelas sajalah maksudnya bahwa orang yang beriman jangan menanya secara Bani Israil kepada Musa itu terhadap Muhammad s.a.w. Sebab perbuatan yang demikian nyatalah bukan timbul dari iman, melainkan dari perangai kufur jua adanya.

Jika datang perintah laksanakanlah dengan baik. Kalau tersangkut, pecahkan sendiri sangkutan itu, seakal-budimu. Kalau ada hal yang tidak dibicarakan, bukanlah itu karena lupa, melainkan disengaja untuk meringankan kamu. Maka barangsiapa yang mau juga menanya-nanya seperti pertanyaan Yahudi itu, berartilah dia menukar iman dengan kafir:

“Dan barangsiapa yang menukarkan dengan kekafiran akan iman itu, moka sungguh telah sesatlah dia dari jalan yang lurus.” (ujung ayat 108).

Baca Juga  Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 59 - 60: Air dari Batu

Sesat dari jalan yang lurus, lalu memilih jalan yang berbelit-belit dengan banyak mengemukakan pertanyaan, guna melepaskan diri, akhirnya tersesat kepada kufur, terlepas dari kebenaran, tenggelam dalam keingkaran. Dan memang kalau kita dalam masyarakat, kerapkali orang yang banyak pertanyaan itu adalah dengan maksud mencari jalan untuk melepaskan diri.

Sekarang karena belum lepas dari rangka peringatan kepada kaum yang beriman tentang sikap menghadapi Ahlul-Kitab datang lagi ayat untuk menjelaskan lagi.

Tadi di ayat 105 sudah dijelaskan bahwa Ahlul-Kitab dan musyrikin tidaklah bersenang hati kalau Allah menurunkan kebaikan kepada kaum yang beriman. Kalau mereka tidak senang atau tidak suka kaum beriman dianugerahi Allah kebaikan, apakah kiranya yang mereka senangi?

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura